Berita Gianyar
Harapkan Bersaing dengan Sapi Impor, Anggota DPR RI I Nyoman Parta Genjot Program Penggemukan Sapi
Harapkan bisa bersaing dengan sapi impor. DPR RI I Nyoman Parta genjot program penggemukan sapi
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Anggota DPR RI, I Nyoman Parta menilai beternak sapi menjadi peternakan yang sangat menjanjikan.
Namun di satu sisi, tak sedikit peternah yang kurang paham menciptakan kualitas daging sapi berkualitas. Padahal ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap daging sapi cukup besar.
Tak hanyal, ketergantungan akan impor daging sapi makin tahun makin bertambah.
Hal itu karena daging sapi lokal tidak memenuhi standar.

Baik dari sisi pemeliharaan yang masih tradisional, daging yang alot dan kenaikan bobot harian yang masih rendah.
Kepada wartawan di Gianyar, Jumat 7 Oktober 2022 mengatakan, jumlah populasi sapi di Indonesia mencapai 18,05 juta ekor pada 2021. Angka ini lebih besar 3,52 persen dibanding tahun 2020 yang berjumlah 17,44 juta ekor. Kemudian konsumsi daging sapi di Indonesia sebesar 2,57 kg per kapita, sehingga kebutuhan daging sebesar 706.388 ton. Produksi nasional hanya sebesar 436.704 ton, sehingga ada defisit sebesar 207.199 ton
Selanjutnya impor daging sapi menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor daging sapi sebesar 223.420 di tahun 2020. Sedangkan pada tahun 2021 sebesar 211.430 ton dan kuota impor pada tahun 2022 mencapai 266.065 ton.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Nyoman Parta pun sebuah upaya pemberian pakan khusus kepada sapi Bali. Pemberian pakan khusus pada sapi Bali dilakukan pada 30 ekor sampel di kandang rakyat yang tersebar di 4 Kabupaten di Bali. “10 ekor di Kabupaten Gianyar, 10 ekor di Kabupaten Tabanan, 5 ekor di Kabupaten Badung dan 5 ekor di Kabupaten Bangli,” ujar Parta.
Kemudian juga dilakukan pemotongan dua ekor sapi yang kenaikan ADG 1,4 dan 1,65 per harinya. Berat awal Sapi 1 : 412 kg dan Sapi 2 : 444 setelah diberikan pakan khusus selama 32 hari, berat sapi 1 menjadi 457 kg dan sapi 2 menjadi 497 kg. “Ini merupakan kenaikan yang sangat signifikan untuk kelas sapi local,” ujarnya.
Selanjutnya, darah, daging dan kotoran sapi ini juga akan diuji Lab oleh Tim Lab Terpadu IPB Bogor dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Kementerian Pertanian untuk diuji kualitas dan kandungan yang ada di dalam daging sapi Bali hasil treatmen ini. “Daging ini kemudian akan dilakukan proses pelayuan kemudian akan dinikmati Bersama stakeholder terkait,” ucapnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan jika sektor agrikultur menyumbang 11 persen gas rumah kaca dimana 40 persennya berasal dari peternakan yaitu kotoran sapi yang menjadi salah satu penyumbang karbon terbesar. Dan dengan treatment ini kotoran sapi akan sedikit mengandung gas metan sehingga bisa langsung diaplikasikan ke lahan pertanian, karena tidak membutuhkan waktu untuk fermentasi lagi.
Alasan pihaknya memilih sapi bali dalam hal ini, kata dia, dikarenakan sapi bali bisa hidup di berbagai iklim, suhu dingin bersalju, panas terik, bisa makan apa saja. Mulai dari sentrat, tumbuhan hijau hingga jerami kering. Selain itu, tingkat kesuburan sapi betina bali relatif bagus, karena bisa beranak sampai 17 kali. Daging kelas 1 (krakas) 52 persen, daging kelas 2 nya 48 persen. Terdapat buliran lemak (marbling) didalam daging yang membuat aroma daging tercium hingga jarak yang jauh, dan sapi Bali terkenal pintar.
“Sayangnya populasi sapi Bali terus menerus berkurang, karena petani mengganti sapi dengan traktor untuk membajak lahan. Ukuran sapi relatif lebih kecil, diperjual-belikan secara massif keluar daerah, tidak diterima di hotel dan restoran karena dagingnya tidak empuk (keras). Kebanyakan standar daging yang digunakan chef di Indonesia mengunakan standar negara penghasil daging sapi. Jadi, walaupun Bali didatangi banyak turis, tetap saja yang dikonsumsi adalah daging sapi impor (Wagyu Jepang, Brahman India, Limosin dan Sapi Belgia). Mudah-mudaha dengan program ini, kualitas sapi bali bisa diterima hotel dan restoran,” ujar Parta. (*)