Berita Bali

Tak Setuju Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Ketua GPEI Bali Sarankan Sewakan Pulau Kosong

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023, GPEI Bali menolak keras adanya perizinan ekspor pasir laut

Dok. Tribun Bali
Ilustrasi pantai dan pasir - Tak Setuju Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Ketua GPEI Bali Sarankan Sewakan Pulau Kosong 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ekspor pasir laut sudah diizinkan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Tentunya kebijakan ini menuai reaksi pro dan kontra terlebih Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahkan mengaku tak tahu menahu soal aturan anyar ekspor pasir laut ini.

Menanggapi soal kabar perizinan ekspor pasir laut, Pengusaha Senior sekaligus Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Bali, Panudiana Kuhn, menolak keras adanya perizinan ekspor pasir laut.

Menurutnya daripada mengekspor pasir laut, lebih baik pasir hasil sedimentasi tersebut digunakan untuk mereklamasi pulau-pulau di Indonesia, contohnya Bali.

Baca juga: Disel Astawa Jadi Tersangka Kasus Reklamasi Pantai Melasti, De Gadjah: Kami Hormati Proses Hukum

“Pantai Kuta pun harus direklamasi, Nusa Dua direklamasi, Sanur juga gitu. Kalau pasir sedimen itu diekspor, nanti pulau kita malah hilang. Dulu pernah ada pulau hilang, zaman orde baru atau Pak Habibie,” jelasnya, Rabu 7 Juni 2023.

Lebih lanjutnya ia mengatakan, jika memang negara membutuhkan uang, ia menyarankan untuk menyewakan pulau yang tentunya kosong tak berpenghuni dan tidak bisa dikelola.

Menurut Kuhn, tidak sedikit pulau tak berpenghuni di Indonesia, pulau-pulau ini bisa disewakan, semisal untuk pariwisata, atau tujuan lain yang positif.

“Saya tidak setuju (ekspor pasir laut), mendingan saja sewakan pulau. Pulau yang kosong, tidak bisa kelola, sewakan saja, 90 tahun, 80 tahun (lama sewanya), mau diapain, silahkan,” imbuhnya.

Bali sendiri, menurut dia, lebih membutuhkan reklamasi untuk pulau sendiri.

Dicontohkannya, seperti wilayah Serangan yang direklamasi menjadi KEK Kura-kura Bali.

Bali sendiri sebetulnya memerlukan pasir. Hal ini lantaran, beberapa tepi pantai seperti di Kuta, Nusa Dua, bahkan hingga Sanur, sudah mulai menipis.

“(Pantai-pantai) Itu direklamasi, sebenarnya reklamasi itu bagus sekali untuk negara. Cuman kan ada yang ribut sendiri, contohnya Melasti, itu kan ribut karena politik,” terangnya.

“Takutnya ekspornya menyalahi aturan. (Bisa saja) pulaunya langsung diambil kan; campur pasir, tanah, dan batu,” tambah dia.

Pada intinya yang harus jelas, tegasnya, siapa pihak yang mengawasi, untungnya ke siapa saja, dan berapa hasil yang diterima negara.

Disinggung terkait apakah Bali memungkinkan masuk ke road map, Kuhn mengatakan, Bali kini tidak lagi banyak memiliki pasir putih.

Yang mana, ungkap dia, pasir putih akan sangat menguntungkan untuk dijual.

Terutama untuk kawasan-kawasan yang digunakan untuk pariwisata.

“Kalau menurut saya begitu (Bali aman dari ekspor pasir laut). Mungkin mereka (akan) nyari yang dekat-dekat Batam, dekat situ saja sepertinya. Kalau ekspornya (mungkin) ke Singapura. Ini pentingnya, siapa yang akan mengawasi. Ini kan ada kementerian lingkungan. Menteri perdagangan saja sudah tidak setuju dengan ide ini,” tutupnya. (*)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved