Berita Denpasar

Pihak Bule Australia Pengelola Yayasan LHB di Bali Bantah Selewengkan Dana Donasi Pandemi

Pihak Bule Australia Pengelola Yayasan LHB di Bali Bantah Selewengkan Dana Donasi Pandemi, Berikan Klarifikasi Ini

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Harun Ar Rasyid
ist
ILUSTRASI 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Yayasan LHB di Kawasan Glogor Carik, Denpasar Selatan yang dikelola Warga Negara Asing (WNA) Australia bersama warga lokal membantah penyelewengan dana donasi sebesar Rp 19 Miliar atas tudingan oknum sesama WN Australia di Bali.

Pihak Yayasan LHB dipanggil oleh Kelihan Dinas Banjar Gelogor Carik, Desa Pemogan Denpasar Selatan (Densel) Ketut Budiarta alias Jarot dan Kelihan Adat Gelogor Carik I Made Suara, termasuk inisiator LHB, AR asal Negara Australia dan suaminya DA beserta staffnya.

Saat memberikan klarifikasi untuk meluruskan permasalahan, suami dari AR (WN Australia), DA (Seorang WNI,-red) menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki unit motor Harley, rumah mewah, Villa dan restaurant hasil penyelewengan dana donasi charity pandemic COVID-19.

“Mengenai villa saya tidak memiliki villa, termasuk motor Harley dan restaurant, saya hanya mengontrak rumah sampai sekarang, kalau motor Scoopy dan Vario saya ada, kalau Harley saya gak ada,” ungkap DA saat dijumpai Tribun Bali di Balai Banjar Glogor Carik, pada Sabtu 11 Juni 2022.

DA turut menunjukkan salinan akta pendirian yayasan LHB tertanggal 14 Juli 2021 Nomor 02, dimana tertuang dalam Notaris/PPAT Kabupaten Badung I Nyoman Wijaya, SH., M.Kn., berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI tanggal 19 Desember 2005 Nomor : C-524.HT.03.01-Th.2005, dan berdasarkan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Tanggal 01 September 2008 Nomor 9-XVII-PPAT-2008.

“Untuk kegiatan-kegiatan sosial, kami juga sudah komunikasi dengan Dinas Sosial dan kami sudah memiliki izin yayasan, sebenarnya charity ini spopntanitas saat awal pandemic lalu, kami melihat Bali benar-benar terpuruk,” terangnya.

Staff Yayasan LHB, Sandi juga bersaksi bahwa yayasan LHB secara terbuka dan bertindak transparan sesuai prosedur pengumpulan dana dari para donator hingga penyaluran kepada warga yang menjadi sasaran bantuan.

Dikatakan dia, awal mula charity ini hanya 3-4 bulan berjalan, namun karena tingginya animo masyarakat baik warga negara Australia dari teman A dan disebar di media sosial di sana maupun warga di Indonesia maka charity diperpanjang dan kemudian dibentuklah Yayasan LHB untuk menanungi dan mengelola donasi tersebut agar tidak illegal.

Menurutnya, tudingan-tudingan penyelewengan tersebut bersumber dari pihak-pihak yang merasakan kecemburuan sosial dari Yayasan LHB.

“Tuduhan itu bisa saja karena kecemburuan sosial. Soal dugaan penyelewengan dana Rp19 miliar, kepemilikan villa, restaurant, butik, hingga motor Harley, saya berani jamin itu 100 % tidak benar. Sebab, saya juga ikut di lapangan jadi saya tahu bagaimana yayasan ini berjalan, setiap kita dapat donasi kita langsung bergerak, buku catatan, hingga foto sudah kami kirim ke pihak pemberi donasi, celah korupsi saya yakin gak bisa,” tuturnya.

Sementara itu, menjawab isu dugaan pemeriksaan oknum polisi di Australia terhadap yayasan LHB yang dikelola A, disebutkan bahwa hal itu tidaklah benar. Namun, A justru melaporkan balik polisi Australia yang dimaksud karena diduga polisi di Australia tersebut hanya oknum relasi si pelapor bukan dari instansi kepolisian.

“Kita buat dua rekening, baik lokal dan di Australia, supaya ada jalan orang Australia agar bisa ikut menyumbang dan juga orang Indonesia menyumbang dan syarat yayasan harus memiliki rekening. Untuk isu polisi Australia mengecek itu tidak benar,” bebernya.

Saksi lain, Staff LHB Putu AB menyatakan bahwa sejatinya masalah ini sudah clear dari 8 bulan yang lalu namun malah mencuat kembali, yayasan LHB pernah diperiksa atau diaudit di Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali namun laporan itu tidak terbukti.

“Sebenarnya kita sudah pernah diperiksa (audit) di Ditreskrimsus Polda Bali, kita (yayasan) bersih saat diperiksa, tidak ada masalah dan tidak terbukti dan sudah clear, itu laporannya dari Jakarta dilimpahkan ke Polda Bali,” katanya.

Staff LHB yang mengurus paket donasi, Gek Yuni, mengakui bahwa sudah ada rincian daftar harga untuk paket sumbangan ke para penerima.

Bahkan, dengan paket senilai Rp 900 ribu, disebutnya telah memiliki isi bantuan merata dan jelas.

Lebih dari itu, setiap pembelian paket dan para penerimanya akan difoto dan dikirimkan bukti-buktinya ke para donatur.

