Berita Denpasar
Perhubungan, Infrastruktur dan Kepolisian Jadi Substansi Yang Sering Dapat Aduan di Tahun 2022
Perhubungan, Infrastruktur dan Kepolisian Jadi Substansi Yang Sering Dapat Aduan di Tahun 2022
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ombudsman RI Provinsi Bali catatkan pengaduan-pengaduan pada substansi di Bali oleh masyarakat selama Tahun 2022. Alhasil terdapat beberapa substansi yang sering diadukan pelayananya oleh masyarakat.
Hal tersebut dibeberkan oleh Ni Nyoman Sri Widhiyanti selaku Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali pada Coffee Morning, Rabu 11 Januari 2023.
Substansi tersebut yakni Perhubungan Infrastruktur, Kepolisian, Pertanahan, Pendidikan hingga Lingkungan. Jumlah aduan Perhubungan Infrastruktur pada Tahun 2022 lalu sebanyak 177 aduan, kepolisian sebanyak 8 aduan, pertanahan 8 aduan, pendidikan 9 aduan dan lingkungan hidup 9 aduan.
“Perhubungan dan infrastruktur paling banyak diadukan. Misalnya ada jalan rusak, jembatan putus, trotoar, lampu lalulintas, safety mirror, dan hal seperti yang banyak di reaksi cepatkan karena menyangkut infrastruktur,” kata, Sri Widhiyanti.
Lebih lanjutnya ia menerangkan, adapun jalan yang kerusakannya panjang misalnya jembatannya putus akan didorong untuk bisa diperbaiki baik dengan menggunakan anggaran perubahan sehingga bisa menjadi prioritas. Selain itu juga terdapat aduan telekomunikasi seperti banyak kabel-kabel yang turun melintang dijalan dan membahayakan pengguna jalan.
“Selain itu pendidikan dan lingkungan banyak dikeluhkan, juga ada di pertanahan dan kepolisian. Juga substansi kesehatan yang lumayan membutuhkan penyelesaian pelik sehingga melakukan mediasi yang berkali-kali, dimana terdapat ada maladministrasi dan malprakteknya juga,” imbuhnya.
“Tantangan 2023 ini soal politik, perubahan iklim dan perubahan cuaca-cuaca ekstrem. Jadi tidak ringan juga. Dan kita lebih banyak pelayanan administratif yang lebih banyak dinilai,” tandasnya.
Sementara pengaduan pada substansi kepolisian rata-rata lebih banyak ke soal penundaan berlarut dan soal penyimpangan prosedur dari sisi penanganan pelaporan pengaduan. Misalnya saja ada masyarakat yang melakukan pelayanan dan tindak lanjutnya sampai saat ini tidak jelas atau terlalu lama dan tidak berikan SP2P dan tidak ada perkembangan penyelidikan dari laporan polisi yang dilakukan.
Lebih banyak pengaduan pada hal-hal yang sifatnya laporan kepolisian atau laporan humas di kepolisian. Untuk pengaduan disubstansi Pertanahan juga sama seperti kepolisian yang sifatnya pelayanan dipertanahan.
“Bisa jadi pelayanan pertanahan tapi bukan dikantornya pelayanan pertanahan tapi ditingkat bawah misalnya dikantor desa jadi proses dibawahnya banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Jadi tidak semata-mata pelayanan dikantor pertanahan itu di kantor BPN tapi ditingkat bawah banyak dikeluhkan terkait sisi administrasi,” tutupnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.