Serba Serbi
Pemujaan Dewa Sangkara, Tumpek Wariga Penanda 25 Hari Mendatang Galungan, Begini Pelaksanaannya
Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag, merupakan hari suci pemujaan kepada Dewa Sangkara atau Dewa penguasa kesuburan semua pepohonan dan tumbuhan
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - 25 hari sebelum Hari Raya Galungan atau di Bali disebut selae dina sebelum Galungan, umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag.
Tumpek Wariga ini juga bisa disebut dengan Tumpek Uduh, Tumpek Bubuh, Tumpek Panuduh, Tumpek Pengarah, atau Tumpek Pengatag.
Dirayakan setiap enam bulan sekali yaitu pada Saniscara Kliwon wuku Wariga yang jatuh tepat hari ini, Sabtu 10 Desember 2022.
Perayaan Tumpek Wariga ini merupakan hari suci pemujaan kepada Dewa Sangkara atau Dewa penguasa kesuburan semua pepohonan dan tumbuhan.
Baca juga: Tumpek Landep Bawa Berkah, Agung Cuci Mobil Denpasar Mendapat Orderan 75 Mobil
Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut.
Wariga, saniscara kliwon, ngaran tumpek panuduh, puja kreti ring sang hyang sangkara, apan sira amredyaken sarwa tumuwuh, kayu-kayu kunang.
Ini artinya pada wuku Wariga, Sabtu Kliwon disebut Tumpek Panguduh, merupakan hari suci pemujaan Sang Hyang Sangkara, karena beliau adalah dewa penguasa kesuburan semua tumbuhan dan pepohonan.
Pada saat ini masyarakat Hindu di Bali akan melaksanakan upacara untuk pepohonan dengan menggantung tipat taluh pada pepohonan dan juga banten.
Lebih lanjut untuk sesajennya disebutkan sebagai berikut.
Widhi widananya, pras, tulung sasayut, tumpeng, bubur, mwah tumpeng agung 1, iwak guling bawi, itik wenang, saha raka, panyeneng, tatebus, kalinganya, anguduh ikang sarwa ning taru asekar, awoh, agodong, dadi amreta ning urip. Rikang wwang, sasayut nyakra gni 1, maka pangadang ati, anuwuhaken ajnana sandhi.
Artinya:
Adapun sesajen yang dihaturkan berupa peras, tulung sasayut, tumpeng, bubur, tumpeng agung 1, babi guling atau boleh juga guling itik, disertai jajan, panyeneng, tatebus.
Hal ini bermakna untuk memohon keselamatan tanaman agar dapat berbunga, berbuah, dan sesajen berupa sesayut cakragni 1 sebagai simbol penguatan hati dan pikiran untuk menumbuhkan kekuatan batin.
Selain itu dalam pelaksanaannya ada mantra yang diucapkan yaitu: kaki kaki, i dadong dija? Dadong jumah gelem kebus dingin ngetor. Ngetor nged, nged, nged, nged, buin selae lemeng Galungan, mebuah apang nged.
Hal ini bermakna sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat yang dilimpahkan berupa tumbuhan yang subur sekaligus sebagai pengharapan semoga tumbuhan yang berbuah akan berbuah lebat yang akan dipakai sesajen saat Galungan.