G20 di Bali

SDM Masih Murah, Sebabkan KTT G20 Dinilai Sukses Berlangsung di Bali

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Bali ungkap SDM masih murah sebabkan KTT G20 dinilai sukses berlangsung di Bali.

Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Kartika Viktriani
Istimewa
Ilustrasi KTT G20 - Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Bali ungkap SDM masih murah sebabkan KTT G20 dinilai sukses berlangsung di Bali. 

TRIBUN BALI.COM, DENPASAR - Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Bali, Panudiana Kuhn turut sororti event internasional KTT G20 yang baru saja selesai digelar di Bali.

Event yang digadang-gadang sukses ini memang kenyataannya hanya menggunakan 24 Hotel. 

“Delegasi KTT G20 kan hanya pakai 24 Hotel saja, Hotel yang bintang 5 dan waralaba asing yang dipakai. Di Kuta masih sepi, toko-toko masih banyak yang tutup. Banyak toko masih tutup dijalanan Kuta dan tidak semua toko di legian sudah buka. Memang agak berat karena ini pandemi Covid-19 naik lagi di China 40 ribu setiap harinya,” katanya. 

Ia juga mengatakan, di Bali sendiri harga jasa buruh murah dan pelayanannya masih bagus.

Sehingga selama KTT G20 kemarin berlangsung di Indonesia merupakan pegelaran yang paling mewah karena harga buruhnya masih murah.

Sementara kalau di Negara lain, biasanya KTT G20 berlangsung dengan makan malam yang biasa dan meeting ditenda karena yang hadir hanya 20 negara plus pengikutnya. 

“Yang banyak kan wartawan jurnalis dan security. Di Bali sendiri mewah sekali untuk menjamu makan malam, di GWK acaranya itu mewah. Dan kenapa kita masih negara miskin? Tenaga masih murah, mengerahkan penari yang ratusan atau ribuan pun bisa dan kita bisa bayar. Di negara lain tak semewah itu acara-acara begitu kalau saya amati. Saya kebetulan ikut meeting dan saya ikut memang kita mewah saya rasa orang mana pun bilang G20 di Bali sukses. Cuma hasilnya kan konsensus stop war Ukraina and Rusia,” imbuhnya. 

Lebih lanjutnya ia mengatakan Turis China saat ini juga belum ada yang berkunjung ke Bali padahal mereka merupakan wisatawan terbanyak nomor 1 yang datang ke Bali. Dan kini menjadi Australia.

Baca juga: KTT G20 di Bali Sukses, Gubernur Wayan Koster Ungkap Terima Kasih Wakili Pemprov dan Masyarakat Bali

Selain itu penerbangan ke Bali harganya juga masih mahal.

“Bali ini kan hidup dari pariwisata kalau itu hidup, yang lainnya mengikuti tidak bisa dibalik Bali,” tandasnya. 

Setelah KTT G20 Indonesia juga memiliki masalah Nasional dimana kelapa sawit Indonesia diboikot

“jadi kemarin (saat KTT G20) hanya konsesus stop war antara Ukraina dan Rusia saja,” sambungnya. 

Jadi setelah KTT G20 berlangsung, Bali semakin terkenal harapannya bahkan semua sudah optimis namun secara nasional kelapa sawit Indonesia kena boikot Uni Eropa padahal kemarin presiden UE datang ke Bali saat G2. 

Selain itu juga jumlah pengusaha hanya 2 persen saja dari dulu tidak pernah naik di Indonesia. 

“Berat, Indonesia ini dari 270 juta penduduk hanya 2 persen pengusaha itupun dari 2 persen 87 persen UKM. Yang besar-besar dikit banget bisa dihitung. Kalau gaji rendah cost mahal, transportasi mahal makan mahal. Di Bali juga sedikit pengusahanya. Sedangkan kalau negara mau maju jumlah pengusaha harus 10-20 persen karena pengusaha membuka lapangan kerja,” paparnya. 

“Sekarang mau jadi polisi susah, mau jadi PNS susah mau jadi dokter susah. Yang gampang dan membuka lapangan pekerjaan yang banyak itu swasta cuman swasta juga terbats di Bali ini. Hotel-hotel bintang sudah mengurangi pegawai yang dulu 1:2 katakan kamarny 500 pegawainya 1000 itu sudah dikurangi lagi sekarang,” tutupnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved