Berita Denpasar
Sosok I Wayan Suweca, dari Penjual Kacang di Lapangan Puputan Badung Jadi Maestro Karawitan Bali
Sosok I Wayan Suweca, dari Penjual Kacang di Lapangan Puputan Badung Jadi Maestro Karawitan Bali
Penulis: Putu Supartika | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Prosesi pangabenan maestro karawitan Bali asal Denpasar I Wayan Suweca digelar di Krematorium Setra Badung pada Minggu 28 Mei 2023.
Dalam upacara ini dihadiri oleh ratusan kerabat dan sanak saudara.
Selain itu, juga diiringi dengan tetabuhan dari Sanggar Cundamani.
Sebelum menjadi seorang maestro, menurut penuturan anak petamanya Ni Putu Hartini, saat kecil I Wayan Suweca menjadi penjual kacang.
Suweca berjualan di areal Lapangan Puputan Badung Denpasar.
Meskipun sebagai penjual kacang, namun ia memiliki bakat seni dan ingin mengembangkan bakatnya tersebut menjadi sesuatu yang menghasilkan.
Ketika itu, banyak yang mencibir jika seni tak bisa menghasilkan apa-apa.
Meskipun demikian, Suweca bertekat dan ingin membuktikan apa yang dikatakan itu salah.
Berbekal tekad dan bakat dibidang magambel, ia kemudian melanjutkan ke Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar yang kini menjadi ISI Denpasar.
Tanpa memiliki kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni, Suweca mendapat rekomendasi ke luar negeri dan langsung diambil.
"Di luar negeri, Bapak menjadi pendiri Sekaa Gong Sekar Jaya yang sampai sekarang masih bergaung," tuturnya di sela-sela kremasi.
10 tahun di luar negeri, sang ayah kembali ke Bali dan menjalani kehidupan berumah tangga.
Ia kemudian menjadi asisten di ASTI, berlanjut menjadi dosen hingga pensiun tahun 2013.
"Dari sana beliau membuktikan, dari penjual kacang di Puputan, dengan menjadi seniman bisa hidup dan terkenal," katanya.
Bahkan Hartini pun mengaku baru tahu jika sang ayah adalah seorang maestro.
Hal ini dikarenakan sang ayah sangat rendah hati dan sederhana.
"Saya baru tahu Bapak seorang maestro kerena begitu sederhananya beliau, seperti istilahnya depang anake ngadanin (biarkan orang lain menilai)," katanya.
Meskipun tak ada pesan sebelum meninggal, namun setiap hari sang ayah selalu berpesan agar anak-anak dan cucunya mensyukuri apa yang ada.
"Jangan mengeluh, nikamti dan syukuri apa yang ada. Lakukan kewajiban dengan baik," tutur Hartini tak kuasa menahan air matanya.
Meski sudah pensiun, Suweca masih tetap mengajar dan membina beberapa sanggar, banjar dan juga di kampus.
Beliau juga menjadi pencetus Pekan Seni Remaja atau PSR untuk materi gender wayang dan juga materi di PKB.
Hal ini berkaca dari penabuh gender wayang yang saat itu sudah tua.
Kepada anak dan cucu, Suweca merupakan sosok yang bijaksana, sabar dan setia menuntun dan membimbing.
Meski tak memberikan bekal materi, ia banyak memberi bekal keterampilan pada anaknya.
Selain itu, dalam hal akademik, Suweca mendorong anaknya untuk bisa ke jenjang S1 dan S2.
Dan alhasil, semua anaknya sudah bergelar magister.
"Dan kami masih punya hutang belum bisa S3. Siapa tahu doa beliau, kami bisa segara S3 bahkan bisa jadi guru besar seperti mimpi bapak kepada anak-anaknya," katanya.
I Wayan Sueca meninggalkan tiga orang anak yakni Ni Putu Hartini, Ni Made Hariyati, dan I Nyoman Gede Hariyana.
Juga tiga menantu yakni I Made Widana, Made Dwi Cahya Septian, dan Made Desi Rastiani.
Selain itu, ada juga 4 yakniiI Wayan Agus Wijaya, I Made Teja Susena, Ni Putu Bulan Pradnyaswari, dan I Made Candra Pradnyaswara.
Sementara untuk cucu kelima masih dalam kandungan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.