Berita Bali

Do and Don’t Bali Tak Efektif! Kemenparekraf : Terbuka Jika Ada Cara Lain Atur Wisman

Sebelumnya, belakangan ini kembali ditemukan fenomena warga negara asing (WNA) alias bule berulah di Bali.

Tribun Bali/ Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
SOSIALISASI - Acara sosialisasi kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing di kantor Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali di Denpasar, Senin (25/9). Pungutan bagi wisatawan asing mulai berlaku 14 Februari 2024.  

TRIBUN-BALI.COM  - Deputi Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Ni Made Ayu Marthini menanggapi pernyataan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Bali yang menyebutkan bahwa Do and Don’t yang tidak efektif untuk wisatawan mancanegara (Wisman).

“Bali lagi populer ke mana-mana. Bali dikatakan tetap populer dan diminati orang yang mau berkunjung. Dengan banyaknya turis kami pemerintah, termasuk Bali bagaimana mengeluarkan sebuah aturan atau mekanisme, makanya sekarang ada do and don’t apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh wisatawan,” katanya Ketika di sela acara Sosialisasi Kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali No 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing, di Dinas Pariwisata Provinsi Bali di Denpasar, Senin (25/9).

Sebelumnya diberitakan televisi nasional bahwa Kakanwil menilai aturan do and don’t tidak efektif menghentikan ulah bule nakal. Marthini mengatakan, jika memang do and don’t tidak efektif untuk wisman di Bali, Kemenparekraf terbuka dengan usulan yang lain untuk mencegah perbuatan tidak baik dari wisman di Bali. “Kita terbuka ya kalau dianggap tidak efektif mungkin ada cara lain karena ini sebetulnya buku itu tertulis. Sosialisasi melalui media sosial, melalui travel agent, seluruh stakeholder. Kita inginkan itu juga dilakukan karena yang dilakukan basic sekali,” imbuhnya.

Tak dipungkiri, terkadang turis juga tidak mengetahui hal tersebut. Sehingga membuat semua pihak yang terlibat harus terus menerus melakukan sosialisasi. Jika memang terdapat ide lain, Kemenparekraf mengatakan pihaknya terbuka menerima.

Sebelumnya, belakangan ini kembali ditemukan fenomena warga negara asing (WNA) alias bule berulah di Bali. Padahal Do and Don’t sudah diberlakukan dan disosialisasikan. Namun Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun, yang juga anggota satgas pariwisata Bali mengatakan, hal tersebut bukan disebabkan pengawasan yang terkesan kendor.

“Ini memang kita kan selalu, bukan berarti ini (pengawasan) kendor, apa dan sebagainya ya. Bukan berarti juga Satgasnya tidak (jalan). Ini kita selalu ada kejadian-kejadian selalu kita tindaklanjuti. Otomatis kita berkomunikasi, bergerak terus, apalagi sekarang Imigrasi sudah ada Satgas Bali Becik, kami sudah berkoordinasi terkait dengan hal-hal ini,” jelasnya saat dikonfirmasi, Kamis (7/9) lalu.

Dia mengatakan, kejadian-kejadian seperti ini akan ditindaklanjuti. Menurutnya, tidak ada ruginya saat Do and Don’t diberlakukan. Karena sosialisasi Do and Don’t sudah disampaikan saat WNA tersebut sebelum ke Bali. Dengan masih ditemukannya kejadian WNA berulah, artinya para WNA tersebut belum memahami dan sebagainya atau dia masih perlu lagi diingatkan kembali.

Salah satu bentuk kenakalan wisman dilakukan di gunung yang ada di Bali. Karena itu Pemerintah Provinsi Bali yang dipimpin Gubernur Bali, Wayan Koster waktu itu membuat Perda larangan mendaki gunung di Bali bagi wisatawan. Walapun Koster telah selesai menjabat Gubernur, Perda itu, kata Sekda Dewa Indra, tetap berlaku.

Menanggapi hal tersebut, Marthini mengatakan, pihaknya akan mengikuti Perda Pemprov Bali terkait larangan mendaki Gunung di Bali.  “Dari Pemprov Bali kita ikuti tetapi yang jelas adalah kan ini pasti ada tujuannya. Kita respect hal tersebut. Kita tunggu kalau memang dibuka pasti dengan pertimbangan keamanan, dan ini kan untuk kesucian. Kalau dibuka, kita akan promosikan. Tetapi kalau tidak, kita hargai peraturan tersebut. Kita masih menunggu dari Pemprov. Kalau dibuka, kita akan mempromosikan,” jelas, Marthini.

Di tempat sama, Tjok Bagus Pemayun mengatakan, larangan mendaki gunung berwisata masih diterapkan saat ini. “Kita masih tetap bahwa sesuai dengan arahan bahwa gunung masih tempat suci tetap mengikuti kebijakan dari Pak Koster. Untuk regulasinya, Kadis LHK masih membuat kajian seperti apa,” kata Pemayun.

Menurut Pemayun, larangan mendaki gunung di Bali tidak berdampak pada wisatawan, namun nantinya akan diberikan informasi beberapa kegiatan apa saja yang bisa dilakukan di gunung, seperti reboisasi, penelitian atau bersih-bersih di gunung. “Intinya tidak boleh mendaki dulu. Kan arahan Pak Koster begitu. Kemarin sih memang sudah dipanggil BKSDA, tidak ada lagi. Clear, tidak boleh mendaki,” imbuhnya.

Sebelumnya, gunung-gunung yang ada di Bali akan dijadikan kawasan tempat suci oleh Pemerintah Provinsi Bali setelah melakukan Rapat Paripurna ke- 3 DPRD Provinsi Bali dengan DPRD Provinsi Bali, Senin (30/1) lalu.

Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan tata ruang ini sudah lama ditunggu dan memang sudah menjadi kebutuhan mendesak karena pembangunan Bali kedepan harus dikelola dengan satu tatanan yang semakin baik. Pengaturan yang berkaitan dengan tata ruang ini lebih lanjut nanti akan diturunkan menjadi rencana detail tata ruang di Kota/Kabupaten se-Bali. (sar)

Dana untuk Pengelolaan Sampah

SETELAH pungutan wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk Bali berlaku, rencananya dananya akan difokuskan untuk pengelolaan sampah di Bali. Pungutan wisman ditetapkan Rp 150 ribu atau setara dengan 10 dolar AS.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved