Berita Denpasar
Harga Babi Hidup di Denpasar Menurun, Daging Babi Tetap, Peternak Merugi, Pedagang Untung
Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) membuat populasi babi di Denpasar meningkat. Hal ini karena ada pembatasan pengiriman babi ke luar Bali.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) membuat populasi babi di Denpasar meningkat.
Hal ini karena ada pembatasan pengiriman babi ke luar Bali.
Kondisi ini pun berakibat pada menurunnya harga babi hidup.
Namun, kenyataan ini berbanding terbalik dengan harga daging babi yang masih bertahan.
“Harga daging babi naik setelah adanya ASF dulu naik, dari Rp 60 ribu per kilogram kini menjadi Rp 80 ribu sampai 85 ribu per kilogram. Harga ini masih tetap sampai sekarang,” kata Kabid Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota Denpasar, I Made Ngurah Sugiri.
Baca juga: Respon Warga Denpasar Soal Isu Harga BBM Naik, Hingga 1 September 2022 Harga Pertalite Masih Stabii
Sugiri mengatakan, meskipun harga babi hidup mengalami penurunan saat PMK ini, namun harga daging di pasaran masih tetap.
Hal ini menurutnya membuat peternak babi mengalami kerugian.
Sementara pedagang yang menjual daging babi lebih untung.
“Sebetulnya yang menyebabkan harga daging babi stabil karena terkait dengan biaya produksi pemeliharaan babi. Biaya produksi Rp 42 ribu perkilo. Jadi sekarang termasuk rugi peternak. Para pedagang yang menjual daging yang untung,” katanya.
Sementara itu, terkait dengan wabah PMK, sebanyak 63 sapi terjangkit di Denpasar.
63 sapi tersebut pun langsung dipotong untuk menghindari terjadinya penularan.
Baca juga: 25.036 Data Telah Diverifikasi Administrasi KPU Denpasar, Hanya 13.889 Memenuhi Syarat
Sapi-sapi tersebut pun akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah senilai Rp 630 juta.
Sugiri mengatakan sapi yang dipotong karena terjangkit PMK ada di Banjar Mergaya, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar.
63 sapi yang terjangkit tersebut milik 13 orang peternak.
Menurut Sugiri, sapi-sapi yang dipotong tersebut diberikan kompensasi Rp10 juta per sapi.
Sehingga dari 63 sapi yang diajukan untuk mendapatkan kompensasi sebesar Rp630 juta.
"Kami sudah mengajukan kompensasi ke pemerintah pusat sebanyak 63 sapi, satu sapi kompensasinya Rp10 juta," katanya.
Sugiri mengatakan, bahwa kompensasi tersebut saat ini masih menunggu pencairan di pusat.
Sebab, dana kompensasi tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN).
Untuk pencairannya, sampai saat ini pun belum ditentukan.
Sehingga, pihaknya tidak bisa memastikan pencairan dana tersebut kepada para peternak. (*)