Serba Serbi

Kerajinan Unik Asal Tabanan Bali, "Bojog-bojogan Sambuk" Karya Ketut Wisma

Kerajinan unik asal Tabanan Bali, "Bojog-bojogan Sambuk" karya Ketut Wisma dipajang di Tanah Lot Festival Art and Food.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/I Made Ardhiangga Ismayana
Kerajinan Bojog-bojogan Sambuk asli Tabanan, Bali. 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN- Kerajinan tangan bojog-bojogan (monyet-monyetan) nampak menghiasi salah satu stand di Tanah Lot Festival Art and Food ke 4, Minggu 25 Juni 2023.

Kerajinan tangan dari nyuh puyung atau kelapa tak berisi air ini dibuat oleh Ketut Wisma, 59 tahun, warga Banjar Batugaing, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.

Kerajinan tangan ini cukup menarik perhatian pengunjung.

Apalagi dibuat oleh Wisma yang juga bekerja sebagai seorang fotografer lepas di DTW Tanah Lot.

Wisma mengaku, bahwa ia belajar membuat kerajinan itu pada era 70-an silam.

Dari seorang tetangga di kampungnya. Lambat laun, tetangganya mulai meninggalkan pekerjaan itu.

Akhirnya ia meneruskan hingga saat ini.

Dan masih bertahan, meskipun memang pada saat pandemi dihantam hingga harus rehat.

Usai pandemi mulai reda, akhirnya dirinya pun meneruskan membuat kerajinan dari kelapa yang tak ada airnya itu.

“Memang ramai sebelum pandemi. Saya biasa kirim ke Klungkung, Badung, kalau di Bali. Kalau luar negeri sampai Australia dan Italia,” ucapnya.

Baca juga: Capai 25 Ribu Kunjungan, Tanah Lot Art and Food Festival Ditutup Bagus Wirata

Wisma menjelaskan, proses pembuatan ialah pertama dengan pencarian bahan baku.

ahan baku utama ialah nyuh puyung atau kelapa kosong.

Ia membeli di daerah lain.

Namun, ketika permintaan tidak banyak, maka ia mendapat bahan baku dari lahan pertaniannya sendiri.

Dari bahan baku itu, kemudian dirinya melakukan pengukiran menggunakan pisau.

Menjadi bojog atau monyet.

Dengan berbagai macam raut muka hewan primata itu.

Kemudian, sedikit dihias dengan mata dengan pengecatan.

“Tema yang dipilih adalah "bojog" (monyet), agar tidak kehilangan ciri khas kerajinan asli Tanah Lot. Bojog bojogan sambuk sudah dari lama menjadi ciri khas Tanah Lot,” ungkapnya.

Di usianya yang semakin bertambah, Wisma mengaku, bahwa dirinya memang sudah tidak mampu melayani pembeli secara maksimal.

Dan hanya beberapa saja yang mampu ia layani.

Bahkan, dari tiga perajin yang ada, kini hanya tinggal dirinya.

Karena usia, ia kemudian mencoba mewariskan ini kepada anaknya, I Kadek Yogi Putra Perbawa.

Dan saat ini, dirinya paling tidak hanya bisa mengambil 20 hingga 30 buah kerajinan dalam seminggu.

Padahal dahulu, sebulan bisa sampai 200-an buah kerajinan ini.

“Ini bisa dibuat hiasan meja ruang tamu dan tempat tanaman anggrek. Kalau awet, sangat awet. Bisa sampai puluhan tahun, asalkan terhindar dari hujan,” ungkapnya.

Selama festival, sambungnya, kerajinan ini ditawarkan dengan harga rata-rata Rp 40 ribu.

Dan dirinya saat ini, lebih banyak menolak meskipun pesanan sudah sangat tinggi.

Terutama dari Tiongkok.

Hanya saja, tidak bisa diambil, karena khawatir tidak dapat menyelesaikan pesanan tepat waktu.

“Jadi cuma melayani kecil-kecil saja. Takutnya nanti malah tidak tepat waktu,” jelasnya.

Untuk kerajinan nya memang masih diperjual belikan di kawasan tanah lot.

Saat ini, juga dalam Festival Tanah Lot banyak warga negara asing yang melirik dan meminta untuk pengiriman luar negeri seperti dari WN India dan Cina.

Untuk Eropa jarang yang melirik, karena dalam pengiriman juga susah.

Dan dengan adanya Festival ini, memberikan dampak positif bagi dirinya seluruh UMKM di Tabanan, Bali.

Festival ini memberikan peluang baru bagi para pengusaha lokal untuk memperluas jaringan bisnis mereka.

“Saya juga berharap ada yang melanjutkan kerajinan ini. Dan untuk festival tentu berdampak positif bagi kami (UMKM),” bebernya. (ang).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved