Pilpres 2024

SBY Benarkan Jokowi Endorse Capres, Asal Tak Menggunakan Perangkat Negara

SBY Benarkan Jokowi Endorse Capres *Asal Tak Menggunakan Perangkat Negara *Juga Tidak Salah Jika Presiden Intervensi Parpol

Editor: Fenty Lilian Ariani
ist
Rilis Buku - Presiden ke-6 yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merilis buku berjudul "Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi" di Jakarta, Senin (26/6). Dalam bukunya, SBY membenarkan jika Presiden Jokowi ikut meng-endorse terhadap bakal Capres dan Cawapres asal tidak menyalahgunakan fasilitas negara. 

JAKARTA, TRIBUN-BALI.COM - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhak memberikan dukungan (endorsement) terhadap bakal calon presiden (Bacapres) dan bakal calon wakil presiden (Bacawapres), asal tidak menyalahgunakan fasilitas negara.

"Tentu dengan catatan beliau tidak menggunakan sumber daya negara untuk menyukseskan kandidat yang dijagokannya itu," kata SBY dalam tulisannya yang berjudul "Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi)" yang disampaikan kepada kader Partai Demokrat dalam forum Mimbar Demokrat di Jakarta, Senin (26/6).

"Jika kemudian perangkat negara, termasuk fasilitas dan uang negara digunakan untuk itu, di samping tidak etis juga melanggar undang-undang," ujar SBY.

Presiden ke-6 Republik Indonesia itu menyampaikan, Jokowi melanggar undang-undang jika menggunakan Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, TNI, penegak hukum, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perangkat negara yang lain untuk memenangkan jagoannya.

"Jelas merupakan pelanggaran undang-undang yang serius karena bakal membuat Pilpres mendatang tidak lagi jujur dan adil," ucap SBY.

Menurut SBY, setiap orang termasuk presiden, jika melakukan perbuatan sehingga sebuah pemilihan umum, termasuk Pilpres, benar-benar tidak bebas, tidak jujur dan tidak adil maka sudah melanggar konstitusi.

"Ingat, amanah UUD 1945, 'Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil'," lanjut SBY.

Selain melanggar undang-undang, kata SBY, jika pemimpin bersikap tidak adil dan menggunakan fasilitas negara untuk memenangkan kandidat tertentu dalam Pilpres maka keabsahan keseluruhan prosesnya dipertanyakan.

"Artinya, siapapun yang ingin menjadi Capres atau Cawapres dalam Pilpres 2024 tidak boleh dihalang-halangi, apalagi jika dilakukan dengan penyalahgunaan kekuasaan," kata SBY.

Baca juga: Moeldoko Bermanuver di Demokrat Tanpa Restu Jokowi? Ini Pernyataan Lengkap SBY

Karenanya, SBY menyatakan, sikap Presiden Jokowi yang melakukan kerja politik mendukung bakal Capres tertentu bukan sebuah kesalahan.

"Adalah hak Presiden Jokowi untuk memberikan endorsement kepada siapapun untuk menjadi Capres dan atau Cawapres. Tidak boleh endorsement yang berarti dukungan dan 'keberpihakan' itu dianggap keliru," kata SBY.

"Jika untuk menyukseskan 'jago' yang didukungnya Presiden Jokowi melakukan kerja politik, menurut pendapat saya itu juga tidak keliru," lanjut SBY.

Akan tetapi, SBY mengingatkan supaya Jokowi dalam mendukung kandidat tertentu menjelang Pilpres 2024 tidak melanggar undang-undang dan menggunakan fasilitas negara.

Menurut SBY, Jokowi sebagai pemimpin harus memastikan penyelenggaraan Pilpres 2024 adil dan terbuka untuk semua pihak.

Sebelumnya diberitakan, Jokowi menyatakan tidak bisa bersikap netral dan melakukan cawe-cawe (ikut campur) menjelang ajang Pilpres 2024 mendatang. Salah satu alasannya adalah Jokowi menginginkan sejumlah programnya tetap berjalan setelah masa kepemimpinannya selesai.

Bagi SBY, Presiden Jokowi juga tak bisa disalahkan jika melakukan intervensi pada berbagai partai politik (Parpol) soal penentuan bakal calon presiden (Bacapres) dan bakal calon wakil presiden (Bacawapres). “Dalam hal ini, saya berpendapat Pak Jokowi tidak bisa dipersalahkan,” ujar SBY.

Ia menyatakan, jika isu tersebut benar, ada pihak yang menilai Jokowi tak etis mengintervensi keputusan Parpol.

Para pihak itu menganggap bahwa keputusan mengusung Bacapres-Bacawapres merupakan kewenangan dan kemandirian Parpol, yang semestinya tidak dipengaruhi Jokowi.

Tapi, bagi SBY, yang juga harus dikritik dalam persoalan ini adalah pimpinan Parpol itu.

“Kalau benar yang menentukan siapa Capres dan Cawapres adalah Pak Jokowi dan bukan Parpol-Parpol yang bersangkutan,” ucapnya.

“Justru yang dikritisi adalah para pemimpin Parpol-Parpol itu. Mengapa mau diperlakukan begitu,” sambung dia.

Menurut SBY, selama ada kesepakatan yang disetujui bersama antara Jokowi dan pimpinan Parpol, maka tidak ada yang perlu dipersoalkan atas intervensi yang dilakukan presiden.

“Kita tidak boleh menyalahkan baik Pak Jokowi, maupun para pemimpin Parpol, karena hal ini terjadi atas dasar ‘mau sama mau’,” pungkas dia. 

Yakin Tak Ikut Campur Upaya Moeldoko Rebut Demokrat

SBY meyakini bahwa Presiden Jokowi tak ikut campur terkait langkah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko merebut kedaulatan Demokrat.

Hal itu ditulis SBY dalam bukunya berjudul "Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi" yang dirilis pada Senin (26/6).

“Saya sangat ingat apa yang disampaikan Presiden Jokowi kepada Ketua Umum Partai Demokrat di Istana Bogor, tanggal 9 Maret 2021 sekitar pukul 20.00 WIB.

Waktu itu Ketua Umum Partai Demokrat AHY diundang oleh Pak Jokowi ke Istana Bogor,” papar SBY.

Baca juga: Kronologi Mahasiswi UNDIP Tewas di Gunung Lawu, Ditemukan dengan Kondisi Mulut Berbusa

Ia menyatakan, dalam pertemuan itu, Jokowi menyebut tak mengetahui langkah politik Moeldoko untuk mengganggu kepemimpinan Demokrat di tangan AHY.

Keterangan itu, lanjut SBY, juga disaksikan okeh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

“Pak Jokowi menjelaskan secara panjang lebar bahwa intinya beliau ‘tidak tahu-menahu’ atas apa yang dilakukan oleh Moeldoko,” ujarnya.

Ia menganggap keterangan Jokowi itu patut dipercaya dan berbeda dengan yang disampaikan kubu Moeldoko yang mengeklaim telah mendapatkan restu dari Jokowi.

Begitu pun, banyak pihak tak yakin Jokowi tak mengetahui langkah Moeldoko itu.

“Tetapi, posisi Partai Demokrat, termasuk saya, tetap memercayai dan memegang apa yang disampaikan Pak Jokowi tersebut sebagai kebenaran,” tutur dia.

Selanjutnya, SBY juga meminta Mahkamah Agung (MA) tetap independen dalam memutuskan peninjauan kembali (PK) yang diajukan kubu Moeldoko soal kepemimpinan Demokrat.

Ia berharap MA tetap teguh dengan pendiriannya sendiri meskipun diduga mengalami tekanan untuk memenangkan PK Moeldoko.

“Jika benar memang ada tekanan dari ‘pihak-pihak tertentu atau dari orang kuat’ saya berharap MA tidak serta-merta memercayainya,” pungkas SBY. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved