Berita Bali
Praktik ‘Jual Beli Kepala’ Muncul Lagi, Perlakuan ke Wisman Tiongkok di Bali Ini Ada Sebelum Pandemi
Sekretaris Daerah Provinsi Bali mengatakan, jual beli kepala ini menimbulkan kondisi yang tidak adil untuk industri pariwisata
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kabar ‘jual beli kepala’ wisatawan Tiongkok yang dilakukan oleh oknum agen perjalanan wisman Tiongkok kembali ramai diperbincangkan di Bali.
Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan, jual beli kepala ini menimbulkan kondisi yang tidak adil untuk industri pariwisata, karena hanya menguntungkan satu pihak saja.
“Bahwa ada kompetisi di antara industri pariwisata, iya namanya juga bisnis. Tetapi bisnis itu harus fair di satu sisi tidak boleh saling mematikan satu sama lain, tetapi saling hidup menghidupi,” katanya Dewa Indra, Rabu 22 Februari 2023.
Dia mengatakan, pihaknya ingin pariwisata yang berkualitas dan pariwisata yang memberikan manfaat bagi perekonomian masyarakat Bali.
Baca juga: Tahun 2023, Okupansi di TS Suite Seminyak Capai 60-70 Persen, Owner Harap Pasar Wisman Meningkat
Dan konteks jual kepala ini tidak terlalu besar kontribusinya bagi pariwisata Bali dan bahkan tidak saling menciptakan ekosistem yang hidup menghidupi untuk pariwisata.
“Praktiknya seperti apa tentu Bapak Wagub yang tahu,” imbuhnya.
Kata Dewa Indra, sebelum Covid-19 isu ini memang sudah muncul. Dan sudah pernah ditertibkan.
Lalu pada era Covid-19 karena pariwisata turun tidak ada isu lagi karena memang pariwisata dan wisman tidak berkunjung ke Bali.
“Sekarang muncul lagi isu itu karena pariwisata. Tetapi praktik itu tidak membangun ekosistem yang baik bagi pariwisata kita Bali,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali mengadakan Rapat Persiapan Tata Kelola Destinasi Pariwisata Provinsi Bali bersama OPD terkait dan stakeholder pariwisata, di Ruang Rapat Praja Sabha, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Bali, Senin 20 Februari 2023.
Rapat tersebut dipimpin Wakil Gubernur Bali Prof Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Dalam rapat tersebut, Cok Ace menyampaikan ada berbagai isu, salah satu yang terpenting terkait dengan kedatangan wisatawan Tiongkok ke Bali.
Menurutnya, wisatawan Tiongkok secara kuantitas tidak bisa dipandang sebelah mata dan selalu menjadi salah satu jumlah wisatawan tertinggi ke Bali.
“Jadi kita harus benar-benar mempersiapkan segala sesuatu, dari segi regulasi hingga penunjang lainnya, sehingga target kunjungan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah bisa terwujud,” kata Cok Ace.
Kembali merujuk pada keadaan sebelum pandemi Covid-19, Cok Ace melanjutkan isu terpenting yang menyangkut wisatawan Tiongkok dulu adalah masalah ‘Jual Beli Kepala’ wisatawan yang dilakukan oleh sejumlah oknum agen perjalanan di Tiongkok.
Menyongsong dibukanya pasar Tiongkok tahun 2023, ia mengatakan mengumpulkan pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali juga turut bersuara terkait dengan isu jual beli kepala wisatawan China.
Ketua DPD HPI Bali, I Nyoman Nuarta mengatakan, jual beli kepala wisatawan China merupakan persoalan yang sudah terjadi sejak dulu dan selalu terjadi setiap tahun.
Oleh karena itu, bersama pemerintah, HPI kini gencar untuk mencarikan solusi agar isu ini tidak terjadi lagi pada 2023.
“Pak gubernur sedang menugaskan Pak Kadispar Provinsi Bali dengan menghadirkan pihak market Mandarin dan mengundang teman-teman stakeholder. Kemarin (21 Februari 2023) kita sudah rapat bersama untuk mencari solusi agar tidak terjadi jual beli kepala wisatawan Cina kedepannya,” kata I Nyoman Nuarta kepada Tribun Bali, Rabu.
