Berita Tabanan
PN Tabanan Eksekusi Tanah Ayahan Banjar Adat Dajan Tenten, Desa Adat Akan Bawa ke Ranah Pidana
Pengadilan Negeri (PN) Tabanan melakukan proses eksekusi di tanah ayahan Banjar Adat Tenten, Desa Adat Banjar Anyar Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Pengadilan Negeri (PN) Tabanan melakukan proses eksekusi di tanah ayahan Banjar Adat Dajan Tenten, Desa Adat Banjar Anyar Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali.
Eksekusi tersebut menggunakan sebuah becho untuk menghancurkan bangunan yang masih berdiri di atas tanah tersebut.
Tanah seluas 469 meter persegi itu, disita karena dijadikan jaminan ke sebuah bank swasta.
Baca juga: Meski Tak Ada Kasus, Dinas Pertanian Tabanan Lakukan Antisipasi Flu Burung
Informasi yang dihimpun, bahwa tanah itu dianggap tanah ayahan atau pekarangan desa.
Namun, kemudian disertifikatkan menjadi tanah milik pribadi dan dijadikan jaminan pinjaman di bank swasta.
Diketahui tanah tersebut sebelumnya ditempati oleh Ni Nengah Sulatri semasa hidupnya.
Baca juga: Ketua DPRD Tabanan Tinjau Jalan Rusak di Bongan, Spontan Bantu Rp 5 Juta
Namun status kepemilikan lahan putus karena tidak ada penerus dari almarhum.
Pantauan Tribun Bali sekitar pukul 12.00 Wita siang, personel penuh disiagakan oleh Polres Tabanan.
Arus lalu lintas ditutup sementara waktu hingga proses eksekusi dilakukan, baik yang menuju utara atau selatan.
Sehingga masyarakat harus putar balik.
Tak ayal, eksekusi ini juga menyita perhatian warga.
Baca juga: DPRD Tabanan Minta Kejaksaan Dan OPD Kaji Perjanjian Aset Pangkung Tibah
Masyarakat desa adat setempat melihat langsung eksekusi tersebut.
Eksekutor sekaligus Panitera PN Tabanan, Nyoman Windia menjelaskan, bahwa eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan risalah lelang di mana dalam perkara ini permohonan eksekusi pernah tertunda karena ada perlawanan dari pihak termohon atau desa adat yang diwakili jro bendesa dan kelian adat.
Perlawanan itu dilakukan setelah adanya keputusan desa adat yang diwakili, tidak puas dengan putusan di PN Tabanan.
Artinya keputusan tersebut tidak memenuhi syarat formal.
Baca juga: Ketua DPRD Tabanan Salurkan Bantuan Pembuatan Ogoh-ogoh Pada STT
Kemudian, dilakukan upaya hukum hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Namun, putusannya tetap sama atau menguatkan putusan di PN Tabanan.
“Karena tidak ada upaya kasasi dan waktu sudah habis. Sehingga putusan gugatan dari termohon menjadi inkrah, sehingga eksekusi tetap dilakukan,” paparnya, Rabu 8 Maret 2023.
Terpisah, Bendesa Adat Banjar Anyar Kediri Tabanan, I Made Raka menegaskan, bahwa desa adat sejatinya masih belum menerima keputusan ini.
Baca juga: 3 Kapolres di Bali Dimutasi, AKBP Leo Dedy Defretes Jadi Kapolres Tabanan
Sayangnya, berbagai upaya mulai dari PN Tabanan sampai tingkat PT Denpasar tidak membuahkan hasil alias putusan NO atau putusan yang menyatakan bahwa gugatan termohon tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
“Upaya hukum sudah kami lakukan dan hasilnya NO atau kalah,” tegasnya.
Namun sambungnya, pihaknya tidak akan berhenti sampai di sini.
Pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah pidana pemalsuan, sebab proses pensertifikatan lahan atau karang ayahan desa menjadi milik pribadi dan dijaminkan, ada perjanjian palsu atau bodong.
Sehingga ke depan, tidak terjadi lagi hal serupa seperti saat ini.
“Kami tidak akan berhenti. Kami menyayangkan kenapa begitu mudahnya karang ayahan desa disertifikatkan jadi milik pribadi,” bebernya.
Untuk diketahui, bahwa gugatan ini muncul ketika ada tanah ayahan desa seluas 469 meter persegi yang disertifikatkan menjadi tanah milik pribadi.
Di tanah adat tersebut, berdiri bangunan rumah yang selama ini ditempati Ni Nengah Sulatri semasa hidupnya.
Mendiang Nengah Sulastri ini punya dua anak laki-laki, satu nyentana dan satunya lagi meninggal dunia.
Sehingga itu dianggap putus atau putung.
Dengan sertifikat hak milik yang sebenarnya diduga bermasalah, ada oknum yang menyarankan membuat ahli waris bohongan.
Setelah Sulastri meninggal, tidak ada lagi yang menempati lahan dan bangunan tersebut. Seharusnya tanah tersebut dikembalikan kepada desa adat.
Namun belakangan diketahui, tanah tersebut justru dijadikan agunan pinjaman kredit di salah satu bank di Denpasar dan akan dieksekusi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.