Pemilu 2024
Budaya Patriarki di Bali Jadi Penyebab Rendahnya Keterwakilan Perempuan di Parlemen
KPP Provinsi Bali menyampaikan rekomendasi, berdasarkan masukan-masukan dari peserta seminar maupun para narasumber
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Mulai dari perempuan pada umumnya kurang saling memotivasi, saling mendukung, dan saling menginspirasi antar sesama perempuan.
Sering kali muncul hambatan dari keluarga ketika perempuan ingin terjun ke dunia politik.
Hal ini berdampak pada akses sumber daya termasuk jaringan adat juga finansial yang menjadi penentu penting bagi keterpilihan caleg.
Kurangnya kepercayaan diri perempuan dalam berlaga di ranah publik meski secara pendidikan cukup mumpuni.
Hal ini disebabkan oleh panjangnya waktu perempuan berada di ranah domestik, sehingga gagap ketika didorong ke ranah publik.
Perempuan dapil Jembrana ini juga menyampaikan, masih terdapat beberapa peraturan yang belum ramah perempuan, korban kekerasan.
Terdapat isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok pengiriman tenaga kerja SPA therapist.
Adanya isu pelecehan seksual secara on-line, yang makin merebak di Bali. Kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Di Bali belum ada Rumah Aman untuk korban anak perempuan yang diperkosa atau dilecehkan oleh orang terdekatnya.
“Sehubungan dengan jumlah pemilih adalah sekitar 57 persen perempuan, agar lebih adil dan demokratis maka diperlukan dorongan pada peningkatan kuota perempuan menjadi 40 persen – 50 persen di daftar calon dengan merevisi UU nomor 7 tahun 2017. Atau kuotanya diterapkan minimal 30 persen pada hasil pemilu, “ lanjutnya.
Untuk itu, lanjut dia, KPP merekomendasikan agar melakukan pembangunan kesadaran (awareness) yang pada akhirnya akan membantu mengurangi hambatan personal dan kultural.
Hambatan kultural secara khusus budaya patriarki dapat didobrak dengan adanya ruang hukum yang seluas-luasnya terhadap perempuan.
Melakukan penguatan kapasitas perempuan untuk berkiprah di ruang publik khususnya di partai politik dan parlemen.
Keberadaan perempuan bukan sekadar prosedural namun lebih jauh ke ranah substansial.
Sehingga sangat penting bagi calon legislatif perempuan untuk menguasai isu-isu yang dekat dengan permasalahan perempuan, seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.