Nuarta mengakui di tahun-tahun sebelumnya HPI “berselingkuh” dengan pemerintah dalam pelayanan wisatawan China.
Dulu, setiap tamu yang datang dijual dengan harga murah kepada guide misalnya sekitar 20 dolar per kepala.
Terkadang para tamu ini juga dijual kepada pihak toko sehingga mereka pun mengambil keuntungan dari sistem tersebut.
Dampaknya adalah tamu yang datang tidak mendapatkan pelayanan yang baik, misalnya mobilnya tidak ber-AC.
Selain itu, wisatawan juga hanya diajak berbelanja dan tidak diajak ke destinasi wisata yang notabennya Bali adalah destinasi pariwisata budaya.
Sehingga seakan-akan terlihat tamu ini menjadi objek yang dijual dan bukan untuk dilayani.
Namun saat ini, pemerintah sangat responsif dan mendorong HPI agar betul-betul tidak terlibat dalam jual beli kepala tersebut.
Tidak hanya HPI, tetapi juga lembaga pariwisata lain seperti serta Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA).
“Sekarang ini momentum perbaikan tata kelola pariwisata antara pihak berkontribusi dalam jual beli kepala harus ditindak tegas. Jangan sampai mereka berselingkuh untuk diajak berbisnis menjual beli kepala karena tujuan kita sendiri kan adalah untuk memberikan penjelasan terkait dengan pariwisata Bali,” tegas Nuarta.
Kaitannya toko dan travel yang menjadi mata rantai jual beli kepala wisatawan akan dicek dan dieliminasi sebagai salah satu solusi.
Ruang-ruang yang mampu meng-cover untuk travel agent mengambil keuntungan atas tindakan jual beli tersebut juga akan ditutup.
Akan ada rapat-rapat lanjutan lagi terkait dengan pola atau metode yang akan digunakan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi lagi jual beli kepala.
HPI juga telah bersepakat untuk tidak memperpanjang lisensi pihak yang bersangkutan apabila terlibat dalam indikasi tersebut.
Tidak berhenti disitu, mereka juga akan dilaporkan kepada pihak berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai aturan.
Selain pengawasan informal di lapangan, HPI juga akan terlibat salam pengawasan formal bersama pihak satpol PP dan stakeholder lainnya.
Mereka akan membentuk satgas dari unsur-unsur stakeholder pariwisata dan akan rutin melakukan kegiatan-kegiatan pengawasan di lapangan.
Ini selaras dengan pemikiran Gubernur Bali yang sedang kencang memperbaiki tata kelola pariwisata dan HPI sangat menyambut baik agar Bali ini terhindar dari penjualan kepala wisatawan.
Walaupun belum dapat dipastikan kebersihan pariwisata dari jual beli kepala wisatawan, namun Nuarta akan terus memantau.
HPI akan selalu melakukan evaluasi dan berharap jual beli kepala wisatawan China tidak terjadi lagi serta meningkatkan perekonomian Bali.
Dan kepada seluruh wisatawan Cina yang datang ke Bali diharapkan bisa taat dengan peraturan dan sama-sama menjaga lingkungan.
Kedatangan wisatawan dari Cina menjadi salah satu momen yang dinantikan para pelaku pariwisata.
Selain datang dengan jumlah yang orang yang banyak, wisatawan Cina sangat dinantikan karena kegemarannya berbelanja.
Dengan demikian, dapat dikatakan kedatangan mereka dapat membuka aliran perekonomian pariwisata yang sempat terhambat karena pandemi Covid-19.
Merespon hal tersebut, HPI Bali sudah bersiap untuk memberikan pelayanan pariwisata yang maksimal.
Nuarta mengatakan, HPI telah menyiapkan 200 orang pramuwisata untuk meng-handle tamu dari Cina.
“Sekarang ini sudah ada tamu yang di-handle teman-teman di lapangan. Sekarang ini jumlahnya belum banyak jadi saya pikir 200 orang masih cukup untuk para wisatawan,” kata Nuarta.
Selain itu, HPI juga menyiapkan sitting guide yang bisa ditugaskan sewaktu-waktu apabila terjadi ledakan wisatawan.
