Pengelingsir Puri Carangsari Meninggal

Bersahabat Sejak 1971 dengan I Gusti Ngurah Alit Yudha, Prof Windia Kehilangan Sosok Berdiskusi

Bersahabat sejak 1971 dengan I Gusti Ngurah Alit Yudha, Prof Windia kehilangan sosok Berdiskusi tentang masa depan bangsa.

Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Putu Yunia Andriyani
Prof. I Wayan Windia, sahabat I Gusti Ngurah Alit Yudha saat wawancara dengan Tribun Bali di Setra Carangsari, Petang, Badung, seusai apel persada serangkaian Palebonan. 

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Mendiang I Gusti Ngurah Alit Yudha memiliki sahabat karib yang sudah ia kenal sejak tahun 1971. 

Ia adalah Prof. Wayan Windia, lelaki kelahiran Gianyar, Bali yang saat ini menjadi masih aktif menjadi guru besar di Universitas Udayana. 

Di mata sahabatnya ini, almarhum merupakan sosok yang rela berkorban untuk bangsa dan berbuat melebihi kepentingan-kepentingan pribadi dan keluarga. 

Beliau merupakan cerminan untuk anak-anak para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia, termasuk Prof. Windia sendiri. 

“Beliau menjadi referensi ke mana kami harus menghadap, ke mana harus bekerja, ke mana harus diarahkan hidup ini. 

Kami adalah anak yang orang tuanya terpanggil, rumah dibakar, kakek nenek diintimidasi, semua dikorbankan untuk nusa dan bangsa,” kata Prof. Windia. 

Bersahabat selama setengah abad lamanya tentu sudah banyak pengalaman yang dimiliki oleh Prof. Windia bersama almarhum. 

Menurut Prof. Windia, semua pengalaman bersama almarhum adalah sangat berkesan dan ia menuturkan hubungan mereka sangat baik. 

Prof. Windia bercerita setiap kali almarhum menghadapi masalah, almarhum selalu memanggil dirinya untuk dimintai nasehat. 

Baca juga: Dibalsemkan, Jenazah I Gusti Ngurah Alit Yudha, Anak I Gusti Ngurah Rai Dibawa Pulang Keluarga

Tidak hanya dengan almarhum, Prof. Windia juga sangat dekat dengan keluarga dari sahabatnya I Gusti Ngurah Alit Yudha

Bahkan anak-anak almarhum sendiri sudah menganggap dirinya seperti paman sendiri dan memanggil dirinya dengan sebutan “om”. 

Almarhum yang disapanya dengan nama “Gung Alit” ini sangat suka berdiskusi tentang banyak hal, terutama masa depan bangsa Indonesia. 

Prof. Windia juga sangat dipercaya oleh almarhum sehingga tidak jarang juga dianggap sebagai tangan kanan almarhum. 

Hal ini ternyata sudah diajarkan dari kedua orang tua Prof. Windia untuk menjadi “pareka” di Puri Carangsari yang menghormati komandannya, I Gusti Ngurah Rai

“Kalau ada masalah yang harus disampaikan kepada yang bersangkutan, beliau meminta saya untuk bertindak. 

Seperti mengkritik gubernur, mengkritik menteri, termasuk bupati-bupati waktu kami masih aktif,” tutur Prof. Windia. 

Dengan Prof. Windia, almarhum menjadi orang yang sangat terbuka, namun dibalik itu, almarhum juga sosok yang suka memendam. 

Banyak permasalahannya yang dipendam seperti permasalahan kehidupan, permasalahan konflik dan politik, permasalahan organisasi. 

Terkadang saat almarhum mungkin kurang setuju akan sesuatu tetapi tidak ingin menyampaikannya, almarhum akan bercerita kepada sahabatnya itu. 

Prof. Windi mengatakan dirinya sangat sedih dengan kepergian almarhum dan sangat merasa kehilangan saudara untuk diskusi. 

Kini tidak ada lagi yang akan memanggil dirinya dengan sebutan “Ndia” karena hanya I Gusti Ngurah Alit Yudha saja yang berani memanggilnya seperti itu. 

Nama itulah yang juga menjadi bentuk persahabatan yang menunjukkan kedekatan dirinya dan almarhum.

Prof. Windia mendapat tugas untuk membacakan riwayat kehidupan I Gusti Ngurah Alit Yudha saat apel persada serangkaian Palebonan sahabatnya itu. 

Menggunakan pakaian Pemuda Panca Marga, Prof. Windia dengan tegar juga memberikan penghormatan terakhir untuk sahabatnya. 

“Selamat jalan Gung Alit,” ujar Prof. Windia seraya memberikan hormat kepada layon I Gusti Ngurah Alit Yudha yang sudah berada di Bade Naga. (yun)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved