Berita Bali
Akan Dipamerkan di Ubud, Pameran Sukma Painting Hadirkan Spiritualitas Dalam Garis dan Warna
Akan Dipamerkan di Ubud, Pameran Sukma Painting Hadirkan Spiritualitas Dalam Garis dan Warna
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Harun Ar Rasyid
Gelang triwarna ini dikenal dengan nama “Tridatu”. Warna gelang Tridatu melambangkan Tuhan dalam tiga manifestasinya, yaitu Dewa Brahma (merah), Dewa Wisnu (hitam), dan Dewa Siwa (putih). Gelang Tridatu juga menyimbolkan tiga fase kehidupan, yaitu lahir, hidup, dan mati.
Unsur visual yang juga tampil mencolok pada lukisan-lukisan Susiawan adalah pola-pola melingkar serupa pusaran arus. Pola-pola melingkar ini seperti mengisyaratkan tahap awal terbentuknya simbol sakral atau simbol mistis berbasis lingkaran yang biasa didapati dalam berbagai tradisi spiritual.
Garis-garis lengkung seakan menari kesurupan pada bidang lukisan Susiawan. Ruang terasa menggeliat hidup oleh ayunan maupun hempasan gelombang-gelombang energi. Tarian garis juga sering membentuk formasi yang sayup-sayup menggemakan karakter aksara Bali. Guratan garis kaligrafis pada lukisan Susiawan terlihat seperti prototipe tulisan suci atau tulisan mistis dalam tradisi spiritual Bali. Di Bali, aksara memiliki kedudukan penting di dunia spiritualisme. Penekun spiritualisme seperti pendeta dan balian kerap memanfaatkan aksara untuk sarana penyembuhan, pelindungan, pemberdayaan, dsb. Pengguratan aksara untuk tujuan spiritual terdapat dalam praktik pembuatan jimat rajah maupun peneraan simbol suku kata mistis pada tubuh manusia.
Arief Bagus Prasetyo yang menjadi kurator pameran mengatakan, pada fajar modernisme seni di Eropa pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, spiritualitas menduduki tempat penting dalam sejarah seni rupa.
Gagasan mistis banyak meresapi karya para perupa modernis ternama seperti Kandinsky, Malevich, Mondrian, Miro, dan Klee. Seiring perjalanan modernisme, terutama setelah kedatangan pascamodernisme, spiritualitas menjadi tersingkirkan dari lembaran sejarah seni rupa.
Namun, sebagaimana dicatat Eleanor Heartney dalam “Spirituality Has Long Been Erased from Art History. Here’s Why It’s Having a Resurgence Today”, era kontemporer menyaksikan kebangkitan spiritualitas dalam seni rupa. Seni rupa bernapaskan spiritual kini banyak mendapat perhatian.
Sekurang-kurangnya dua faktor melatarbelakangi kemunculan minat baru terhadap seni rupa berorientasi spiritual pada abad ke-21. Pertama, adanya kemuakan terhadap komodifikasi besar-besaran pada seni rupa hari ini. Kedua, adanya keinginan untuk mencari pemahaman alternatif tentang realitas di tengah situasi dunia yang kian sering mengguncangkan berbagai sendi kehidupan dan menimbulkan perasaan tidak aman.
Seni rupa Susiawan merupakan bagian dari arus kontemporer yang mencari jalan baru ke terciptanya kehidupan lebih baik di tengah keresahan global akibat mimpi buruk kapitalisme, perang, wabah, perubahan iklim, dsb. Beririsan dengan pengalaman mistis, “lukisan sukma” Susiawan menawarkan oasis penyembuhan di tengah gurun gering kehidupan kontemporer.
Melalui “lukisan sukma”, Susiawan menebarkan pesan penting tentang urgensi terapi rohani untuk dunia kita yang sakit. (*)