Serba serbi
Kisah Kebo Iwa dan Kaitannya dengan Pura Pengukur-Ukuran Tampaksiring Gianyar
Berdasarkan prasasti Pengukur-Ukuran bahwasannya pura yang terletak di Pejeng Tampaksiring, Pejeng, Gianyar, Bali ini sebelumnya bernama “Dharmma Hany
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Berdasarkan prasasti Pengukur-Ukuran bahwasannya pura yang terletak di Pejeng Tampaksiring, Pejeng, Gianyar, Bali ini sebelumnya bernama “Dharmma Hanyar”.
Hal ini dapat diketahui dalam kalimat “Mpungkwing Dharmma Hanar” yang artinya “pendetaku di Dharmma Hanyar” yang bergelar Jiwaya (Mapanji Jiwaya).
Di dalam prasasti No. 702 D, Kintamani ada disebutkan “Mpungkwing Dharmma Hanar Danag Arcarca Jiwajaya” yang artinya pendetaku di Dharma Hanar bernama guru besar (Dang Arcarca) Jiwajaya.
Nama Jiwaya yang terdapat dalam prasasti Pengukur-Ukuran dan Jiwajaya yang terdapat pada prasasti Kintamani, kemungkinan besar adalah orang yang sama.
Baca juga: Gelar Upacara Jana Kerthi, Pelaksanaan Tumpek Landep di Denpasar Dipusatkan di Pura Pangerebongan
Yang menjadi pertanyaannya sekarang apakah pura tersebut bernama Pengukur-Ukuran?
Menurut Data dari lontar disebutkan bahwa kerajaan Bali Kuno yang berpusat di Bedahulu (abad ke-8 dan mengalami keruntuhan pada pertengahan abad ke-14 setelah dikuasai oleh kerajaan Majapahit).
Pada zaman pemerintahan Prabu Sri Astasura Ratna Bumi Banten, pada awal abad ke-14 ada keturunan dari Arya Karang Buncing yang bernama Kebo Iwa (Kebo Taruna).
Beliau melamar menjadi patih di kerajaan Bedahulu, namun tidak diterima begitu saja tanpa melalui ujian kesaktian terlebih dahulu.
Untuk mengukur kesaktiannya, prajurit dan orang-orang yang dianggap sakti di kerajaan Bedahulu termasuk Perdana Menteri Ki Pasung Gerigis, yang sangat terkenal kesaktiannya pun dipanggil ikut mengujinya.
Dalam ujian tersebut, tidak ada yang mampu mengalahkan Kebo Iwa, bahkan banyak yang kehilangan nyawa dari orang-orang yang menguji kesaktiannya.
Akhirnya Kebo Iwa diterima menjadi mahapatih kerajaan Bedahulu.
Baca juga: Pemedek yang Tangkil ke Pura Besakih Membeludak saat Hari Libur dan Weekend
Oleh karena kesaktian Kebo Iwa diukur di Dharmma Hanar, maka dari itulah tempat tersebut sekarang bernama Pura Pengukur-Ukuran dan menurut cerita rakyat, wilayah tempat tumpukan orang-orang yang kehilangan nyawa yang telah menguji kesaktiannya disebut Sawa Gunung dan hingga sekarang wilayah ini bernama Sawa Gunung.
Ada juga versi cerita rakyat yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Sri Astasura Ratna Bumi Banten telah terjadi kegagalan serangan pertama kerajaan Majapahit terhadap kerajaan Bali yang berpusat di Bedahulu dan barulah pada serangan yang kedua, Bali berhasil ditaklukan.
Serta menimbulkan banyak korban prajurit dari kedua belah pihak. Maka dari itu tempat pertempuran yang telah menimbulkan tumpukan mayat tersebut dinamakan Sawa Gunung.
Tahun berdirinya Pura Pengukur-Ukuran Berdasarkan penanggalan yang terdapat pada prasasti Pengukur-Ukuran, yaitu Wraspati Wage Pujut, Penanggalan Ping Lima Sasih Kawulu, Tahun 1116 Caka atau sekitar 12 Februari 1194.