Sitting guide merupakan guide dengan lisensi bahasa Inggris yang berperan untuk mendampingi para tour leader wisatawan Cina.
Sementara itu, dari sisi kesehatan, HPI memastikan hampir 100 persen anggotanya sudah memenuhi standar vaksin yang diterapkan pemerintah untuk menjamin keamanan pariwisata.
HPI belum menargetkan jumlah wisawatan yang akan datang ke Bali karena belum adanya data terkait penerbangan.
Sementara itu, diketahui para wisatawan yang datang ke Bali dari China baru menggunakan Charter flight saja, belum direct flight.
Walaupun demikian, HPI akan terus memantau perkembangan jumlah wisatawan by time dan diperkirakan tamu akan semakin banyak di Maret mendatang.
Selain SDM, yang juga menjadi hal utama kesiapan HPI adalah kontrak positif terhadap pemerintah untuk mencegah adanya jual beli kepala wisatawan China.
“Kami akan berupaya untuk memastikan jangan sampai melalukan tindakan-tindakan jua beli lagi. Tapi kan tipologi guide ini tidak bisa dijamin 100 persen walaupun saya ketuanya karena orientasi orang di lapangan adalah uang,” tuturnya.
Namun, HPI akan berusaha keras untuk bertindak tegas terhadap pelaku-pelaku yang terlibat dengan jua beli tersebut.
HPI sepakat untuk menjaga kultur budaya Bali yang menjadi bagian dari HPI itu sendiri. (sar/yun)
97 Persen Guide Berasal dari Luar
SIAPA sangka, dari 1.200 guide Mandarin yang bekerja di Bali nyatanya hampir sebagian besar berasal dari luar Bali. Hal ini diutarakan I Nyoman Nuarta selaku Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali kepada Tribun Bali, Rabu 22 Februari 2023.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Bali memberikan dampak terhadap dunia pariwisata.
Akibatnya, guide mandarin di Bali ini pun meninggalkan Bali untuk mencari pekerjaan baru agar bisa bertahan hidup.
Dan sementara ini hanya tersisa 200 orang guide yang dilihat oleh HPI siap bekerja dalam jangka pendek.
“Hampir 97 persen dari 1.200 guide Mandarin itu datang dari luar Bali. Waktu Covid, mereka kembali ke kampung halaman, ke pekerjaan awal di pabrik, dan lain-lain,” kata Nuarta.
Tidak tinggal diam, diinternalisasi HPI dan diupayakan oleh Gubernur Bali, HPI mencari solusi terkait ketersediaan SDM (guide).
Gubernur Bali pun telah mendorong Kepala Dinas Pariwisata Bali agar memberikan kursus bahasa Mandarin kepada masyarakat umum.
Kursus ini diberikan kepada masyarakat Bali yang berminat menjadi pramuwisata wisatawan dari China dan mau bekerja sesuai dengan aturan yang ada di Bali.
“Bukan bermaksud untuk mendiskriminasi karena jelas kita ini adalah negara NKRI, tetapi kadangkala kita perlu agar kekurangan ini tidak terus terjadi,” kata Nuarta.
Nuarta memaparkan saat ini masih sedikit orang Bali yang menjadi guide Mandarin.
Namun, dari bulan ke bulan selalu terjadi penambahan walaupun tidak sebesar yang ditargetkan.
Secara penghasilan, guide Mandarin jelas memiliki penghasilan yang lebih besar, namun Nuarta mengakui bahasa Mandarin cukup sulit untuk dipelajari.
Walaupun demikian, Nuarta yakin semua yang berminat bisa melewati proses dan ia melihat ketertarikan terhadap Bahasa Mandarin mulai meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Disamping itu, HPI juga menjalin kerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan dan lembaga kursus untuk meningkatkan dukungan pendidikan bahasa Mandarin.
“Dengan segala cara kami berusaha untuk menjalin kerja sama bersama Kadispar, Dinas Ketenagakerjaan, dan LPK. HPI sudah bertemu dengan calon pengajar dari orang China yang sudah lama di Tiongkok yang memiliki metode untuk belajar bahasa Mandarin dalam perspektif kepemanduan,” tambahnya. (yun)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.