serba serbi
VIRAL Joget India! PHDI Arahkan Guru Piduka, Apa Maknanya?
Viral sebuah video di TikTok, yang menampilkan sejumlah ibu-ibu berbusana adat Bali.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Viral sebuah video di TikTok, yang menampilkan sejumlah ibu-ibu berbusana adat Bali.
Dengan atasan putih dan bawahan kuning, ibu-ibu ini menari melenggak-lenggokkan tubuhnya di areal pura.
Diketahui, aksi tarian dalam video tersebut dilakukan di Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, Bali.
Baca juga: Yayasan Puri Kauhan Ubud Bersih-bersih Sumber Mata Air di Kawasan Batur
Namun setelah diunggah di media sosial, justru malah tarian ibu-ibu ini menuai kecaman para netizen berujung kontroversi.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Nyoman Kenak, menyayangkan tarian tersebut terjadi di areal pura.
Apalagi terlihat sedikit erotis, namun yang paling disayangkan adalah dilakukan di areal suci atau tempat yang tidak semestinya.
Apalagi tidak terkait ritual.
Baca juga: ARUS Balik Lebaran 2022! Sebanyak 194.522 Penumpang Masuk dan Keluar Bali Melalui Bandara
"Sepintas tarian tersebut kelihatan seperti tari rejang, namun ada bagian yang menunjukkan goyangan cenderung erotis. Tarian yang tidak terkait dengan ritual 'ngayah'seperti misalnya tarian rejang yang sering terlihat di pura," kata Nyoman Kenak, kepada Tribun Bali, pada Minggu 8 Mei 2022.
Video tersebut sontak mendulang beragam komentar netizen.
Nyoman Kenak pun, meminta umat Hindu Bali bijak menyikapi kejadian ini agar menjadi pembelajaran.
Baca juga: BAHAYA Duduk Bungkuk! Bisa Kena Saraf Kejepit!
"Perlu mendapat renungkan dan introspeksi diri dari kita umat Hindu. Karena umat Hindu yang mengetahui batas-batas mana yang boleh dan pantas, serta mana yang tidak boleh dan tidak pantas, seharusnya tidak dilakukan," tegas Kenak.
‘’Keberatan netizen itu menggambarkan bahwa tarian model begitu, yang dibuat untuk konten aplikasi, tidaklah pantas dilakukan di areal pura. Tidak mungkin membebankan semua hal itu pada bendesa dan prajuru atau pecalang, karena mereka juga tidak 24 jam makemit di pura,’’ imbuhnya.
Baca juga: BAHAYA! Ini Dampak Minum Air Putih Terlalu Banyak Sebelum Tidur
Nyoman Kenak menyampaikan, agar umat Hindu bisa membedakan mana yang boleh dan pantas.
Dengan yang tidak boleh dan tidak pantas dilakukan di areal pura.
Menurutnya, informasi tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di areal pura, dan tempat suci serta simbol suci lainnya, masih terbatas.
Maka akhirnya kejadian seperti ini, sangat berpotensi terjadi ke depannya.
Bahkan berpotensi makin banyak terjadi.
Baca juga: Yayasan Puri Kauhan Ubud Bersih-bersih Sumber Mata Air di Kawasan Batur
"Apalagi wisatawan-wisatawan asing dan domestik yang notabene bukan semeton Hindu. Selain bisa dilakukan oleh wisatawan asing maupun nusantara, potensi hal serupa juga dilakukan oleh umat Hindu sendiri yang seharusnya lebih tahu dan menjaga kesucian areal pura kita," ungkapnya.
Kenak menambahkan, sesama umat Hindu dari berbagai lembaga, seperti pangempon dan penyungsung pura, desa adat, dadya, pesemetonan.
Organisasi Hindu untuk bersama-sama introspeksi, dan memperluas edukasi tentang bagaimana simbol dan tempat suci Hindu di Bali.
Dan untuk mengembalikan kesucian tempat-tempat suci itu, dari perilaku yang tidak pantas dan bisa ngaletehin, mencemari kesuciannya.
para pelaku mesti ngaturang upacara seperti guru piduka dan ritual lain yang diperlukan, sebagai sanksi dan kewajiban atas kesalahannya.
Baca juga: Rekrutan Anyar! M. Ridho Adaptasi Cepat Menjadi Tantangan
"Mesti kita jaga dari perilaku yang tidak sesuai dan tidak pantas. Mari kurangi menghakimi mereka yang perilakunya kurang tepat, tapi menyadarkan dan mengajak kembali menghargai dan menjaga kesucian tempat suci umat Hindu secara sadar dan bertanggung jawab. Kalau edukasi terus ditingkatkan, ke depan kejadian-kejadian seperti ini bisa berkurang,’’ pungkas dia.
Lalu apa upacara guru piduka?
Guru piduka, adalah salah satu upacara dalam Hindu atau upacara yadnya.
Yang tujuannya, mapakeling atau permohonan maaf. Semisal untuk kembali mengembalikan kesucian sebuah pura dan lain sebagainya.
Biasanya saat menghaturkan banten ini, akan dibarengi oleh pemangku atau orang yang telah diekajati, atau madwijati. (*)