Tragedi Kanjuruhan
Hasil Investigasi TGIPF Ungkap 10 Poin Kesalahan Panitia Pelaksana Arema FC di Tragedi Kanjuruhan
Hasil investigasi TGIPF mengungkap ada 10 poin kesalahan Panitia Pelaksana Arema FC dalam terjadinya Tragedi Kanjuruhan di Stadion Kanjuruhan Malang.
TRIBUN-BALI.COM - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta telah menyimpulkan ada 10 poin kesalahan Panpel Arema FC dalam tragedi Arema FC di Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022)lalu.
Rentetan poin kesalahan Panpel Arema FC itu adalah hasil kesimpulan TGIPF melalui investigasi.
Kemudian Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyerahkan hasil investigasi tersebut pada Presiden Jokowi.
Sesuai rencana, TGIPF menemui Presiden di Istana Negara, Jakarta pada Jumat 14 Oktober 2022 kemarin.
Dari investigasi ini, tim yang dipimpin Menteri Koodinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menghasilkan 10 poin kesimpulan.
Beberapa kesimpulan yang terkait panitia pelaksana (panpel) Arema FC adalah sebagai berikut:
1. TGIPF menganggap panpel Arema FC tidak memahami tugas dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan pertandingan.
Baca juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan, PSSI Tetapkan Laga Sore untuk Pertandingan Tensi Tinggi, Laga Masih Ada
2. Panpel tidak mengetahui adanya ketentuan spesifikasi teknis terkait stadion yang standar untuk penyelenggaraan pertandingan sepakbola.
"Terutama terkait dengan aspek keselamatan manusia,” demikian bunyi poin kedua kesimpulan investigasi TGIPF untuk PSSI, dikutip dari hasil investigasi tertulis, Jumat 14 Oktober 2022.
3. TGIPF menyatakan panpel Arema FC tidak memperhitungkan penggunaan pintu untuk menghadapi evakuasi penonton dalam kondisi darurat. TGIPF menyebut pintu masuk juga berfungsi sebagai pintu keluar dan pintu darurat. Padahal, ada pintu lain yang bisa digunakan dan lebih besar.
4. Panpel tidak mempunyai SOP tentang keharusan dan larangan penonton di dalam area stadion (safety briefing).
5. Panpel tidak mempersiapkan personel dan peralatan yang memadai, antara lain handy talky, pengeras suara, dan megaphone.
6. Panpel Arema FC tidak menyiapkan rencana dalam menghadapi keadaan darurat. Dalam konteks ini, panpel dinilai tidak memperhitungkan kapasitas stadion. Sementara dalam penjualan tiket penonton belum diterapkannya sistem digitalisasi, termasuk dalam sistem masuk ke stadion.
7. Panpel Arema FC tidak menyiapkan penerangan yang cukup di luar stadion.
8. Panpel tidak mensosialisasikan berbagai ketentuan dan larangan terhadap petugas keamanan.
9. Panpel tidak memperhitungkan jumlah steward sesuai dengan kebutuhan lapangan pertandingan.
10. Terakhir, panpel tidak menyiapkan tim medis yang cukup.
Baca juga: Makna Ganda Pernyataan Shin Tae-yong Ikut Ketum PSSI Mundur Akibat Tragedi Kanjuruhan, Apa Itu?
Sebelumnya, Polri telah menetapkan enam orang sebagai tersangka.
Keenamnya adalah AHL (Dirut LIB), AH (Ketua Panpel), SS (Security Officer), Wahyu SS (Kabag Ops Polres Malang), H (Deputi 3 Danyon Brimob Polda Jatim), dan BSA (Kasat Samapta Polres Malang).
Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUhP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 Juncto Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Selain itu, ada 20 polisi yang melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Puspomad juga telah menetapkan seorang prajurit berinisial Serda TBW sebagai tersangka.
TPF Aremania Yakin ada Kejahatan Kemanusiaan
Sementara itu Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania meyakini Tragedi Kanjuruhan merupakan kasus kejahatan kemanusiaan.
Untuk itu, mereka meminta bantuan Komnas HAM untuk membentuk tim penyelidik.
Sebelumnya, TGIPF sudah menyimpulkan tembakan gas air mata jadi yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
Baca juga: Ratusan Korban Tragedi Kanjuruhan Mengadu ke Posko Gabungan Aremania, Sesak dan Sakit Tenggorokan
Tembakan gas air mata dari aparat keamanan diarahkan ke berbagai penjuru stadion, termasuk ke arah tribune yang menyebabkan kepanikan dan kematian massal.
Itu sebabnya, TPF Aremania dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membentuk tim penyelidik.
Hal ini untuk melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat keamanan.
"Kami meminta Komnas HAM, lembaga negara yang berwenang terkait hal ini, untuk membentuk tim penyelidik untuk dugaan pelanggaran berat HAM," kata Sekretaris Jenderal Kontras, Andy Irfan, dilansir BolaSport.com dari Antaranews, Sabtu 15 Oktober 2022.
Menurut Andy, ada indikasi kejahatan yang sistematis dari sikap aparat keamanan pada malam kelam di Stadion Kanjuruhan seusai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Indikasi tersebut dapat dilihat dari adanya tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat keamanan.
"Ada sejumlah dasar untuk menyatakan hal itu adalah kejahatan sistematis," ujarnya.
"Personel di lapangan melakukan tindak kekerasan di lapangan itu bukan atas inisiatif dirinya sendiri, tetapi karena ada arahan dari perwira atasan," kata Andy.
Dia menambahkan beberapa catatan yang wajib dilakukan penyelidikan mendalam untuk pihak yang memiliki kewenangan, yaitu Komnas HAM.
Selain itu, kejadian tersebut juga diyakini merupakan kejahatan kemanusiaan.
Pasalnya, serangan dari aparat keamanan diarahkan langsung kepada masyarakat sipil yang tidak bersenjata.
Tim juga meyakini bahwa korban meninggal dunia akibat terkena tembakan gas air mata.
"Kami meyakini ini adalah peristiwa kejahatan kemanusiaan. Serangan aparatur keamanan kepada masyarakat sipil tidak bersenjata," katanya.
TPF Aremania juga meminta Polri melalui Divisi Profesi dan Pengamanan untuk memeriksa seluruh perwira yang memiliki rantai komando pertanggungjawaban dalam pengerahan personel di Stadion Kanjuruhan.
"Juga memeriksa seluruh personel di lapisan paling bawah yang memang secara agresif melakukan tindak kekerasan"
"Tanpa memeriksa, kita tidak akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," katanya.
(*)
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul 10 Poin Kesalahan Panpel Arema FC dalam Tragedi Kanjuruhan, Aremania Yakin Ada Kejahatan Kemanusiaan.
