Berita Bali
BEM Unud dan Warga Orasi serta Bagikan Mawar di Bali, Tanda Duka Atas Pengesahan KUHP
KUHP disahkan, massa gabungan menggelar aksi, menolak sejumlah pasal yang dianggap bermasalah dalam KUHP
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Massa gabungan menggelar aksi di seputar Patung Catur Muka, Denpasar, Bali, Kamis 8 Desember 2022.
Massa yang terdiri dari masyarakat sipil dan sejumlah mahasiswa dari Universitas Udayana tersebut hadir untuk menolak sejumlah pasal yang dianggap bermasalah dalam KUHP yang disahkan, pada 6 Desember 2022.
Tampak massa aksi membawa poster dan spanduk yang berisi kalimat penolakan terhadap KUHP baru.
Terlihat pula aksi yang digelar pada pukul 17.30 Wita tersebut diisi dengan pembagian bunga mawar kepada warga yang melintas.
Baca juga: Wisman Australia Batal Liburan ke Bali karena UU KUHP Disahkan, Ini Kata Ketua BTB Bali
Ketua BEM PM Universitas Udayana, Darryl Dwiputra menuturkan, pembagian bunga mawar merupakan wujud duka cita terhadap sibuknya DPR RI untuk segera mengesahkan RUU KHUP menjadi UU KUHP.
“Kami sebagai masyarakat juga menyampaikan beberapa kertas berisikan pemahaman terkait penolakan UU KUHP. Juga mawar yang memang menjadi simbol tanda kedukaan kami terhadap sibuknya DPR untuk segera mengesahkan UU KUHP ketimbang melibatkan partisipasi terhadap berbagai elemen,” jelas Darryl saat ditemui Tribun Bali, Kamis.
Kawasan Patung Catur Muka, Denpasar dipilih sebagai lokasi aksi lantaran tempatnya yang strategis.
Pasalnya, aksi tersebut bukan ditujukan kepada pejabat.
Namun, aksi digelar guna memberikan pemahaman kepada masyarakat soal pasal yang dianggap bermasalah dalam KUHP baru.
“Kami hari ini hadir bertujuan tidak untuk bertemu dengan pejabat yang mungkin punya kesibukan yang luar biasa. Tapi kami hadir untuk menyampaikan kepada masyarakat semua apa yang menjadi permasalahan di KUHP,” tambah Darryl.
Massa aksi menyoroti 5 Pasal yang dianggap bermasalah dalam KUHP baru.
Diantaranya pasal penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Penyelenggaraan unjuk rasa atau demonstrasi, aturan pidana mati dalam KUHP, dan larangan penyebaran paham selain Pancasila.
Penolakan terhadap sejumlah pasal bermasalah dalam RKUHP telah dilakukannya sejak beberapa waktu lalu.
Darryl menjelaskan, aksi yang digelar dua hari pasca pengesahan RKUHP menjadi KUHP tersebut lantaran sebelumnya menunggu iktikad baik dari pemerintah.
Namun, Darryl menilai, iktikad baik tak kunjung ditunjukan oleh pemerintah.
“Kami sudah menyampaikan penolakan ini (KUHP baru) sebenernya melalui berbagai kanal terutama di media sosial ketika penolakan itu hadir. Namun kemudian, kita memutuskan untuk hadir pada 8 Desember (2022) karena ternyata tidak ada iktikad baik dari pemerintah pasca berbagai aksi yang dilaksanakan dari berbagai daerah,” jelas Darryl.
Ditanya soal aksi lanjutan, Darryl menuturkan, aksi atau demonstrasi merupakan hak setiap masyarakat.
Sehingga, ia berharap masyarakat dapat terus menyampaikan aspirasinya soal KUHP baru.
“Setelah ini siapa pun berhak, demokratis untuk menyampaikan penolakannya. Maka saya berharap secara organik bersama kita semua, terus menyampaikan penolakannya,” pungkas Ketua BEM PM Universitas Udayana, Darryl Dwiputra.(*).
Kumpulan Artikel Bali