Human Interest Story
Kisah Guru Tari SLB N 1 Badung Ari Savitri, Mengajar Anak Tuna Rungu Dari Berbagai Daerah
Kisah Ni Nyoman Ari Savitri, mengajar murid tuna rungu menari, muridnya mendapat juara 1 nasional dalam menarikan Tari Merak Angelo
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sejak 2009, Ni Nyoman Ari Savitri telah menjadi guru keterampilan seni tari di SMA LBB N 1 Badung.
SMA LBB N 1 Badung sendiri adalah sekolah bagi anak tuna rungu dengan hambatan bicara dan pendengaran.
Sebagai lulusan ISI Denpasar dengan basic seni, Ari Savitri tidak memiliki kapasitas menjadi seorang guru apalagi mengajar anak-anak disabilitas.
Pasca lulus dari ISI Denpasar, Ari menempuh pendidikan profesi guru tahun 2007 dan diangkat sebagai guru tahun 2009 di sekolahnya saat ini.
Baca juga: Kisah Bocah 8 Tahun di India Selamat Usai Digigit Ular Kobra, Gigit Balik Hingga Sang Ular Mati
Karena tidak memiliki keterampilan dasar untuk mengajar anak-anak disabilitas, Ari kemudian menambah kapasitasnya dengan belajar bahasa isyarat.
“Saya sempat ditugasbelajarkan di PPPP4TK Bandung untuk belajar sekolah luar biasa dengan hambatan berkebutuhan khusus. Saya mulai mengenal berbagai kebutuhan khusus mulai dari tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna grahita,” kata Ari.
Hingga saat ini, Ari masih terus belajar hal-hal tersebut karena komunikasi mereka juga bertambah terus.
Ari mengatakan, banyak kosa kata baru yang harus diperkenalkan kepada anak-anak di sekolahnya.
SMA LBB N 1 Badung merupakan sekolah luar biasa yang fokus pada vokasional, life skill, dan arahnya kemandirian.
Salah kelas yang dimiliki adalah kelas keterampilan dan seni tari masuk menjadi salah satu bagian mata pelajarannya.
Untuk mengajarkan seni tari, ada beberapa tahapan yang dimulai dengan mengajarkan dasar tarian terlebih dahulu.
Karena komunikasi pelajar dengan bahasa isyarat, dasar tarian tidak menjadi kendala dalam pembelajaran.
Tantangan akan dihadapi saat mengajarkan penggabungan gerak dan iringan musik dan saat itulah perlu dibantu dengan bahasa isyarat.
“Kalau mulai saya akan menggerakan tangan 1, 2, dan 3 artinya bersiap dalam hitungan dan menggerakan seperti mempersilahkan itu artinya mulai. Mereka sudah paham dan tinggal ditunggu saat transisi seperti putar maka saya akan menggerakan tangan memutar atau berhenti,” jelas Ari.
Banyak pengalaman menarik yang sudah didapatkan Ari semenjak 14 tahun menjadi guru di SMA LBB N 1 Badung.
Ari yang juga merupakan wali kelas X ini bercerita kepada Tribun Bali murid-muridnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Ia pernah mengajar seorang anak asal Medan yang tidak mau belajar menari karena menurutnya itu sulit.
Tidak menyerah, Ari terus arahkan dia belajar menari dengan langsung praktikan, langsung koreksi, dan langsung menejunkannya ke panggung.
Dia yang awalnya tidak mau belajar menari akhirnya bisa menari dan Ari sangat senang karena muridnya mendapat juara 1 nasional dalam menarikan Tari Merak Angelo.
Dari sana muridnya tersebut baru menyadari bahwa ia juga bisa menari seperti orang lain.
“Mereka bisa hanya saja harus dibangkitkan kepercayaan dirinya dan yakinkan mereka mampu serta kita juga harus bisa memfasilitasi mereka. Walaupun ada hambatan dan halangan itu bukan hal yang membuat mereka berhenti berjuang,” tegas Ari.
Sekarang juga masih banyak anak dari berbagai daerah di luar Bali yang memulai dari nol.
Tidak hanya tidak bisa menari, tantangan semakin berat karena anak-anak tidak suka menari.
Ari pun dengan semangat “meracuni” anak-anak dengan hal-hal positif sampai akhirnya mereka bisa menari.
Ari menjelaskan, tantangan terbesar sebenarnya ada pada diri pelajar karena mereka tidak percaya diri dan tidak yakin pada kemampuan mereka.
Anak-anak ini cenderung menarik diri dari lingkungan, tetapi kalau diberikan keterampilan mereka akan meningkat percaya dirinya.
SMA LBB N 1 Badung telah mendapat dukungan dari pemerintah, sehingga orang tua tidak perlu ragu menyekolahkan anak-anak yang disabilitas.
Sekolah tersebut gratis dan tidak dipungut biaya apapun untuk mendukung pemberian hak anak dalam bidang pendidikan.
Namun, hal ini perlu kolaborasi dengan orang tua dan guru sebagai support system anak, sehingga mereka tetap semangat dan percaya diri.
“Anak-anak seperti itu tidak boleh dikurung, tetapi harus mendapatkan hak yang sama dengan anak lainnya untuk meraih cita-cita. Walaupun mereka memiliki kekurangan, kita akan menemukan berlian-berlian di dalamnya,” tutur Ari.
Ari berhadapan ke depannya semakin banyak anak-anak khususnya anak disabilitas yang mendapat kesempatan.
Eksistensi anak-anak ini harus ditunjukkan ke masyarakat umum, tapi bukan untuk dikasihani melainkan patut dibanggakan.(*).
Kumpulan Artikel Badung