Pemilu 2024
Tak Ada Aturan Melarang Prajuru Adat Berpolitik Praktis, Ini Kata MDA Gianyar
Tak ada aturan melarang prajuru adat berpolitik praktis. Ini kata MDA Gianyar
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Kabupaten Gianyar, menjadi salah satu daerah di Bali yang politiknya sangat kental.
Bahkan, politik pemerintahan, kini telah masuk ke ranah adat.
Tak jarang di daerah berjuluk 'gumi seni' ini, bendesa hingga kelian adat mengarahkan masyarakat adatnya untuk memilih calon-calon tertentu dalam Pemilu 2024.
Kondisi tersebut pun menimbulkan riak-riak di masyarakat, terutama pendukung maupun politikus yang merasa dirugikan.
Sebab terkadang, prajuru adat demikian akan menutup pintu dialog untuk politikus yang bukan pilihannya.
Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Gianyar, Anak Agung Alit Asmara, Senin 8 Januari 2024 tak menampik adanya prajuru adat yang menggunakan kekuasaannya di adat untuk memenangkan calon tersebut.
Namun demikian, pihaknya tak bisa memberikan tindakan apapun.
Sebab, kata dia, selama ini belum ada aturan tertulis yang mengatur secara tegas terkait hal tersebut.
"Anggapannya seperti menerima tamu, wajib menerima tamu, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk menilai mana munurut mereka visi misinya yang terbaik menurut pandanganya," Agung Alit.
Baca juga: BREAKING NEWS: DPD Prabu Bali Membubarkan Diri, Kecewa Tak Dilibatkan saat Konser Dewa 19
Kata dia, selama ini aturan yang bisa mengimbau agar prajuru adat bersikap netral hanya etika.
Dimana, desa adat yang berdiri dalam negara demokrasi, harusnya juga mengindahkan hak pilih semua warga.
"Cuma secara etika moral dihimbau janganlah (pragmatis)," tandasnya.
Selama ini pihaknya hanya bisa mengimbau, agar demokrasi di desa adat bisa berjalan. Hal tersebut agar pemilu bisa berjalan kondusif.
"Secara konsep, jika mau jujur ini namanya plus mayor, plus minus belum didata secara baik. Contoh kalau ASN harus netral mestinya mereka kan tidak boleh memiliki hak pilih seperti TNI Polri. Namun nyatanya mereka punya hak suara. Nah bagaimana sekarang untuk kepentingan mereka, terkait jabatan dan posisi lainnya. Mereka jadi dalam posisi ragu-ragu semua. Belum secara tegas ada aturan,"
"Apa lagi di desa adat. Juga bendesa adat wajar juga mereka berpolitik untuk kepentingan masyarakatnya. Makanya kita tidak berani mengatur tegas, karena kita melihat posisi kedudukan regulasinya seperti itu (tidak ada aturan tertulis," tandasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.