Kasus SPI Unud
Prof Wiksuana Akui Ada Kelalaian Pungutan SPI Unud
Prof Dr I Gusti Bagus Wiksuana mengakui ada kelalaian pungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
Penulis: Putu Candra | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Wakil Rektor (WR II) Bidang Umum dan Keuangan Universitas Udayana (Unud) yang juga dosen, Prof Dr I Gusti Bagus Wiksuana mengakui ada kelalaian pungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
Hal itu dilontarkan Prof Wiksuana di muka persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat, 27 Oktober 2023.
Prof Wiksuana dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi perkara dugaan korupsi dana SPI mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022.
Keterangannya diperiksa di persidangan untuk tiga pejabat Unud yang menjadi terdakwa dalam perkara ini. Yakni Dr. Nyoman Putra Sastra (berkas terpisah), I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara.
Di hadapan majelis hakim pimpinan Putu Ayu Sudariasih, Prof Wiksuana menjelaskan, mengetahui adanya pungutan dana SPI jalur mandiri bagi maba.
Pihaknya pun menyatakan sebagai penanggungjawab melakukan penentuan dan penyusunan besaran tarif SPI di tahun 2018.
"Awalnya saya ditugaskan oleh rektor membentuk tim pelaksanaan penetapan tarif SPI. Saya juga bertanggung jawab atas tim pengkaji yang menghasilkan naskah akademis. Hasilnya kami temukan banyak sekali kebutuhan sarana dan prasarana. Seperti fakultas tidak mempunyai ruang kuliah, gedung yang tidak layak. Kami berkesimpulan SPI dilakukan," terangnya menjawab pertanyaan tim JPU.
Namun sebelum tarif SPI ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) rektor, tim yang diisi oleh Pembantu Dekan (PD) ditugaskan oleh Prof Wiksuana berkoordinasi dengan masing-masing fakultasnya. "Dari sana dihasilkan tarif SPI alternatif," ungkapnya.
Baca juga: Digital Branch Berkonsep Hybrid Pertama di Luar Jawa Dihadirkan CIMB Niaga di Bali
Baca juga: 1.048 Hektare Lahan di Gunung Agung Hangus Terbakar
Tim juga, kata Prof Wiksuana melakukan studi banding ke beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang juga ada SPInya. Yakni Universitas Brawijaya Malang, Universitar Airlangga Surabaya dan Universitas Andalas, Padang.
Ditanya oleh JPU mengenai parameter kewajaran penetapan tarif SPI, Prof Wiksuana mengatakan, telah melakukan survei.
"Secara non formal kami melakukan survei ke mahasiswa Unud yang sudah lulus untuk mengisi UKT. Diantaranya mengisi data berapa penghasilan orang tua. Dari sana kami mengestimasi angkanya," jelasnya.
Dari beberapa faktor itu lah, kemudian tim melakukan penetepan dan mengusulkan ke rektor Unud.
"Lalu kami berkoordinasi mengenai tarif. Dari sana kami usulkan ke rektor untuk ditetapkan menjadi SK. Rektor saat itu Prof Raka Sudewi," jawab Prof Wiksuana.
Selanjutnya tim JPU mempertanyakan mengenai payung hukum pemungutan SPI. Prof Wiksuana mengatakan, dasar SPI hanya mengacu pada Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor: 25 Tahun 2020. Tidak mengacu pada penetapan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu).
Berdasarkan peraturan itu lah kemudian ditetapkan besaran pengenaan tarif SPI, meskipun tidak ada penetapan dari Menteri Keuangan (Menkeu). Ini kemudian dituangkan dalam SK Rektor Unud.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.