Berita Bali
Kasus Dugaan Korupsi, Sidang Praperadilan Prof Antara Lawan Kejati Bali, Para Ahli Tegaskan Hal Ini
Dengan ditolaknya eksepsi Termohon, sidang pun dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari Pemohon yang menghadirkan saksi, ahli dan bukti surat.
Penulis: Putu Candra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang praperadilan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng selaku Pemohon melawan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali sebagai Termohon berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis, 27 April 2023.
Sidang diawali dengan agenda duplik dari Termohon, kemudian berlanjut pembacaan putusan sela.
Dalam putusan sela, hakim tunggal Agus Akhyudi menolak eksepsi (keberatan) Termohon.
Dengan ditolaknya eksepsi Termohon, sidang pun dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari Pemohon yang menghadirkan saksi, ahli dan bukti surat.
Di mana dalam pembuktian, tim hukum Pemohon, Nyoman Sukandia, Gede Pasek Suardika dkk menghadirkan Muhammad Adi Khairul Anshary dari Universitas Siliwangi yang juga dosen dan Kepala UPT Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai saksi.
Dalam keterangannya, Muhammad Adi menjelaskan secara umum terkait jalur penerimaan mahasiswa baru, juga terkait SPI. Prihal penerimaan mahasiswa baru, calon mahasiswa yang mendaftar akan membuat akun sendiri. Artinya ini semua dilakukan secara online.
Baca juga: Pasek Suardika Pertanyakan Unsur Melawan Hukum, Sidang Praperadilan Rektor Unud Terkait Kasus SPI
Baca juga: Eksepsi Termohon Ditolak, Praperadilan SPI Unud Dilanjutkan

Sementara, terkait penerimaan mahasiswa melalui jalur mandiri, yang membayar SPI adalah mereka yang dinyatakan lulus dan mulai registrasi. "Pembayarannya melalui sistem dan setelah pembayaran SPI maka ia akan mendapatkan NIM. Pembayaran SPI ini dilakukan pada saat registrasi. Sementara, terkait dana SPI, semuanya masuk ke satu rekening dan tidak bisa diambil sembarangan," terangnya.
Untuk ahli, yang memberikan keterangan pertama adalah Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang. Dian Puji merupakan ahli hukum keuangan negara dari Universitas Indonesia (UI). Pihaknya menerangkan terkait hukum keuangan negara. Dalam menentukan indikasi kerugian keuangan negara dilakukan audit investigatif.
Jadi audit investigatif ini dapat mengungkap dan memberikan simpulan apakah dalam pengelolaan keuangan ada indikasi kerugian, berapa jumlah kerugian secara pasti. Artinya harus berdasarkan nilai yang valid.
"Yang melakukan audit investigatif harus dilakukan oleh badan yang berwenang, bukan dari badan yang tidak berwenang. Jika audit dilakukan buka dari lembaga berwenang, tentu menjadi tidak sah," paparnya di muka persidangan.
Menurutnya BKP lembaga yang berwenang menilai kerugian negara. Hasil pemeriksaan kata Dian Puji adalah salah satu alat bukti yang digunakan dalam penyidikan. Dari segi hukum keuangan, unsur merugikan keuangan negara harus diawali bukti audit. Yang mana, hasil audit dari lembaga berwenang ini lah menjadi bukti awal yang sah dalam menetapkan atau memulai penyidikan.
"Kerugian negara itu harus nyata dan pasti sesuai hasil audit dari lembaga resmi. Begitu juga, kerugian keuangan negara itu harus nyata dan pasti. Tidak bisa berdasarkan indikasi potensi, imajinasi, dan harus sesuai hasil audit," bebernya.
Ahli berikutnya, Dr. Mahrus Ali yang merupakan ahli hukum acara pidana Universitas Islam Indonesia (UII). Pihaknya menegaskan, terkait penetapan tersangka, wajib didahului dengan penghitungan kerugian negara oleh lembaga berwenang yang bersifat nyata dan faktual. Bila suatu kasus memang belum ada perhitungan, yang mana hanya dilakukan oleh penyidik, sehingga penetapan tersangka ini menjadi tidak sah.
Soal penghitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Penyidik dalam hal ini, tidak bisa menghitung kerugian ini, yang artinya kualitas pembuktian tidak terpenuhi. Biasanya perkara tipikor, pada pasal korupsi, harus ada penghitungan.
"Kalau memang faktanya tidak ada penghitungan kerugian dari lembaga berwenang, artinya itu tidak sah penetapan tersangkanya. Sebetulnya keputusan MK itu penyidik boleh menghitung, namun harus berkoordinasi dengan lembaga berwenang. Harusnya ada permohonan resmi dari penyidik untuk penghitungan kepada lembaga. Kemudian hasilnya itu akan jadi laporan bukti surat. Bukan menghitung sendiri apalagi nilainya miliaran," jelasnya.

Unud
Universitas Udayana
SPI
Sumbangan Pengembangan Institusi
Kejati
praperadilan
PN Denpasar
korupsi
mahasiswa
seleksi jalur mandiri
BPK
UPAYA PHDI Denpasar Ringankan Beban Umat, Gelar Upacara Menek Kelih Hingga Metatah Massal |
![]() |
---|
Gelar Aksi Damai ke Kantor Gubernur, Partai Buruh Exco Bali Tuntut Stop PHK dan Hapus Outsourcing |
![]() |
---|
Kejati Bali Dorong Penanganan Tindak Pidana Korupsi Lewat Mekanisme DPA, Lazim di Luar Negeri |
![]() |
---|
Pemprov Bali Nantikan Pusat Untuk Penentuan Lokasi Tersus LNG |
![]() |
---|
Cuaca Buruk, Pelabuhan Gilimanuk Bali Ditutup Hampir Dua Jam, Antrean Kendaraan Mengular |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.