Berita nasional

AKHIR Dari Virus Covid-19, Ini Kata Prof. Mahardika!

Presiden Joko Widodo, telah mengizinkan masyarakat membuka masker saat berada di luar ruangan.

Podacst Tribun Bali
Ahli Virologi Universitas Udayana Bali, Prof. Dr. drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika 

 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Presiden Joko Widodo, telah mengizinkan masyarakat membuka masker saat berada di luar ruangan.

Namun dikecualikan, bagi yang memiliki gejala penyakit bawaan atau komorbid.

Lansia juga tetap disarankan menggunakan masker.

Apalagi orang sakit, seperti flu dan batuk agar tidak menyebarkan penyakit maka harus tetap pakai masker.

Baca juga: DAGANG Masker Denpasar Merugi, Pasca Jokowi Umumkan Boleh Tanpa Masker!

Ahli Virus Universitas Udayana Bali, Prof Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, buka suara ihwal pernyataan Presiden Jokowi kemarin. 

Bukan lagi sependapat.

Bahkan guru besar Unud ini, mengemukakan dari jauh-jauh hari.

Kala waktu awal Covid-19 melanda.

Baca juga: Dagang Masker Harap-Harap Cemas! Pasca Pengumuman Presiden Jokowi

Pihaknya telah menyampaikan, bahwa di wilayah Indonesia.

Khususnya saat berada di luar ruangan, bisa tanpa masker.

Ia mengakui, tatkala pandemi masih mewabah, tanpa masker memang memiliki resiko terpapar.

Namun jika di luar ruangan, dan tetap jaga jarak maka resiko terpapar juga rendah.

Apa alasannya ?

Baca juga: Pemerintah Longgarkan Kebijakan Pakai Masker, Jokowi: Tetap Pakai Masker Bagi yang Komorbid

“Indonesia merupakan wilayah dengan iklim panas dan lembab.

Virus tidak akan bertahan lama, pada open space (ruang terbuka).

Jadi memang bukan berarti zero resiko, tetapi resiko rendah.

Dari awal Covid-19, sudah sering saya sampaikan.

Bahwa tidak apa-apa tanpa masker di ruangan terbuka,” kata Prof. Ngurah Kade Mahardika kepada Tribun Bali, Rabu 18 Mei 2022.

Ilustrasi Coronavirus Covid-19.
Ilustrasi Coronavirus Covid-19. (Pixabay)

Berbanding terbalik, dengan aktivitas di dalam ruangan dan ber-AC.

Seperti mall dan sebagainya.

Maka Prof. Mahardika mengatakan, bahwa ruangan ber-AC dan kering.

Sangat berpotensi, membuat virus bakal lebih tahan di udara.

Hal inilah yang perlu diketahui.

Baca juga: DAGANG Masker Denpasar Merugi, Pasca Jokowi Umumkan Boleh Tanpa Masker!

“Di ruangan tertutup, ber-AC, kelembaban rendah, kering, suhu rendah, virus lebih tahan lama, apalagi over crowded keramaian, itu resikonya jauh lebih tinggi,” kata dia.

ruangan ber-AC
ruangan ber-AC

Bagaimana perkembangan Covid-19.

Saat ini dijelaskan Prof Mahardika, bahwa sejak bulan Maret 2022.

Kasus cenderung konsisten stabil, yang artinya rendah tidak ada lonjakan.

Dalam kata lain, disebutkannya, pandemi Covid-19 terkendali.

Namun jangan terlalu senang dan lengah.

Ia berkata tak boleh berpuas diri dulu.

Baca juga: JOKOWI Longgarkan Penggunaan Masker! Bandara Ngurah Rai Terapkan Aturan Baru

“Presiden pasti sudah memikirkan pertimbangan.

Bagaimana resiko terhadap letupan jumlah orang, yang perlu perawatan di rumah sakit.

Hanya saja, apakah ini berlangsung lama, perlu dipantau 3 bulan.

Paling tidak asumsi mulai menurun, akhir Maret sehingga dipantau 3 bulan berikutnya apakah kondisi konsisten semakin membaik,” ujar dia.

masker pandemi Covid-19
masker pandemi Covid-19

Masyarakat Indonesia, kata dia, agaknya patut bersyukur.

Banyak hal yang menyumbang penurunan kasus Covid-19.

Pertama, mendapat anugerah suhu yang panas dan lembab.

Kedua, vaksinasi Covid-19 yang percepatannya gencar dilakukan dan PPKM.

Dan ketiga ialah alam dan Omicron.

Virus Omicron
Virus Omicron

 

“Kenapa Omicron?

Karena Omicron menyediakan vaksin alami.

Malam ini pergilah ke tempat ibadah masing-masing, untuk puji syukur end of the game.

Omicron muncul ini, kemungkinan jackpot umat manusia, pandemi akan berakhir,” tegasnya.

Baca juga: DAGANG Masker Denpasar Merugi, Pasca Jokowi Umumkan Boleh Tanpa Masker!

Lantas kapan pandemi di Indonesia akan menjadi endemi.

Menurutnya, ada dua hal yang perlu diketahui dari endemic.

Dari factor scientific, dan politis serta peran WHO dan pemerintah dalam hal ini.

Baca juga: Dagang Masker Harap-Harap Cemas! Pasca Pengumuman Presiden Jokowi

“Endemi per definisi scientific, kita perlu memantau paling tidak dalam periode tertentu.

Tidak bisa hanya satu hari, satu bulan, minimal 3 bulan.

Jadi bisa dipantau perkembangannya setiap 3 bulan.

Secara politis, ada dimensi lain yang tidak bisa saya sampaikan.

Umumnya ada peran WHO, dan Pemerintah Indonesia.

Bisa saja tidak hanya melihat keadaan sekarang.

Tetapi melihat resiko semua penduduk satu negara, tapi ada penduduk negara lain yang masih memiliki resiko.

WHO harus melihat secara keseluruhan,” paparnya.

Baca juga: JOKOWI Longgarkan Penggunaan Masker! Bandara Ngurah Rai Terapkan Aturan Baru

Prof. Mahardika mengungkapkan, bahwa dirinya sempat terpapar Covid-19 varian Omicron.

Tapi itu tidak dikhawatirkannya, karena Omicron merupakan jackpot akhir dari pandemic Covid-19.

“Saya pernah kena Omicron, hanya sakit ringan dua hari, hari ketiga sudah diminta wawancara media tv nasional, saya optimis, jackpot itu muncul dan terbukti,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved