Berita Bali
Salah Satu Mahasiswa Unud Bayar SPI 25 Juta, Nilai Fasilitas Kampus Belum Memadai
Salah satu mahasiswa Unud ungkap diirnya bayar Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) 25 juta, namun ia pun menilai fasilitas kampus belum memadai.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kendati sudah membayar Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) saat mendaftar melalui jalur mandiri ke Universitas Udayana (Unud), salah satu mahasiswa Unud rasakan fasilitas yang disediakan Unud belum memadai.
Salah satu Mahasiwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan Unud yang tak ingin disebutkan namanya menceritakan saat tahun 2019 lalu ia melakukan pendaftaran untuk menempuh pendidikan di Unud melalui jalur mandiri.
“Sebelumnya waktu jaman 2019 mekanisme SPI masih belum seperti sekarang yang ada batasnya SPI 0, atau SPI 1 dan seterusnya. Jaman ku dulu Rp. 25 juta untuk Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2019,” jelasnya pada, Rabu 15 Februari 2023.
Sementara untuk pembayaran SPI ini, dikatakannya tidak ada pernyataan resmi dari pihak kampus. Pembayaran SPI ini sudah ada dimekanisme pendaftaran dan sudah tercantum disistem pendaftaran. Ketika melakukan pendaftaran pada sistem sudah terpasang biaya minimum untuk SPI.
“Dan waktu itu kebetulan Fakultas Ekonomi Rp 25 juta dan dengan angka yang paling minimal saya memasukan Rp 25 juta (disistem),” imbuhnya.
Untuk angka paling tinggi penyumbang SPI, disebutkanya tak ada patokan hanya saja pembayaran minimal yang dipatok nominalnya.
Bahkan sampai saat ini ia tidak mengetahui angka pasti berapa maksimalnya untuk membayar SPI tersebut.
Dan harga SPI ini setiap Fakultas berbeda-beda, dan pada angkatannya paling kecil Rp 10 juta.
Baca juga: Bali Corruption Watch Harapkan Ada Informasi Transparan Terkait Kasus Korupsi Unud
Itu juga tergantung pada jumlah peminat dari Fakultas-fakultas tersebut.
“Aku sebenarnya tidak tahu SPI namanya dan itu uang mandiri untuk masuk lah karena daftar jurusan mandiri jadi kita mikirnya daftar mandiri benar-benar mahal Rp 25 juta dan tahunya dari sistemnya,” sambungnya.
Ia pun mengungkapkan apa alasannya tetap melanjutkan pendidikan di Unud sementara diwajibkan membayar SPI dengan nominal yang fantastis.
Alasannya karena ia merupakan lulusan dari Sekolah di luar Bali dan sekolahnya tidak memiliki akreditas yang cukup baik, terlebih juga nilai-nilai akademiknya yang kurang mendukung.
Sebelumnya ia sempat mengikuti pendaftaran SNMPTN dan SBMPTN, namun tak lolos.
Lalu orangtuanya pun juga mendukung agar ia tetap melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi nya di Universitas Negeri.
Khawatir tidak akan segera mendapatkan kampus yang baik, maka jadilah ia membayar uang SPI tersebut.
Rupanya kabar pembayaran SPI ini juga sudah cukup santer dan sering dibicarakan antar mahasiswa Unud.
“Ada juga teman saya bayar SPI Rp 35 juta cuma kalau gak salah itu jurusan Akuntansi. Terus dengar-dengar juga ada teman waktu KKN dia jurusan Kedokteran pasang SPI sampai Rp 1 miliar. Sejauh itu mungkin segitu karena SPI menurut saya hal yang personal bagi mahasiswa,” paparnya.
Total uang yang harus disediakan oleh orangtua mahasiswa tersebut saat akan mendaftar yakni sebanyak Rp 30,5 juta dengan rincian uang SPI Rp 25 juta ditambah uang UKT 4 sebesar Rp 5,5 juta.
Dari sana orangtua mahasiswa tersebut langsung mencari pinjaman untuk membayar nominal tersebut.
“Ini juga karena nilai gak keluar agak rancu. Bisa jadi rata-rata jalur mandiri lulus dari jalur uangnya, agak ragu juga karena aku juga bayar SPI diminimal. Kalau masalah semakin tinggi (setor uang SPI) semakin lulus bisa saja 50:50 karena disisi lain mahasiswa ajukan berapa nilai SPI dan berapa yang diajukan itu mungkin bisa jadi pertimbangan Unud,” terangnya.
Menurutnya kasus Korupsi terkait SPI Unud ini memang benar-benar naas. Pasalnya, dana SPI yang didapatkan Unud tak sedikit jumlahnya jika ditotal dari seluruh mahasiswa.
Sedangkan jika dibandingkan pada fasilitas kampus terdapat banyak ruangan belajar atau kelas yang fasilitasnya kurang memadai seperti contohnya di kelas Teknologi Pertanian.
Dan terdapat beberapa toilet kekurangan air yang bersih.
“Jadi bertanya mana sih uang SPI itu? Kalau dari fasilitas memang benar kurang padahal SPI ya memang untuk pembangunan Kampus,” tanyanya.
Dengan adanya kasus korupsi terkait dana SPI di Unud ini, dikatakannya sesungguhnya pendidikan adalah hak untuk semua masyarakat, baik masyarakat kelas atas hingga bawah.
Dan sekali lagi ia sangat menyayangkan adanya perbuatan korupsi di lingkungan Universitas Udayana. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.