Berita Bali

3 Paus Terdampar dalam Seminggu, Dosen FKH Unud Sebut Terkait Cuaca Buruk Akibat Intervensi Manusia

Sepekan belakangan, warga Bali dihebohkan dengan penemuan paus terdampar di sejumlah pantai di Bali.

Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Foto istimewa PSDKP Jembrana
Suasana saat paus jenis sperma ditemukan terdampar di Pantai Yeh Leh, wilayah Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Jembrana, Sabtu 8 April 2023. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sepekan belakangan, warga Bali dihebohkan dengan penemuan paus terdampar di sejumlah pantai di Bali.


Tak tanggung-tanggung, sebanyak 3 peristiwa paus terdampar terjadi di Bali dalam kurun waktu satu minggu.


Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Bali, peristiwa paus terdampar pertama terjadi di Pantai Batu Lumbang, Tabanan, Bali pada Sabtu 1 April 2023 lalu.

Baca juga: BREAKING NEWS: Paus Terdampar di Pantai Lepang Klungkung, Dalam Kondisi Hidup dan Terluka


Saat pertama kali ditemukan warga, paus tersebut telah dalam kondisi busuk dan mengeluarkan bau menyengat.

Diperkirakan paus tersebut telah mati dua minggu sebelumnya di tengah laut dan akhirnya terdampar di pantai lantaran terbawa ombak.


Paus tersebut kemudian dikuburkan pada Senin 3 April 2023.

Empat hari berselang, peristiwa paus terdampar kembali terjadi di Pantai Yeh Malet, Karangasem, Bali pada Rabu 5 April 2023 lalu.

Baca juga: Ikan Paus Terdampar Dikubur di Pantai Batu Lumbang Tabanan

Mulanya, paus tersebut ditemukan terdampar di Pantai Lepang, Klungkung, Bali pada dini hari dalam kondisi hidup.


Setelah dibantu warga dikembalikan ke laut,  diduga paus yang sama ditemukan terdampar dengan kondisi mati di Pantai Yeh Malet, Karangasem, Bali pada siang harinya, pukul 13.45 WITA.


Paus tersebut kemudian dikuburkan pada Kamis 6 April 2023 lalu.

Baca juga: Bangkai Paus 9 Meter Terdampar di Pantai Munggu Mengwi Bali, Langsung Dikubur karena Sudah Bau

3 hari berselang, paus terdampar kembali ditemukan di Pantai Yeh Leh, Jembrana, Bali pada Sabtu 8 April 2023 kemarin.

 

Menanggapi peristiwa tersebut, Tribun Bali mencoba menghubungi Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Drh. Ida Bagus Windia Adnyana, Ph.D.

 

Windia yang mendalami aquatic animal itu mengatakan, secara umum terjadi perubahan lingkungan akibat intervensi manusia yang disebutnya dengan Anthropocene.

Baca juga: Bangkai Paus di Pantai Munggu, Kepala BKSDA Bali Sebut Sudah Hancur Tidak Bisa Diidentifikasi


Perubahan Anthropocene itu dapat mempengaruhi eko-fisiologis pada tingkat sel dan organisme, kelangsungan hidup populasi, hingga kebugaran dan perilaku individu.


“Perubahan anthropocene global telah mengubah lingkungan hampir semua spesies di bumi, baik itu melalui perubahan iklim, modifikasi habitat, polusi, dan berbagai intervensi manusia.”

Baca juga: Seekor Paus Terdampar di Jembrana, Air Rob Membuat Petugas Belum Bisa Lakukan Penanganan


“Ini dapat memiliki konsekuensi yang luas pada semua tingkat kehidupan organisasi, termasuk tekanan eko-fisiologis pada tingkat sel dan organisme, kebugaran dan perilaku individu, kelangsungan hidup populasi, interaksi spesies, dan keanekaragaman hayati,” ungkap Windia saat dihubungi Tribun Bali pada Minggu 9 April 2023.


Sementara itu, banyaknya paus yang terdampar di Bali diduga berhubungan dengan cuaca. Seperti misalnya siklon, dan lain sebagainya.

 


“Intensitas yang agak banyak (paus terdampar) akhir-akhir ini saya kira berhubungan dengan cuaca, siklon, dan lain-lain,” tambahnya.


Kaitannya, perubahan Anthropocene itu mengakibatkan penurunan kebugaran fauna laut, yang dalam hal ini adalah paus.


Lantaran kebugarannya yang menurun, paus sangat mudah terpengaruh cuaca buruk seperti misalnya siklon, dan lain-lain.


“akibat perubahan tersebut (Anthropocene), kebugaran banyak makhluk termasuk paus, penyu dan megafauna laut lainnya menurun.”


“Karena menurun, gampang terpengaruh oleh perubahan-perubahan termasuk cuaca buruk yang akhir-akhir ini semakin banyak terjadi di laut,” terang Windia.


Lebih lanjut, Windia menjelaskan, proses nekropsi atau bedah bangkai dilakukan guna mengetahui penyebab kematian.


Tingkat kesulitan nekropsi bagi fauna laut bervariasi, bergantung pada ukurannya.


“Nekropsi itu bedah bangkai. Tujuannya untuk mengetahui penyebab kematian. Tapi untuk spesies laut ukuran besar seperti paus sperma tidak mudah melakukannya,” terang Windia.

Sementara itu, hasil dari nekropsi bisa dengan cepat diketahui bahkan begitu nekropsi selesai dilakukan.

 


Namun, demi peneguhan diagnosis diperlukan pemeriksaan lanjutan melalui laboratorium yang memakan waktu hingga satu minggu.

 


“Nekropsi nika (itu) hasilnya bisa cepat, langsung setelah nekropsi. Tapi, untuk peneguhan diagnosis diperlukan pemeriksaan lanjutan (lab). Saat nekropsi biasanya diambil berbagai jenis sampel jaringan tubuh paus.”

 


“Untuk pemeriksaan lab, bisanya diperlukan waktu sekitar 1 minggu,” pungkas Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Drh. Ida Bagus Windia Adnyana, Ph.D. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved