Human Interest Story
Kisah Driver Gojek Difabel Viral di Bali, Saat Dilindas Kereta, Saya Dikira Sudah Meninggal
Arul menjalani kehidupan dengan ikhlas hingga menjadi tulang punggung keluarga, setelah ayahanda meninggal dunia tahun 2021 silam.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tak ada manusia yang terlahir sempurna, jangan kau sesali, segala yang telah terjadi, kita pasti pernah, dapatkan cobaan yang berat, seakan hidup ini, tak ada artinya lagi.
Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah Tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik.
PETIKAN lagu berjudul Jangan Menyerah milik D’Masiv ini sangat menggambarkan kegigihan seorang Fahrul Amrulloh dalam menjalani hidupnya di tengah keterbatasan fisik sebagai driver ojek online Gojek.
Kedua tangan Fahrul diamputasi karena kecelakaan saat masih berusia 10 tahun.
Baca juga: Kisah Atlet Panjat Tebing Desak Rita, Kena Cacar Air Saat Asian Games Hingga Sempat Tidak Direstui
Tapi dengan segala keterbatasannya, pria yang akrab disapa Arul itu aktif melayani pelanggan di Kota Denpasar dan sekitarnya.
Arul menjalani kehidupan dengan ikhlas hingga menjadi tulang punggung keluarga, setelah ayahanda meninggal dunia tahun 2021 silam.
Bahkan di usianya yang hampir menginjak kepala empat Arul terus memikirkan sekolah adiknya dan kebutuhan sang ibu.
Arul memiliki dua orang adik di Jawa dan seorang kakak di Lombok.
Sungguh mulia, demi keluarga Arul mengesampingkan kepentingan pribadi agar penghasilannya bisa untuk mencukupi keluarganya.
“Saya saat ini masih fokus untuk keluarga, menanggung adik, tidak berpikir untuk diri sendiri, nanti setelah adik saya lulus sekolah baru memikirkan berkeluarga. Bahkan ibu saya sampai minta maaf, tapi saya merasa ini sudah kewajiban saya. Saya bersyukur masih diberikan kesempatan bermanfaat,” ucap diwawancarai Tribun Bali di Kantor Gojek, Jalan Teuku Umar Denpasar, Jumat 6 Oktober 2023.
Kondisi disabilitas tersebut dialami oleh Arul saat duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.
Di desanya di Jember, Jawa Timur, Arul hidup dengan sang nenek, sedangkan bapak dan ibunya merantau di Bali.
Arul mengalami kecelakaan saat bermain di sawah, di mana saat itu waktunya panen tebu.
Arul dan teman-temannya mengejar kereta pengangkut tebu yang disebut Lori untuk ke pabrik gula.
Nahas, saat mengambil sebatang tebu dari Lori yang berjalan, Arul terjatuh dan terlintas kereta pengangkut tebu tersebut.
Arul mengorbankan kedua tangannya untuk menyelamatkan bagian kepalanya agar tidak terlindas kereta Lori.
Seketika tangan kiri Arul langsung putus saat itu juga.
Sedangkan tangan kanan juga mengalami kerusakan jaringan dan harus turut diamputasi serta diperbaiki jaringannya yang saat ini dia gunakan untuk menyetir sepeda motor.
Tak hanya di tangan, kepala Arul pun juga masih ada bekas luka-luka kenangan buruk itu.
Saat kejadian itu, Arul kehilangan kesadaran bahkan sempat dikira sudah meninggal dunia.
Namun keajaiban masih menaungi Arul, ia masih dinyatakan hidup dan segera dibawa menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis.
“Saat kereta lewat saya nunggu ada tebu keluar, logikanya gampang ditarik. Tebu ketarik kepala kebentur gerbong hampir kepala saya masuk, saya tahan pakai tangan, akhirnya kelindes. Saya tidak sadar, tidur sempat bangun, saya belum sadar kalau tangan putus dan dikira sudah meninggal, karena proses lama, ada sektar satu jam kala itu,” ungkapnya penuh haru.
“Tangan kiri langsung terputus, tangan kanan diperbaiki sama dokter prosesnya lama dokter bilang secara medis sulit diperbaiki, jadi saya berapa kali operasi diambilin kulit paha,” imbuhnya.
Arul yang saat itu masih berusia sekolah dasar setelah pulih dari masa pengobatan tindakan amputasi, dengan kondisinya tidak memiliki dua tangan normal, sempat melanjutkan sekolah.
Namun di situ Arul mulai meraskan morilnya jatuh dan mentalnya down.
Karena kondisinya itu, hinaan, dan celaan menghampiri Arul yang tidak lagi memiliki dua tangan utuh.