ILUSTRASI
ILUSTRASI (ist)

“Ada paket Rp 900 ribu, seperti berisi 25 Kg beras, 60 telor, 2 liter minyak, 1 box mie, termasuk bawang merah/putih, cabai, tomat, tempe, pencuci piring, sabun, sampo, uang cash Rp50 ribu, dan lain-lainnya. Impossible kalau paket itu disebut Rp 300 ribu, dan tidak ada kami pangkas dari Rp900 ribu menjadi Rp300 ribu, namun ada donasi umum di luar paket seperti rp 100 ribu dan Rp 150 ribu juga kami belanjakan paket senilai itu,” ucap Yuni, yang sehari-hari mempersiapkan paket di yayasan LHB ini.

“Bantuan lain selain sembako, ada bedah rumah, bantuan kursi roda, kesehatan, lalu di bidang Pendidikan, tidak hanya di Denpasar Badung saja melainkan seluruh Bali,” imbuhnya

Staff di yayasan LHB, Gek Cahaya menerangkan, bahwa A tidak memiliki restaurant melainkan hanya warung makan dengan harga standar kurang lebih Rp 15.000 s.d. Rp 30.000.

“Ibu A mengontrak warung dan tidak ada restaurant, ibu juga sudah banyak membantu kami selama pandemi dan kami merasa hutang budi juga,” terangnya.

Menutup pertemuan itu, Kelihan Dinas Glogir Carik, Jarot menambahkan bahwa dalam hal ini pihaknya memfasilitasi atas pemberitaan yang beredar sebuah Yayasan di wilayah binaannya yang tersandung kasus dugaan penyelewengan tersebut, sehingga ia berinisiatif memanggil pihak Yayasan LHB untuk memberikan klarifikasi supaya masalah tidak berlarut.

“Sebagai orangtua di Banjar Gelogor Carik ini, saya sangat bersyukur kepada A, karena beliau sangat peduli bukan hanya untuk warga Gelogor Carik saja, tapi semua umat. Hanya karena kebetulan dia mengontrak di Bali, di Gelogor Carik, ya tentu kami akan cari solusi. Lewat kejadian ini menjadi pembelajaran bersama, mari kita cari benang merahnya,” ujarnya.

“Jadi tujuannya mengklarifikasi, memang benar apa yang disampaikan A soal bedah rumah, memang ada warga saya. Beli (beri ke warga Pemogan-red) kursi roda ada, sumbangan sembako, dan lainnya. Ini sosial dan kemanusiaan, diingat atau tidak diingat hanya Tuhan yang bisa membalas,” sambung Jarot

Sebelumnya diberitakan Tribun Bali, dugaan penggelapan dana donasi sosial atau charity dilakukan oleh sebuah Yayasan milik warga negara Australia di Kota Denpasar, Bali dengan nominal mencapai sekitar 19 Miliar Rupiah yang dikumpulkan oleh para donatur di negara Australia selama 2 tahun pandemi.

Dugaan penggelapan dana bansos ini dilakukan oleh WN Australia yang bermukim di Denpasar, Bali bersama pasangannya yang merupakan seorang WNI.

Warga Australia, melalui juru bicaranya RB, mengungkapkan bahwa dari hasil penelusuran, dana Rp 19 miliar itu tidak semuanya disalurkan kepada masyarakat Bali yang terdampak COVID-19, namun hanya sebagian yang didistribusikan berupa paket sembako namun Sebagian lainnya diduga untuk kepentingan konsumsi pribadi.

Kasus ini juga diselidiki pihak kepolisian di Australia. Dikatakan RB, Yayasan tersebut sampai saat ini menghimpun dana dari para donatur di Australia.

Para donatur menyalurkan donasi lewat dua rekening. Satu rekening bank di Indonesia dan satu rekening bank di Australia.

Dugaan penggelapan ini mencuat setelah beberapa donatur mencari tahu secara langsung kondisi di Bali.

Ternyata didapati AR pihak yang meminta sumbangan, yang mengaku tidak memiliki apa-apa ternyata memiliki dua toko baru berupa butik dan warung makan, selain itu harta berupa rumah mewah dan unit Harley Davidson.

"Saat awal AR datang menghimpun dana di Australia mengaku dirinya sudah tidak punya uang lagi. Selain itu AR menggambarkan Bali miskin dan menyedihkan. Hal itulah yang menggaet banyak donatur untuk memberikan bantuan. Saat Covid-19 berkecamuk justru AR bisa punya dua toko, butik, dan warung makan," ungkap RB saat dijumpai di Kawasan Kuta, Badung, Bali, pada Selasa 31 Mei 2022.

“Charity ini bisa dijadikan lahan utnuk orang mendapatkan keuntungan pribadi, mereka melakukan mengatasnamakan Bali digambarkan penuh kesedihan, kesulitan ditampilkan di facebook untuk menggaet donator, mengeksploitasi anak-anak dan orang berkesusahan,” imbuhnya

Para donatur merasa ada yang janggalan, seperti di Australia AR mengatasnamakan Yayasan tersebut menjual satu paket donasi seharga Rp 900.000, namun saat di Bali justru sembako yang didistribusikan tidak lebih dari Rp 300.000.

"Mestinya orang berdonasi itu harus menjual sebagian dari harta miliknya untuk dibagikan kepada orang yang membutuhkan. Ini malah menggaet dana dari orang lain untuk memperkaya diri sendiri. Saya merasa ini modus untuk mendapatkan uang," beber dia.

RB yang mengaku sudah bersurat dan berkoordinasi dengan kepolisian di Bali agar mengusut kasus ini agar modus ini tidak merajalela.

"Saya sudah bersurat dan konsultasi ke polisi, juga berharap agar warga Australia yang memiliki rasa empati terhadap masyarakat Bali untuk selektif dalam memilih yayasan untuk memberikan dana bantuan," pungkasnya. (*)

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved