Berita Denpasar

Pengesahan UU TPKS Buat Hari Kartini Lebih Bermakna, Dikawal Ketua DPR RI

Pengesahan UU TPKS Buat Hari Kartini Lebih Bermakna, Dikawal Ketua DPR RI Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Harun Ar Rasyid
ist
Pengesahan UU TPKS Buat Hari Kartini Lebih Bermakna, Dikawal Ketua DPR RI 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April memiliki makna penting bagi perempuan Indonesia.

Kartini adalah simbol perjuangan, kekuatan perubahan, dan emansipasi perempuan Indonesia.

Emansipasi berarti pembebasan dari perbudakan dan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seperti halnya para lelaki.

Emansipasi berarti pula mendapatkan penghargaan yang sudah seharusnya diterima perempuan.

Peringatan hari Kartini yang secara besar-besaran dimulai pada 21 April 1947 identik dengan semangat emansipasi.

Perayaan ini dimaknai sebagai semangat pembebasan perempuan dari belenggu domestikasi dan semangat perjuangan akan kesetaraan peran (sosial dan politik) dalam sistem dan institusi sosial.

Sudah cukup lama makna emansipasi ini berada dalam status quo.

"Kita banyak mendengar kasus kekerasan terhadap perempuan, rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen, dan kita juga banyak melihat sendiri berbagai dampak situasi ekonomi politik, termasuk kebijakan justru makin menyulitkan akses keterjangkauan kaum perempuan," kata Pemerhati Politik, Laurent kepada Tribun Bali, pada Senin 25 April 2022.

Lagi-lagi situasi tersebut, kata dia, membuat kaum perempuan tak punya daya tawar yang kuat dan menjadi kelompok yang paling rentan akan dampak ketidakadilan.

Tahun ini semua status quo ini menguap sekejap karena disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sembilan hari sebelum peringatan momentum hari emansipasi perempuan.

Ada banyak alasan mengapa momen peringatan Hari Kartini kali ini terasa berbeda.

Laurent menyampaikan ada beberapa di antara alasan-alasan itu dalam tiga faktor utama yang juga menjadi refleksi terhadap perjuangan panjang mencapai emansipasi.

Pertama, ialah faktor Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani tak dipungkiri bahwa salah satu kemajuan dukungan kebijakan yang melindungi perempuan ialah keberadaan Puan, di kursi Ketua DPR-RI.

"Gagasan Pembentukan UU TPKS juga dimulai dari keprihatinan Puan karena kasus pemerkosaan yang menewaskan seorang anak perempuan," ucapnya.

UU TPKS hampir satu dekade terombang-ambing tak menentu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved