Berita Badung
TERNYATA GUA THE CAVE Tidak Kantongi Izin, Ini Penjelasan DPMPTSP Pemkab Badung
Meski sudah dipastikan jika gua, yang digunakan Restoran The Cave bukan cagar budaya. Namun The Cave di Pecatu ternyata tidak ada izin.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Meski sudah dipastikan jika gua, yang digunakan Restoran The Cave bukan cagar budaya.
Namun The Cave yang berada pada area Hotel The Edge, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, ini ternyata tidak memiliki izin.
The Cave sebelumnya secara resmi dinyatakan, bukan Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB).
Namun pihak manajemen, tidak semena-mena bisa buka begitu saja gua itu kembali.
Pasalnya sampai saat ini, pihak manajemen The Cave belum mengurus izin.
Sehingga sudah dipastikan restoran tersebut tidak mengantongi izin.
Baca juga: SAH! Gua The Cave Bukan Cagar Budaya, Ini Hasil Kajian Teknis Disbud Badung
Baca juga: GUA THE CAVE Tawarkan Paket Makanan Seharga Rp 1,3 Juta Per Orang

Bahkan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP Badung), Pemkab Badung sampai Senin 1 Agustus 2022 juga belum menerima permohonan izin.
Dari usaha restoran The Cave tersebut.
Meski proses permohonan izin, bisa melalui aplikasi secara online.
Kepala DPMPTSP Badung, I Made Agus Aryawan, juga tidak menampik hal tersebut.
Saat dikonfirmasi Tribun Bali, pihaknya mengaku sampai saat ini belum ada pengajuan pengurusan izin dari manajemen The Cave.
"Sebenarnya tim teknis kami sudah melakukan pengecekan ke lapangan, dengan Satpol PP dan dinas terkait.
Sejak berkembangnya informasi gua, yang digunakan restoran tersebut.
Tapi memang saat itu masih dilakukan kajian," katanya Agus Aryawan.
Baca juga: GUA THE CAVE di Pecatu Kembali Akan Dicek Disbud Badung dan Tim Cagar Budaya
Baca juga: GUA THE CAVE Kemungkinan Akan Beroperasi Lagi Sebab Bukan Cagar Budaya

Lanjutnya, setelah kajian Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung dilakukan dan telah mengeluarkan surat keterangan tanggal 25 Juli 2022.
Dinyatakan bahwa gua The Cave itu, yang dimanfaatkan untuk restoran bukan merupakan obyek yang diduga cagar budaya (ODCB).
Semua itu pun, berdasarkan kajian teknis dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali.
Bersama tim dari Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
Serta Perkumpulan Ahli Arkheologi Indonesia (IAAI) Komda Bali-NTB-NTT.
"Meski bukan ODCB kami tidak semena-mena mengeluarkan izin.
Kami proses izin kan sesuai dengan permohonan," tegasnya.
Disinggung kemungkinan terbitnya izin usaha Restoran The Cave Pecatu, setelah Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung menyatakan gua itu bukan ODCB.
Agus Aryawan dengan tegas menyatakan, bahwa semua itu tergantung pada hasil kajian dari dinas teknis.
Menurutnya mekanisme perizinan, berusaha saat ini diterbitkan berdasarkan kewenangan berjenjang dari pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Bali, atau Pemerintah Kabupaten Badung.
Serta berdasarkan tingkat resiko dan skala kegiatan usaha, yang diproses melalui sistem Online Single Submission (OSS).

"Jika restoran yang akan dimohonkan izinnya tergolong usaha resiko rendah, atau menengah rendah dengan skala kegiatan usaha mikro/kecil.
Maka izin usaha akan terbit otomatis tanpa verifikasi.
Sedangkan untuk usaha dengan resiko menengah tinggi, atau tinggi maka perlu kajian teknis dan verifikasi dari dinas teknis yang membidangi dari aspek tata ruang, aspek lingkungan hidup, dan aspek teknis bangunan, sebelum kami validasi dan terbitkan izinnya secara online," jelasnya.
"Contohnya begini, jika itu masuk resiko menengah tinggi, untuk izin tata ruang akan masuk otomatis ke PUPR.
Begitu juga Lingkungan hidup ke DLHK.
Setelah mereka sudah mengkaji dan lolos, baru izinnya itu ke kami," sambungnya.

Lebih lanjut Agus Aryawan menjelaskan, terdapat 3 persyaratan dasar perizinan berusaha untuk usaha resiko menengah tinggi dan tinggi.
Yaitu kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR).
Persetujuan lingkungan serta persetujuan bangunan gedung (PBG).
Dan/atau sertifikat laik fungsi (SLF).
Ketiga persyaratan dasar inilah, yang wajib dipenuhi dan diverifikasi oleh dinas teknis sebelum pihaknya menerbitkan izin usaha.
"Pelaku usaha juga harus memenuhi kewajiban yang ditetapkan sesuai norma standar pedoman dan kriteria (NSPK).
Diantaranya sertifikat laik hiegenis dan sertifikat standar usaha (SSU)," sebutnya.
Pihaknya mengakui, jika kondisi di lapangan sangat berbeda.
Pasalnya tidak bisa dipungkiri, bahwa keunikan gua yang dipakai Restoran The Cave menjadi daya tarik tersediri bagi wisatawan dan strategi pemasaran oleh pelaku usaha.
Namun perlu diketahui bahwa bagi pelaku usaha, yang akan berinvestasi dan menjalankan kegiatan usaha wajib memiliki izin usaha dan izin lainnya sebagai legalitas memulai usaha.
Membangun dan operasional/komersial usaha.
Begitu juga untuk usaha Restoran The Cave yang dibangun dalam gua.
Maka pihaknya menyatakan perlu kajian kelayakan teknis, dari berbagai aspek yang dituangkan dalam sertifikat laik fungsi (SLF).
Termasuk pertimbangan dari aspek keamanan, dan keselamatan bagi pengunjung.
Aspek keamanan dan keselamatan inilah menjadi pertimbangan yang sangat penting oleh dinas teknis dalam menerbitkan kajian teknis.

"Walaupun Restoran The Cave berada dalam kawasan hotel The Edge.
Namun izin usahanya tidak menjadi satu kesatuan dengan izin yang dikantongi sebelumnya yakni izin Hotel The Edge," tegasnya.
Lebih lanjut, Agus Aryawan mengimbau agar pelaku usaha segera mengurus perizinan berusaha.
Sehingga Pemerintah Kabupaten Badung melalui dinas teknis, yang membidangi akan memberikan arahan dan bimbingan, agar usaha yang dijalankan memiliki kepastian hukum.
"Kalau sudah tertib izin dan tidak melanggar hukum.
Tentu akan merasa nyaman dalam keberlanjutan berusaha di wilayah Kabupaten Badung," tegasnya.
Seperti diketahui, Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Badung menyatakan bahwa gua yang berada di areal Hotel The Edge, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan.
Di mana yang difungsikan sebagai sarana wisata berupa Restoran The Cave, bukan merupakan objek yang diduga cagar budaya (ODCB).
Bahkan Kepala Disbud Badung, I Gd Eka Sudharwita, mengungkapkan berdasarkan kajian teknis gua tersebut awalnya merupakan rongga yang ada di dalam tanah.
Kajian itu pun katanya, juga sudah berdasarkan kajian teknis dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali.
Bersama tim dari Program Studi Arkeologi Fakultas IImu Budaya Universitas Udayana, dan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Bali-NTB-NTT. (*)