Arul semakin tertekan, dan akhirnya setelah sekitar tiga bulan memutuskan untuk berhenti sekolah.
“Saya sempat sekolah 3 bulan, ada yang bilang tangan saya seperti ceker ayam, ada yang mengejek buat saya berhenti, terus ada teman bilang tidak mau bantu saya menulis,” ujar Arul.
“Saat itu mental masih sensitif, saya berhenti sekolah, pemulihan mental saya butuh waktu sekitar 3,5 tahun dari keterpurukan itu. Dulu kalau jalan tidak ingin terlihat tangan, paling sama teman dekat saja tidak malu, belum bisa keluar rumah, lalu saya mulai berkaca tidak boleh seperti ini terus dari situ saya jalan tegap,” jabarnya.
Tuhan masih menyayangi Arul, di tengah keterbatasannya, pikiran positif datang di otaknya.
Daripada meratapi nasib, ia lebih memilih memulai memikirkan masa depan.
“Saat itu saya mulai berpikir untuk masa depan, dengan kondisi seperti saya, saya bekerja seperti apa, kalau bekerja otot pasti tidak bisa, jadi saya berpikir yang bisa bekerja pakai otak,” ujarnya.
Arul menuturkan, saat titik terendah dirinya dari kecelakaan itu, dua pertanyaan yang ingin ia daratkan kepada Tuhan, yakni dirinya akan bekerja apa dan apakah perempuan mau sama dia dengan kondisinya seperti itu.
Namun Tuhan menjawab di luar perkiraannya.
“Saya mulai bangkit, saya kenal teman perempuan, tidak ada penolakan. Bahkan sempat pacaran, saat usia semakin dewasa semakin percaya diri kembali, dari yang sebelumnya membatasi diri,” ujar dia.
Arul mulai mendapatkan momentum titik balik kisah kehidupannya, Arul memantapkan diri dengan afirmasi positifnya untuk belajar Bahasa Inggris secara otodidak.
“Yang di pikiran saya saat itu belajar Bahasa Inggris barangkali bisa jadi guide, saya belajar secara otodidak, mulai dari baca buku kamus dasar, lihat televisi film Hollywood. Itu saya tirukan pelafalannya, bahasanya,” tuturnya.
“Teknik saya belajar saya mengikuti pengucapan itu, saya sembunyi di kamar, saya seolah-olah melakukan tanya jawab membayangkan berbicara dengan orang asing. Sampai suatu saat nenek tanya, saya ngomong sama siapa di dalam kamar,” ujarnya sambal tertawa.
Perjuangan Arul untuk bangkit tak sampai situ, saat mencari pekerjaan Arul mengalami diskriminasi dan penolakan.
Kenyataan memukulnya, hingga akhirnya angin menuntunnya untuk merantau ke Pulau Dewata tahun 2012.
Di situ Arul dengan temannya, yang menjadi perantara Tuhan, memberikan Arul pekerjaan di Pantai Legian Kuta.
Dari situ kemampuan Bahasa Inggris Arul semakin terasah.
Ia lebih sering berbicara dengan orang asing saat bekerja menjaga persewaan papan surfing dan tempat duduk, hingga berdagang minuman di pantai.
“Tahun 2012 itu saya putuskan merantau ke Bali, ke pantai ada teman, awalnya tidak tahu saya bisa Bahasa Inggris, saya diajak ngomong orang asing, teman saya lihat dari situ saya mulai diminta membantu,” ujarnya.
Beberapa tahun berselang, karena terdesak kebutuhan, Arul pun harus memutar otak harus memiliki pekerjaan sampingan.
Pasalnya, kalau bekerja di pantai saat musim hujan penghasilan bisa saja menurun karena sepi orang.
Di tahun 2018, Arul mendengar informasi dari adiknya mengenai pendaftaran driver ojek online melalui platform Gojek.
Ia memberanikan diri untuk mendaftar menjadi driver, setelah ditempa pahitnya kehidupan membuat dia semakin kuat menjalani hidup.
“Kan saya lahir normal, dari kecelakaan itu saya banyak belajar dan pengen mandiri dari kecil. Berapa kali mencari kerja tidak dapat, sempat jual tahu isi, dan kerja di pantai, lalu ketemu Gojek tahun 2018. Saya iseng daftar. Saat itu saya hanya ditanya bisa bawa motor atau tidak, saya jawab bisa. Saya langsung diterima. Simpel. Dokumen saya juga lengkap dan diizinkan, bisa dikatakan kehidupan saya dimulai dari Gojek ini,” ujarnya sumringah. (adrian amurwonegoro)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.