Berita Jembrana
120 Hektare Sawah Digusur Jalan Tol, Penyempitan Lahan Sawah Produktif di Jembrana Tak Terbendung
proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, membabat ratusan hektare lahan sawah yang masih produktif
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Mega proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi berdampak pada segala lini.
Selain adanya peningkatan kualitas infrastruktur jalan, juga menggusur lahan ladang produktif dan rumah warga.
Tak hanya itu, juga membabat ratusan hektare lahan sawah yang masih produktif.
Total, ada sekitar 120-an hektare sawah produktif di Kabupaten Jembrana, Bali yang nantinya digilas oleh pembangunan jalan yang bernama Tol Jagat Kerthi ini.
Baca juga: Begini Kesan Menparekraf Sandiaga Naiki Motor Listrik di Jalan Tol Bali Mandara
Disisi lain, alih fungsi lahan pertanian juga turut menyumbang proses penyempitan lahan pertanian, khususnya sawah produktif di Gumi Makepung ini.
Lahan pertanian kian tergerus oleh beton seperti perumahan dan bangunan lainnya.
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, total luas lahan pertanian di Jembrana tahun 2022 ini 6.708 hektare.
Sedangkan, di tahun 2021 lalu seluas 6.725 hektare.
Artinya ada penyusutan 17 hektare yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi beton.
Jumlah tersebut belum termasuk penyusutan akibat terdampak pembangunan jalan tol.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Sutama mengungkapkan, total luas lahan pertanian sawah produktif yang tergerus oleh pembangunan proyek jalan Tol Jagat Kerthi hingga ratusan hektare.
"Data terakhir, sekitar 120-an hektare (sawah) yang terdampak karena pembangunan jalan tol tersebut," kata Sutama saat dikonfirmasi.
Menurut dia, pembangunan jalan tol tersebut merupakan proyek strategis nasional (PSN).
Sehingga, pembangunannya akan tetap jalan karena merupakan prioritas.
Di sisi lain, penyempitan lahan pertanian di Jembrana juga disumbang oleh alih fungsi lahan menjadi beton.
Meskipun tak seperti daerah lainnya, luas lahan yang dialihfungsikan menjadi perumahan dan bangunan lainnya mencapai belasan hektare setiap tahunnya.
"Tahun ini sekitar 17 hektare yang tergerus dibandingkan tahun lalu. Ini beralih fungsi menjadi berbagai hal, seperti kawasan perumahan, rumah pribadi, dan bangunan lainnya," jelasnya.
Lalu bagaimana strategi Pemkab dalam membendung alih fungsi lahan pertanian kedepannya, Sutama mengaku pihaknya dilema selama ini.
Pihaknya masih menunggu penetapan Perda RTRW yang masih proses revisi saat ini.
Kemudian, mengenai Perda Kabupaten Jembrana Nomor 5 tahun 2015 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan juga belum bisa dilakukan secara tegas.
"Kami sebenarnya dilema. Sehingga kita menunggu revisi Perda RTRW yang nantinya akan bisa mengelompokkan mana kawasan pertanian atau lahan sawah abadi, kawasan industri dan sebagainya. Dari sana kita bisa nanti membendung alih fungsi tersebut," pungkasnya. (*).
Kumpulan Artikel Jembrana