Polisi Tembak Polisi
Kasus Brigadir J Seret 63 Personel Polisi, Kini Ferdy Sambo Dilaporkan Ke KPK Atas 3 Dugaan Suap
63 Personel Polisi terseret Kasus kematian Brigadir J. Kini Irjen Ferdy Sambo, dilaporkan ke KPK atas tiga dugaan suap terkait kasus tewasnya .
TRIBUN-BALI.COM - Kasus baru menjerat eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, kini ia dilaporkan ke KPK atas tiga dugaan suap terkait kasus tewasnya Brigadir J.
Irjen Ferdy Sambo merupakan tersangka pembunuhan Brigdir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Hingga kini, sebanyak 63 personel Polri terseret kasus pembunuhan terhadap Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yang dilakukan oleh Irjen Ferdy Sambo.
Dilansir dari Tribunnews, laporan dugaan suap datang dari sejumlah pengacara yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak).
Tampak melaporkan dugaan suap tersebut ke KPK pada Senin 15 Agustus 2022.
Pertama, soal dugaan suap yang ditujukan kepada staf LPSK saat berada di Kantor Kadiv Propam Mabes Polri pada 13 Juli lalu.
"Dilakukan salah seseorang dari stafnya Ferdy Sambo di ruangan Ferdy Sambo di Kadiv Propam," kata Koordinator Tampak Robert Keytimu, Senin (15 Agustus 2022) dikutip dari Kompas.com.
Robert mengatakan, saat itu salah satu staf LPSK didatangi orang yang memberikan dua amplop coklat dan menyebut titipan dari "bapak".
Kedua, dugaan suap berupa pemberian hadiah atau janji oleh Ferdy Sambo kepada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam perkara tersebut.
Baca juga: INILAH Hasil Pemeriksaan Dari Rumah Pribadi Ferdy Sambo Di Magelang, Barang Bukti Dalam Kotak
Yakni pada mantan sopir istri Ferdy Sambo Bharada Richard Eliezer atau E, Brigadir Ricky Rizal atau RR, dan asisten rumah tangga, Kuat Maruf.
Ia menyebut Ferdy Sambo menjanjikan hadiah uang sebesar Rp2 miliar.
Kemudian yang ketiga soal dugaan suap pada petugas keamanan di kediaman rumah Ferdy Sambo.
Di mana dikatakan Robert, dari pengakuan sekuriti itu mengaku dibayar sejumlah uang agar menutup portal menuju kompleks rumah Irjen Ferdy Sambo.
"Muncul pengakuan dari petugas keamanan atau satpam kompleks rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling Ill, Jakarta Selatan."
"Mengaku diminta menutup seluruh portal yang mengarah ke kompleks setelah kasus itu makin ramai. Bayarannya Rp150 ribu," kata Roberth.
Laporan dugaan suap tersebut masuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 jo Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK Akan Tindak Lanjuti Laporan Dugaan Suap Ferdy Sambo
Diwartakan Tribunnews, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan dugaan penyuapan oleh Ferdy Sambo kepada anggota LPSK.
Baca juga: Ferdy Sambo Tersangka, Ngaku Habisi Brigadir J Karena Jaga Marwah Keluarga, Kini Siap Tanggung Jawab
Pernyataan itu disampaikan oleh Pelaksana Tugas Juru Bicara Ali Fikri, Senin (15/8/2022).
Ali memastikan pihaknya akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat.
Pihaknya akan melakukan langkah-langkah analisis lebih lanjut, berupa verifikasi mendalam dari data yang diterima.
"Benar KPK telah terima laporan tersebut pada bagian pengaduan dan pelaporan masyarakat KPK," kata Ali, Senin (15/8/2022).
Ali mengatakan, verifikasi menjadi penting dilakukan oleh KPK untuk menghasilkan rekomendasi atas laporan tersebut.
Dari verifikasi tersebut akan ditentukan apakah laporan pengaduan layak ditindaklanjuti atau diarsipkan.
Lanjut Ali mengatakan, pihaknya mengapresiasi masyarakat yang proaktif dan peduli dengan dugaan korupsi.
"Kami mengapreasiasi masyarakat yang turut peduli atas dugaan korupsi di sekitarnya dengan melapor pada penegak hukum," kata Ali.
Menanggapi kasus ini, Penasehat Ahli Kapolri Irjen (Purn) Aryanto Sutadi mengatakan kasus ini sebenarnya simpel dan dapat ditangani secara cepat dan tidak berlarut.
Baca juga: Tak Hanya Bharada E, Kini LPSK Evakuasi Keluarga Eliezer Dari Sulawesi Utara Ke Tempat Lebih Aman
Hanya saja, kasus yang katanya tembak-menembak seperti yang disampaikan Ferdy Sambo di awal itu, baru terungkap setelah Ferdy Sambo mengakui skenarionya.
"Sebetulnya kan kasusnya simpel, seandainya dari pertama kali dulu sudah tahu ini rekayasa, langsung diambil itu yang kira-kira rekayasa, saya kira tidak sampai terjadi viral seperti ini, tidak usah nunggu Bharada E sampai hampir satu bulan baru ditangkap," kata Aryanto dikutip dari tayngan Kompas Tv, Senin (16 Agustus 2022).
Sebagai seorang Perwira Tinggi Bintang Dua, kata Aryanto, Ferdy Sambo seharusnya dari awal mengakui perbuatannya, bukan malah membuat skenario yang berisi kebohongan.
"Saya melihat kasusnya itu kan dia (Ferdy Sambo) emosi, (karena) harga dirinya terinjak-injak."
"Sehingga dia diluar kendali berbuat itu (pembunuhan kepada Brigadir J), setelah itu dia baru menyesal, dan menutupi (kasus itu dengan kebohongan), jadi ini kok dalam tanda kutip 'tidak jantan'," jelas Aryanto.
Hingga pada akhirnya Kapolri bentuk Satgasus yang bertugas untuk melakukan pengecekkan apakah yang tiga hari dilakukan dalam pengolahan TKP itu benar-benar profesional atau tidak.
Dan ternyata ditemukan ada sebanyak 63 polisi yang terlibat dalam kasus ini.
"(Sebagian dari mereka) yang 30 orang lebih itu kan kemarin itu dimasukkan di dalam tempat khusus itu karena diduga (merekayasa TKP), mereka melakukan tindakan yaitu setelah dipanggil oleh Bapak Sambo begitu kejadian (terjadi), dia (Ferdy Sambo) memanggil anggota-anggotanya itu untuk merekayasa TKP itu bukan mengolah TKP,"
"Sebagian juga ada yang dari Polres yang memang datang sebagai penyidik tapi penyidikannya dikendalikan oleh Bapak Ferdy," kata Aryanto.
Baca juga: Beredar Rekaman CCTV Pada Hari Kejadian Perampasan Nyawa Brigadir J Di Rumah Ferdy Sambo 8 Juli 2022
Mereka, lanjut Aryanto, lantas ditindak dalam pelanggaran kode etik terlebih dahulu, baru kemudian akan dipidanakan jika memang apa yang mereka lakukan mengandung unsur pidana.
"Yang mengolah TKP (pertama) kelihatannya tidak profesional karena masih dibawah pengaruh Pak Ferdy."
"Kita harus mendapatkan saksi-saksi dulu melalui (menindakan kode) etik itu karena dipikirnya pertama kali dengan asumsi bahwa yang menindak (merekayasa TKP) itu adalah tim."
"Baru kita pilah-pilah, ini yang masuk pidana, yang ini tidak," jelas Aryanto.
Jadi mereka diamankan terlebih dahulu di tempat khusus, baru mereka dapat diperiksa dengan baik.
"30 orang itu kan yang merusak TKP, jadi kalau tidak diamankan dulu ya tidak bisa tanya kamu berbuat apa, kalau mereka masih kesana kemari kan susah mendapatkan informasinya (yang betul-betul valid)," terang Aryanto.
Selanjutnya, agar kejadian tidak berulang, perlunya evaluasi di dalam tubuh dan SDM Polri.
"Jadi ini salah satu contoh ya bahwa itulah memang kadang-kadang di dalam kita menyeleksi atau membina itu kadang-kadang terlolos juga apa yang tidak baik tapi terpilih."
"Evaluasi tentang pembinaan SDM (diperlukan), jangan sampai terulang seperti ini."
"Yang kedua evaluasi bagaimana humas ini mengelola lapangan, karena ini sebenarnya kasus ini jadi viral karena humas itu tidak cepat-cepat memberikan informasi ke masyaerakat," jelas Aryanto.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Milani Resti/Ilham Rian Pratama) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 63 Personel Polri Terseret Kasus Ferdy Sambo, Penasehat Ahli Kapolri Buka Suara, dan Ferdy Sambo Dilaporkan Atas Dugaan Suap LPSK hingga Satpam Kompleks, KPK Tindak Lanjuti.
