Berita Denpasar

Masyarakat Intaran Sanur Gelar Aksi Damai Terkait Pembangunan Terminal LNG, Ini Tanggapan DPRD Bali

Masyarakat Intaran Sanur Gelar Aksi Damai Terkait Pembangunan Terminal LNG, Ini Tanggapan DPRD Bali

Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Wahyuni Sari
Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Bali A.A. Ngurah Adhi Ardhana, beserta jajarannya menerima audiensi dari masyarakat Desa Intaran yang datang kedepan Gedung DPRD Provinsi Bali pada, Selasa 21 Juni 2022. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Masyarakat Desa Adat Intaran Sanur melakukan aksi damai di depan Gedung DPRD Provinsi Bali, pada Selasa 21 Juni 2022.
Aksi damai tersebut dipimpin oleh Bendesa Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana.

Setelah menunggu hampir satu jam, seluruh masyarakat Desa Adat Intaran diterima oleh Komisi 3 DPRD Provinsi Bali.

Gung Alit dalam audiensinya mengatakan, bukan pembangunannya yang masyarakat tolak melainkan tempat yang akan digunakan untuk pembangunannya.

"Kenapa sudah disampaikan dalam Perda ada di Benoa, kenapa dibawa ke Hutan Mangrove Muntig Siokan. Sudah jelas apa yang terjadi di kawasan kami kalau itu betul-betul terjadi. Hari ini kami hadir dengan masyarakat kami yang baru 7 persen. Tetapi kita lihat apakah anggota dewan yang terhormat akan sama aspirasinya dengan masyarakat," ungkapnya.

Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Bali A.A. Ngurah Adhi Ardhana, beserta jajarannya menerima audiensi dari masyarakat Desa Intaran yang datang kedepan Gedung DPRD Provinsi Bali pada, Selasa 21 Juni 2022.
Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Bali A.A. Ngurah Adhi Ardhana, beserta jajarannya menerima audiensi dari masyarakat Desa Intaran yang datang kedepan Gedung DPRD Provinsi Bali pada, Selasa 21 Juni 2022. (Tribun Bali/Wahyuni Sari)

Ia mengatakan sudah datang dengan banyak orang dan besar harapannya agar aspirasinya terkait LNG dapat dilanjutkan.

"Kita melihat kalau LNG terjadi, yang akan dikeruk 3,3 juta meter kubik di depan kawasan kita. Yang akan terjadi tentunya hutan mangrove akan dibabat. Anggota dewan pasti sudah tahu fungsi hutan mangrove. Hutan mangrove fungsinya menyerap karbon, menghindari tsunami, tempat biota laut hidup. Kalau itu sampai habis bagaimana? Kita tidak melarang pembangunan, kita setuju pemerintah membuat pembangunan asalkan tidak menghancurkan alam," tambahnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, gubernur sendiri sudah menyapaikan terkait konsep pembangunan Sad Kerthi Loka Bali.

Dimana dalam konsep tersebut harus bersahabat dengan alam.

Ia pun sangat mendukung konsep pembangunan tersebut sesuai dengan arahan Gubernur Bali.

"Lakukan saja di Benoa tidak akan ada yang protes dan melawan, tapi begitu bergeser, lingkungan akan hancur dan masyarakat kesulitan," paparnya.

Ia juga menyampaikan apa yang sudah ada dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang tata ruang, pasal 33 huruf E terkait pemantapan terminal LNG di

Pelabuhan Benoa, dengan harapan itu tetap dilangsungkan, jangan direvisi.

Menanggapi aksi damai tersebut, Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Bali A.A. Ngurah Adhi Ardhana saat menerima masyarakat Intaran, mengatakan, “apa yang disampaikan oleh Jero Bendesa Gung Alit, pada dasarnya kami yang juga bagian dari Sanur dan juga bermasyarakat di Sanur, tentunya mencermati dengan sangat atas apa yang berkembang. Memang sejatinya saya sendiri baru memahami pada saat Gung Suyoga (anggota Komisi 1 DPRD Provinsi Bali asli Sanur) menyampaikan hal ini pada 22 Mei 2022 kemarin. Jadi saya sendiri terkejut sebagai Ketua Komisi 3 yang membidangi kaitan pembangunan infrastruktur termasuk energi.”

