Serba Serbi
Nyepi Jadi Sarana Mulat Sarira, Berikut Rentetan Perayaannya
Perayaan Nyepi, dimulai dengan aktivitas upacara melasti, atau dikenal pula dengan sebutan melis dan makiyis.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Umat Hindu biasanya akan berangkat pagi buta, sebelum matahari terbit. Dengan mengenakan pakaian adat madya serba putih.
Setelah prosesi melis, ada yang bernama upacara tawur agung kesanga.
Upacara ini bertujuan sebagai pemarisudha bhuta kala, dan pula penyucian bhuana alit dan bhuana agung.
Tawur agung adalah upaya umat Hindu, untuk nyomia bhuta kala agar tidak ngarebeda atau tetap terkendali. Sebab bhuta kala juga makhluk ciptaan Tuhan, yang hidup berdampingan dengan umat manusia.
Tujuan lain upacara tawur, adalah untuk menyucikan dan mengembalikan keseimbangan bhuana alit dan bhuana agung. Baik secara sekala (nyata) maupun niskala (tidak nyata).
Untuk itu, upacara tawur dilakukan pada sandyakala atau pergantian waktu. Khususnya siang dan sore hari, baik dari tingkat rumah pribadi, banjar, desa, kecamatan, hingga provinsi.
Ada setiap banten dan tata caranya untuk tawur ini.
Setelah tawur, dilanjutkan dengan upacara ngerupuk. Selama ini ngerupuk identik dengan ogoh-ogoh. Namun sejatinya, tak hanya itu. Sebab ngerupuk juga dilakukan pekarangan rumah masing-masing.
Karena ngerupuk adalah bagian dari pecaruan. Untuk di rumah masing-masing, ngerupuk dilakukan dengan sarana api atau obor. Lalu dibarengi dengan bunyi-bunyian. Gunanya juga menetralisir.
Baca juga: Amankan Aset Pemprov Saat Nyepi, Satpol PP Bali Turunkan Satu Peleton Pasukan
Saat ngerupuk, para pemuda-pemudi di seluruh Bali akan mengarak ogoh-ogoh. Yang pria mengarak ogoh-ogoh, sedangkan yang wanita membawa obor atau menari untuk memeriahkan acara.
Ogoh-ogoh biasanya berbentuk seram dan menakutkan, sebagai simbol bhuta kala. Tetapi tujuannya adalah memberi tempat yang nyaman, atau nyomia bhuta kala agar menjadi tenang dan damai.
Untuk itulah, ada pula banten caru dan segehan.
Namun karena pandemi akibat meluasnya virus Covid-19, dua tahun belakangan arak-arakan ogoh-ogoh ditiadakan. Agar tidak timbul klaster baru pandemi.
Kini arak-arakan diperbolehkan, namun tentu saja dengan tetap membatasi diri dan area sesuai ketentuan dari Gubernur Bali yang telah dibahas dan disetujui bersama dengan MDA dan PHDI Bali.
Ogoh-ogoh harus dibakar setelah selesai diarak keliling desa atau kampung. Agar hal negatif atau energi negatif juga sirna, berubah menjadi energi positif.