Bupati Meranti Terjerat Korupsi
Polemik Kasus Korupsi Bupati Meranti, Kemendagri Akui Masih akan Telusuri Penggadaian Aset
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui akan terus melakukan penelusuran terkait penggadaian aset negara oleh Bupati Meranti nonaktif
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui akan terus melakukan penelusuran terkait penggadaian aset negara oleh Bupati Meranti nonaktif.
Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil diketahui menggadaikan aset negara berupa kantor bupati dan mes demi meminjam uang sebesar Rp100 miliar.
Staf khusus Mendagri, Kastorius Sinaga mengungkapkan bahwa pihaknya terus mempelajari kasus berdasarkan regulasi dan dokumen yang sudah berhasil diamankan oleh KPK berdasarkan OTT.
"Kemendagri masih mempelajari kasus ini berdasarkan regulasi dan dokumen yang ada," ujar staf khusus Mendagri, Kastorius Sinaga dilansir dari Kompas.com pada Senin (17/4/2023).
Baca juga: Seminggu, 2 Kepala Daerah Terjaring OTT KPK, Rugikan Negara Total Lebih dari Rp2,6 Miliar
Ia mengatakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian selalu menekankan soal pentingnya berpijak pada regulasi.
Eks Kapolri tersebut juga disebut selalu meminta jajaran terkait, dalam hal ini Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, untuk mencermati masalah ini secara faktual dan mengevaluasi secara normatif.
"Bila ada pelanggaran maka akan ditelusuri. Bila pemberitaan tidak sesuai dengan fakta, maka akan diklarifikasi," kata Kastorius.
Sebelumnya diberitakan, aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Riau, diduga digadaikan ke Bank Riau Kepri (BRK) Syariah Cabang Selatpanjang.
Aset itu diduga digadaikan oleh M Adil saat masih aktif menjabat sebagai Bupati Kepulauan Meranti dengan nilai pinjaman Rp 100 miliar.
Baca juga: KPK Resmi Tetapkan Yana Mulyana Tersangka Dugaan Suap, Program Bandung Smart City Rp924 juta
Pimpinan Cabang BRK Syariah Cabang Selatpanjang, Ridwan membenarkan adanya pinjaman dari Pemkab Meranti.
"Itu pinjaman atau pembiayaan BRK Syariah untuk Pemda Meranti," kata Ridwan saat diwawancarai Kompas.com melalui sambungan telepon, Sabtu (15/4/2023).
Pinjaman dilakukan sejak Januari 2022. Tetapi, dana yang dikucurkan baru sekitar Rp 60 miliar.
Ridwan menjelaskan, dalam pembiayaan di BRK Syariah tidak ada aset yang jadi agunan.
Pihak bank menggunakan sistem pembiayaan akad kerja sama musyarakah mutanaqisah (MMq) dengan underlying asset.
Musyarakah mutanaqisah adalah bentuk akad kerja sama dua pihak atau lebih dalam kepemilikan suatu aset.
Ketika akad ini telah berlangsung, aset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.
Baca juga: Terjaring OTT KPK, Wali Kota Bandung Diduga Terkait Suap Pengadaan CCTV dan Jaringan Internet
Bentuk kerja sama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain lagi.
"Kebetulan Pemda Meranti APBD 2022 minus. Untuk pembangunan infrastruktur APBD defisit. Makanya, dilakukanlah kerja sama,”
“Karena Pemda kan memiliki aset untuk kita lakukan kerja sama pembiayaan MMq," kata Ridwan.
"Bukan kantor bupati (yang digadaikan), tapi kantor Dinas PUPR yang menjadi dasar kerja sama kita dalam pembiayaan tersebut," ujarnya lagi.

Ia mengatakan, cicilan yang harus dibayar Pemkab Meranti tiap bulannya sekitar Rp 3,4 miliar, yang sejauh ini sudah dibayar Rp 12 miliar, setelah pencairan APBD Desember 2022.
Selanjutnya, pembayaran cicilan akan dibebankan pada APBD Meranti 2023 dan 2024.
Ridwan menegaskan bahwa mekanisme pinjaman yang dilakukan oleh Pemkab Meranti sudah melalui prosedur.
"Kemudian, telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan juga, lewat Depdagri juga, serta izin Kemendagri juga sudah," kata Ridwan.
Bahkan, ia mengatakan, pinjaman seperti ini tidak hanya diberikan di Kepulauan Meranti, melainkan juga beberapa daerah lainnya.
"Ini diperbolehkan, asalkan daerah itu memungkinkan untuk minjam. Dari Kementerian Keuangan ada izinnya kalau tidak salah,”
“PP (Peraturan Pemerintah) pun ada yang mengatur. Jadi, setiap daerah itu boleh minjam,”
“Untuk nominal pinjamannya tergantung pada besaran APBD-nya," ujar Ridwan.
Dilansir dari Kompas.com, Muhammad Adil terbukti secara sah melakukan 3 jenis tindak pidana korupsi.
Kasus pertama yakni pemotongan anggaran sejumlah kantor dinas tahun 2022-2023 yang dibuat seolah-olah jadi utang kepada penyelenggara negara.
Kedua, kasus dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umroh yang modusnya memenangkan biro travel untuk program umroh gratis.
Lalu kasus yang ketiga dugaan suap pemeriksaan keuangan Kabupaten Meranti untuk mendapatkan status opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

KPK setidaknya telah menyita barang bukti uang senilai Rp 1,7 miliar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan uang hasil korupsi itu dipakai untuk melancarkan berbagai keperluan Muhammad Adil.
Yakni menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) Kepulauan Meranti demi mendapatkan status WTP.
Adapun jumlah dengan kisaran 5 sampai dengan 10 persen untuk setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
Termasuk untuk modal safari politik dalam Pemilihan Gubernur Riau 2024, mendatang.
"Uang dalam bentuk tunai disetorkan pada FN yang menjabat kepala BPKD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus adalah orang kepercayaan MA."
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau tahun 2024," kata Alexander Marwata.
Selain Bupati Meranti, KPK juga menetapkan dua orang tersangka lainnya yakni auditor muda BPK Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). (*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kemendagri Telusuri soal Bupati Meranti Gadaikan Aset Pemkab untuk Pinjaman Rp 100 Miliar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.