Ia mengatakan tengah berupaya memahami informasi LNG.

Dengan akan diajukannya raperda (rancangan peraturan daerah) tentang tata ruang yang diakibatkan atau diwajibkan atas dasar Undang-undang Cipta Kerja, yang mewajibkan penggabungan antara tata ruang daratan dengan tata ruang perairan perairan.

Jadi RTRWP dengan RZWP3K ini dikaitkan dengan kewenangan Provinsi Bali.

"Sebelum diajukan kita sudah mulai untuk memahami apa saja yang muncul dan mesti diintegrasikan secara aturan, bahwa tata ruang kajian teknisnya sudah selesai tinggal mengintegrasikan kecuali ada isu-isu tertentu contohnya Bandara. Ini kajian hukumnya sudah dipenuhi misalnya Bandara Bali Utara nike misalnya mau dibawa ke timur, ke barat tetap memperhitungkan Bed Load," tambahnya.

Ia juga mengatakan hal tersebut juga dapat dikaitkan dengan pembangunan LNG ini.

Dimana pada RTRW 2009 yang diperbaiki menjadi disahkan pada tahun 2020.

Pada RTRW tersebut ada infrastruktur di tengah mangrove dan tergambarkan infrastruktur tersebut berupa pipa gas.

Lalu untuk mengintegrasikan pipa gas tersebut muncullah terminal khusus agar pipa gas bisa bermanfaat.

"Akibat itu muncullah pemikiran perusahaan daerah (prusda) tersebut. Di dalam perjalanan kami sudah memanggil mereka (Prusda), Kota Denpasar, PLN. Satu titik yang saya tekankan mangrove itu sudah menjadi pusat perhatian dan pelindung Pulau Bali tentunya tidak serta merta bisa dibabat. Kalau pun memang sangat diperlukan tentu harus ada pengganti sehingga fungsionalnya berjalan dengan baik," paparnya.

Lalu penekanan selanjutnya juga pada pelaksanaannya.

Jika Terminal Khusus itu dibangun di sana, lalu ada dermaga, ia juga menekankan bahwa tentunya ia tidak menyetujui hal tersebut.

"Saya pun tidak setuju, karena tentunya akan merubah tatanan kehidupan kita yang sudah berlangsung selama ini. Dimana kita berkehidupan menggunakan pantai dan pesisir. Oleh karenanya pada saat rapat tersebut kami sudah sampaikan beberapa alternatif untuk bicarakan ke Kota Denpasar. Kalaupun tidak ada solusi bahwa DPRD siap digantung, siap dicabut saya sendiri siap dicabut, diberhentikan," pungkasnya.

Lalu pada perkembangan berikutnya, Prusda kepemilikannya adalah 100 persen pada Pemerintah Provinsi Bali atau saat ini diberikan nama Perumda yang menghadap pada Gubernur.

Sementara itu, Gubernur Bali menurutnya juga menyampaikan, tidak ada istilah bahwa pelaksanaan (pembangunan LNG) yang akan dilakukan ataupun mungkin tidak dilakukan, tidak boleh menganggu tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dan tidak boleh melanggar konsep pembangunan Sad Kerthi Loka Bali.

"Saya mohon jangan meragukan kita-kita yang akan membahas tata ruang niki (ini), Jangan sampai ida dane (kalian) ragu. Saya seorang insiyur paham sepaham-pahamnya bahwa LNG produk yang baik, kalau kebaikan ini akan merusak tentunya akan jadi bodoh," terangnya.

Menurutnya banyak jalan dan cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yanh dikaitkan dengan pembangunan LNG.

Sementara untuk terminal khusus di Benoa tidak akan direvisi.

Hanya saja tinggal menentukan bagaimana arah dan polanya.

Baca juga: Krama Desa Adat Intaran Sanur Metangi, Tolak Pembangunan Terminal LNG di Muntig Siokan

Penjelasan PT. Dewata Energi Bersih

Sementara itu, PT. Dewata Energi Bersih sebelumnya menggelar jumpa pers di halaman belakang kantor Perusahaan Daerah Provinsi Bali yang berlokasi di Jalan Kamboja, Denpasar, Bali, pada Senin 20 Juni 2022.

Jumpa pers digelar dalam rangka menjawab isu dan disinformasi yang berkembang di masyarakat terkait pembangunan terminal LNG di Denpasar, Bali.

Salah satu pembahasan utama adalah mengenai payung hukum yang kemudian menjadi pertimbangan pemilihan lokasi pembangunan terminal LNG.

Ida Bagus Ketut Purbanegara, Humas PT. Dewata Energi Bersih (DEB) menjelaskan, pemilihan lokasi pembangunan terminal LNG berdasarkan peta blok dari Dinas

Kehutanan yang kemudian disesuaikan dengan Perda No. 8 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar.

“Untuk di darat dulu ya. Kenapa ada di Sidakarya, karena di sana berdasarkan peta blok dari Dinas Kehutanan, di sana ada yang namanya blok khusus.”

“Kemudian kita sesuaikan dengan Perda No. 8 RTRW Kota Denpasar Tahun 2021, di peta sebarannya, itu jelas disebutkan bahwa di sana, di Setra Desa Sidakarya itu adalah tempat yang memang ditetapkan berdasarkan perda untuk pembangunan infrastruktur dan jaringan gas. Jadi secara payung hukumnya, itu muncul dari Perda No. 8 RTRW Kota Denpasar,” ujar Purba Negara.

Pembangunan terminal LNG yang juga menyangkut kawasan perairan, Ida Bagus Ketut Purbanegara turut menjelaskan, pembangunan terminal LNG sudah sesuai dengan RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil) Provinsi Bali.

“Kalau berbicara laut, sebenarnya ini bukan domain Perda 8 lagi. Itu adalah domain daripada Kementerian Kelautan. Berdasarkan RZWP3K Provinsi Bali, di lokasi tahura merupakan area zona pelabuhan, area offshore.”

“Bahwa area offshore, area pantai, di lokasi tahura merupakan area zona pelabuhan sesuai RZWP3K Provinsi Bali. Sehingga sudah sesuai untuk kegiatan terminal LNG,” terang Purba Negara saat jumpa pers pada Senin 20 Juni 2022.

Mengenai dampak lingkungan, Humas PT. Dewata Energi Bersih (DEB), Ida Bagus Ketut Purba Negara menerangkan, dampak lingkungan pasti muncul.
Hanya saja besaran nilai yang beredar di masyarakat tidak sesuai dengan kalkulasi PT. Dewata Energi Bersih (DEB).

Seperti misalnya alih fungsi hutan mangrove.

Sebelumnya telah beredar isu di masyarakat bahwa hutan mangrove seluas 16 hektare akan dibabat guna pembangunan terminal LNG.

“Risiko dampak lingkungan itu memang pasti akan muncul. Pertanyaan itu pasti akan muncul. Hanya saja, yang kita khawatirkan adalah, jangan kemudian ada informasi yang jauh melenceng dari yang memang direncanakan dalam kegiatan ini,” ungkapnya.

Ia menambahkan, luasan blok khusus itu memang 16 hektare secara keseluruhan.

Dari jumlah 16 hektare tersebut, yang dimohonkan hanya sebanyak 8 hektare.

“Tapi yang kita manfaatkan itu 3 hektare. Jadi jangan kemudian di masyarakat itu ada bahasa ‘Pembabatan Hutan Seluas 16 Hektare’ itu tidak ada,” jelas Purba Negara.

Lebih lanjut, dirinya mengaku telah berkoordinasi dengan pihak - pihak terkait guna mengkondisikan kembali alih fungsi hutan mangrove yang akan dibangun terminal LNG (Liquefied Natural Gas). (*)

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved