Kasus SPI Unud

Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Panca Diperintah Buat Fitur Ubah Nilai, Prof Antara Membantah

Sidang Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud Adi Panca Diperintah Membuat Fitur Ubah Nilai, Prof Antara Membantah

Penulis: Putu Candra | Editor: Fenty Lilian Ariani
Putu Candra
Adi Panca bersaksi untuk terdakwa Prof Antara terkait kasus dugaan korupsi SPI Unud di Pengadilan Tipikor Denpasar. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Adi Panca Saputra Iskandar mengungkapnya, dirinya diperintah terdakwa mantan rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng membuat fitur ubah nilai pada aplikasi penerimaan mahasiswa baru (maba) jalur mandiri.

Saat itu, Prof Antara menjabat sebagai penerimaan maba jalur mandiri dari tahun 2018 sampai tahun 2020.

Hal itu disampaikan Adi Panca saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ketika bersaksi dalam kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) maba seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022 di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat, 30 November 2023. 

"Selain fitur SPI, ada fitur lain ditambahkan dalam sistem aplikasi yang saksi buat," tanya JPU Wayan Genip. 

"Ada penambahan fitur perubahan nilai kelulusan. Saat ini saya diperintah Prof Antara menambah fitur ubah nilai untuk kepentingan bina lingkungan. Itu disampaikan Prof Antara saat rapat," jawab Adi Panca. 

Dari fitur ubah nilai pada sistem aplikasi penerimaan maba jalur mandiri itu, Adi Panca mengatakan hanya dirinya yang bisa mengakses.

"Siapa saja yang bisa masuk dalam fitur ubah nilai," tanya JPU Wayan Genip. 

"Hanya saya saja sebagai developer, dan saya pribadi tidak pernah menggunakan. Tapi saya pernah beberapa kali diminta oleh pak Putra Sastra (terdakwa berkas terpisah) log in ke fitur ubah nilai memakai komputernya. Namun saya tidak memberikan password saya. Katanya untuk bina lingkungan," ungkap Adi Panca. 
Bina lingkungan ditujukan khusus untuk anak staf, pegawai dan dosen Unud

Hakim kembali mempertanyakan terkait fitur ubah nilai.

"Apanya yang diubah. Apakah bisa mengubah nilai dari lulus menjadi lulus atau apa," tanya hakim anggota Soebekti. "Setahu saya hanya bisa mengubah hasil nilai ujian. Ubah nilai itu bisa menjadikan orang lulus dan tidak lulus," papar Adi Panca. 

Baca juga: Ketua DPRD Gelar Sidak, Kondisi Lapangan Masih Bergelombang


Pada awal kesaksiannya, Adi Panca menyebut fitur SPI pada aplikasi dibuat tahun 2018. Dari sistem yang telah berjalan itu, saksi mengatakan, ada master data nilai nominal SPI yang diinput ke sistem e register, yakni di tahun 2018, tahun 2020 dan tahun 2022.

Penginputan data yang dilakukan Adi Panca berdasarkan perintah dari pimpinanya, yaitu Putra Sastra selaku kepala Unit Sumber Daya Informasi (USDI) Unud. USDI sendiri dibawah kewenangan bidang akademik. 

"Saya diperintah pak Putra Sastra menginput master data nominal SPI. Master data berupa file exel dalam bentuk soft copy diteruskan dari pak Ketut Budiartawan (terdakwa berkas terpisah)," kata Adi Panca. 

Pun jelang persiapan penerimaan maba jalur mandiri, kata Adi Panca dilakukan rapat dalam dalam simulasi sistem aplikasi. Rapat simulasi dihadiri tim USDI, Putra Sastra, Ketut Budiartawan, Yusnatara, Prof Antara dan dari biro akademik dan biro keuangan. 

Dalam rapat simulasi di tahun 2020, Adi Panca menjelaskan, Prof Antara menginstruksikan untuk mengisi tambahan SPI nilai nol dan SPI nominal level maksimal. "Maksudnya agar mahasiswa bisa mendaftar dengan memilih angka nol, juga bisa memilih level maksimal," paparnya. 

Selanjutnya JPU I Nengah Astawa menanyatakan terkait akses pada sistem aplikasi maba jalur mandiri.

"Siapa saja yang memegang akun pada sistem itu," tanyanya. "Rektor, ketua panitia, bidang akademik, USDI dan developer," jawab Adi Panca. 

"Semuanya bisa mengakses," kejar JPU Nengah Astawa. "Semua bisa masuk ke sistem, tapi ada batasan-batasannya. Yang paling luas aksesnya rektor, ketua panitia dan developer," jawab Adi Panca. 

JPU Nengah Astawa menanyakan kewenangan saksi mengupload data ke sistem aplikasi.

"Sebenarnya untuk mengupload data master itu bukan kewenangan saya. Waktu itu pak Putra Sastra meminta bantuan saya untuk menginput data di sistem. Setahu saya, kewenangan itu ada di bidang akademik, dan bidang keuangan," jawab Adi Panca.

Ditanya hakim prihal kewenangan input data, Adi Panca pun mengaku hanya menjalankan perintah pimpinan, yakni Putra Sastra. "Apakah saksi merasa ada paksaan," tanya hakim ketua Agus Akhyudi.

"Saya melakukan karena terpaksa, karena beban tugas pekerjaan. Iya ini bukan wewenang saya, karena saya diperintah untuk cepat, waktunya mepet," ucapnya. 

Dari keterangan saksi Adi Panca di muka persidangan, terdakwa Prof Antara membantah. Dirinya menyatakan, baru mengetahui punya akses ke dalam sistem aplikasi SPI. 

"Saat ini saya baru tahu bisa mengakses sistem aplikasi. Dan sampai sekarang saya tidak pernah menggunakan akses ke aplikasi," bantahnya.

Pula Prof Antara membantah, bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan saksi Adi Panca untuk menambahkan fitur ubah nilai pad sistem aplikasi SPI.

"Satu lagi, saya sama sekali tidak pernah memerintahkan membuat tambahan fitur ubah nilai pada sistem aplikasi," tegasnya. 

Selain saksi Adi Panca, satu saksi yang diajukan tim JPU untuk diperiksa keterangannya adalah I Gede Nyoman Agung Jayarana. Jayarana merupakan seorang programer pada USDI Unud.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved