Berita Buleleng

PARAREM NARKOBA Didorong Agar Dibuat Desa Adat, 60 Pengguna Narkoba Direhab BNNK Buleleng

Sejak Januari hingga saat ini, sebanyak 60 orang pengguna narkoba direhabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Buleleng (BNNK Buleleng).

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Tribun Bali/Ratu Ayu
Sejak Januari hingga saat ini, sebanyak 60 orang pengguna narkoba direhabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Buleleng (BNNK Buleleng). Sebagian besar direhabilitasi dengan rawat jalan, karena tergolong pengguna ringan. Kepala BNNK Buleleng, AKBP I Gede Astawa, didampingi Kasi Rehabilitasi BNNK Buleleng, Ni Luh Sri Ekarini, ditemui Rabu (28/9/2022) mengatakan, 60 pengguna narkoba yang direhabilitasi ini rata-rata berusia produktif. Dengan rentangan usia 20 hingga 55 tahun, sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha, dan berjenis kelamin laki-laki. 

Lebih baik cepat melapor diri, sehingga bisa kami rehab. Jangan sampai sudah ditangkap polisi, baru nangis-nangis minta direhab sudah terlambat," terangnya.

Sejak BNNK ada di Buleleng pada 2019 lalu, tercatat sudah ada 271 pengguna narkotika yang direhabilitasi.

Program rehabilitasi ini diakui AKBP Astawa tidak menjamin pengguna untuk berhenti total mengonsumsi sabu.

Hal ini terbukti dari adanya dua pengguna narkotika yang akhirnya kedapatan kembali mengonsumsi sabu, dan kini telah berurusan dengan polisi.

"Rehabilitas ini akan berhasil apabila ada kemauan dari diri sendiri untuk stop mengonsumsi narkoba. Lingkungan juga harus mendukung.

Kalau misalnya di lingkungannya sabu mudah didapatkan, pasti akan kembali tergoda mengonsumsi, ditambah lagi dirinya sendiri tidak berkomitmen untuk berubah," katanya.

AKBP Astawa mengungkapkan, hampir setiap kecamatan di Buleleng berada pada zona merah peredaran narkoba.

Barang haram tersebut masuk ke Buleleng lewat jalur darat (Gilimanuk). Selanjutnya diedarkan di masing-masing wilayah di Buleleng dengan sistem tempel. Hal ini lah yang membuat aparat kerao kesulitan untuk menemukan jaringannya.

Untuk menekan peredaran narkoba, pihaknya pun mendorong seluruh desa agar membuat peraturan adat (perarem) serta peraturan desa (Perdes) seperti yang telah diterapkan oleh Desa Sangsit, Kecamatan Sawan.

Di mana apabila ada masyarakat Desa Sangsit yang kedapatan sekali mengonsumsi narkoba maka dikenakan sanksi berupa mecaru di desa.

Sementara apabila dua kali kedapatan mengonsumsi narkoba akan dikenakan denda beras, dan ketiga kali akan dikenakan sanksi berupa dikeluarkan dari desa.

Sejauh ini dari 169 desa adat yang ada di Buleleng, hanya 59 desa adat yang telah membuat perarem terkait penggunaan narkoba.

Untuk itu, ia berharap kepada desa adat yang lain, agar bersedia membuat perarem seperti yang sudah dilakukan oleh Desa Adat Sangsit untuk memberantas peredaran narkoba di Buleleng.

"Sangsit itu dulu desa nomor satu di Buleleng terkait peredaran narkobanya. Sekarang sudah jauh berubah.

Sejak ada perarem itu, tercatat ada 57 warganya yang akhirnya lapor diri ke BNNK untuk direhab. Ini bukti bahwa perarem itu cukup ampuh membersihkan narkoba di desa.

Jadi kami harap desa yang lain juga mau berkomitmen seperti itu," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved