Serba Serbi

Pagerwesi Pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru, Persembahkan Segehan Lima Warna untuk Panca Maha Butha

Pagerwesi yang jatuh pada Buda (Rabu) Kliwon Wuku Sinta, dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali dan dilaksanakan hari ini, Rabu 26 Oktober

Dok. Tribun Bali
Ilustrasi sembahyang - Pagerwesi Pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru, Persembahkan Segehan Lima Warna untuk Panca Maha Butha 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah Hari Raya Saraswati yang merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan, dilanjutkan dengan Banyu Pinaruh.

Selanjutnya pada hari Seninnya merupakan hari Soma Ribek dan keesokan harinya adalah Sabuh Mas pada Anggara Wage, Watugunung.

Setelah Sabuh Mas, keesokan harinya disebut Pagerwesi yang jatuh pada Buda (Rabu) Kliwon Wuku Sinta.

Pagerwesi ini dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali dan dilaksanakan hari ini, Rabu 26 Oktober 2022.

Baca juga: Jumat Kliwon Watugunung, Baik Buruknya Hari Ini 21 Oktober 2022, Tak Baik untuk Membuat Aturan

Dalam lontar Sundarigama dijelaskan tentang Hari Raya Pagerwesi sebagai berikut.

Buda Kliwon, ngaran Pagerwesi, Sang Hyang Pramesti Guru, sira mayoga, kairing dening watek dewata nawasanga, gawerdiaken uriping sarwa tumitah, tumuwuh maring bhuana kabeh, irika wenang sang sedaka mengarga puja parikrama, pasang lingga, ngarcana padue Ida Betara Parameswara.

Artinya:

Pada hari Rabu (Buda) Kliwon wuku Sinta, disebut dengan Pagerwesi, saat hari raya ini yang dipuja yaitu Sang Hyang Pramesti Guru atau Siwa dan diiringi oleh Dewata Nawasanga.

Tujuannya yaitu untuk menyelamatkan segala makhluk yang lahir dan tumbuh di alam ini.

Oleh karena itu patutlah para sulinggih melakukan pemujaan untuk semua ciptaan Bhatara Prameswara.

Lebih lanjut dalam Lontar Sundarigama juga disebutkan upakara saat Pagerwesi ini.

Widi-widinania daksina, suci asoroh, peras ajuman panyeneng, sesayut panca lingga, canang wangi, saha rake runtutania, aturakna ring sanggar kamulan.

Kunang ring samania wang sesayut pageh urip, abesik prayascita, ring tengah wangi pasangane yoga semadhi.

Muah pecaru ring sang panca maha buta, sega warna anut ance desa ring natar sanggah, muah segeh agung abesik, kunang ring wara.

Sehingga berdasarkan lontar tersebut, sarana upakaranya yaitu sesayut pageh urip satu buah, serta prayascita.

Saat tengah malam, dilakukan yoga samadhi atau renungan suci.

Selain itu, juga ada persembahan untuk unsur panca maha butha berupa segehan lima warna, sesuai dengan kelima arah mata angin yang dihaturkan di natar sanggah, dan disertai dengan segehan agung satu buah.(*).

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved