Berita Tabanan
Sulma Dewi Sumringah Anyaman Bambunya Diorder KTT G-20, Dapat Order Hingga Ratusan Anyaman
Sulma Dewi Sumringah Anyaman Bambunya Diorder KTT G-20 *Dapat Order Hingga Ratusan Anyaman Bambu Motif Kembang Seribu
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN- Ni Wayan Sulma Dewi, 36 tahun, warga Banjar Daruma, Desa Kukuh Kecamatan Marga, Tabanan sumringah.
Ia mendapat orderan anyaman bambu hingga ratusan anyaman.
Mulai awal September lalu, ia sudah mengerjakan kerajinan tangan tersebut.
Kini, hanya tinggal sisa beberapa gelintir barang saja, yang akan digunakan sebagai hiasan pagar dan lainnya di perhelatan Presidensi G-20 di Nusa Dua, Kabupaten, Badung November mendatang.

Sulma Dewi menuturkan, bahwa sebelum membuat khusus untuk presidensi G-20 ini, dirinya juga membuat berbagai macama anyaman. Seperti anyaman untuk dipasang sebagai plafon rumah. Sehingga, tidak hanya satu model saja yang bisa ia kerjakan. Namun, itu semua tergantung pesanan dari konsumen. Namun, paling tidak ada sekitar 15 motif yang ia kuasai
“Ya syukur waktu dipesan untuk G-20 nya. Karena sebelumnya saat Covid sepi. Sebelumnya cuma di jual lewat online, pelanggan lama, dan ada beberapa untuk Villa. Untuk khusus di G-20 ini, Anyaman dengan motif kembang seribu, bahan baku berupa bambu gelondongan,” ucapnya beberapa waktu lalu ditemui di rumahnya.
Untuk pesanan di G-20, sambungnya, ia dipesan hingga mencapai 1500 meter. Untuk anyaman yang kira-kira akan menjadi pagar di setiap pintu masuk Nusa Dua. Untuk anyaman sendiri, memang dijual dengan harga per meter persegi. Dan khusus untuk jenis kembang seribu diharga sekitar Rp 60 ribu per meter perseginya. Dan saat ini, hanya tersisa tujuh tujuh pcs saja untuk orderan di Nusa Dua itu. Yang menghabiskan bahan baku bambu sebanyak tiga truk bermuatan penuh.
“Mulai tanggal 5 September 2022, sudah pesan. Untuk volume yang dipesan persatuan sekitar 15 meter dan panjang 9 meter. Orang yang saya ajak kerja ada 10 orang. Menganyam enam orang, ngesit (mengambil kulit bambu) empat orang. Awalnya semua haru mengajari. Karena rata-rata penduduk di sini hanya menganyam bedek. Kalau menganyam anyaman kembang seribu, belum ada. Sehingga saya yang mengajari,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, untuk awal pengerjaan sendiri, dimulai dari pemesanan Bambu gelondongan. Kemudian, tenaga atau buruhnya akan membuat bambu gelondongan itu dipecah-pecah. Atau dibikin kecil, sisitan. Dipotong dan hanya mencari kulit bambu saja. Setelah kulit berkumpul, tidak lagi menjemur dan langsung menganyam. Bambu yang sudah dicari kulitnya itu, cukup cepat untuk mengering. Untuk motif, maka anyaman disesuaikan dengan pesanan.
“Sebelum dikirim ke Gudang di Gianyar. Dibentuknya anyaman itu pipih atau melebar. Selanjutnya baru kemudian digulung. Setelah digulung membakar bulu bambu (medang dalam bahasa bali). Sampai pada tahap ini selesai. Kemudian dikirim. Dan proses finishing, atau memberikan pernis itu pihak pemesan,” bebernya.
Anyamannya sendiri, sambungnya, tidak semua motif itu harganya sama. Untuk Kembang seribu memang dihargai Rp 60 ribu. Namun, untuk harga terendah ada yang Rp 30 ribu, ada juga yang paling mahal ialah motif perpaduan hingga Rp 90 ribu. Yakni perpaduan dengan bahan baku bambu hitam. Sedangkan untuk yang paling laris dipesan orang ialah motif bebintangan, dan kembang seribu. Motif bebintangan untuk plafon. Atau motif dengan adanya bambu hitam.
“Kembang seribu itu untuk menghiasi jalan, untuk pagar dan hiasan lainnya. Saya menganyam awlanya bedek. Karena, sering disuruh dari kecil oleh bapak. Dan untuk laba kali ini bisa mencapai 50 persen. Ya Astungkara. Sangat berdampak. Covid soalnya gak bisa ngapain,” paparnya. (ang).