Wawancara Khusus
Gde Sumarjaya Linggih, Anggota DPR dari Partai Golkar Ungkap Pertumbuhan Berkualitas Harus Merata
Gde Sumarjaya Linggih, Anggota DPR dari Partai Golkar Ungkap Pertumbuhan Berkualitas Harus Merata
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Putu Kartika Viktriani
Saya ingin sekarang menyimpulkan sedikit, bahwa yang dibutuhkan itu adalah satu infrastruktur tadi. Kedua, human capital manusianya itu sendiri harus dididik dengan baik. Jadi manusianya harus pintar, harus mulai terdidik.
Kita ini paling rendah di Indonesia. Paling rendah negara kita membiayai pendidikan ke luar negeri. Ketiga, itu selain pendidikan yaitu good governance. Good governance itu ya itu salah satunya sampah. Itu adalah masalah good governance juga bagaimana mengelola sampah dengan baik.
Saya berpikir tiga hal itu yaitu infrastruktur, kemudian manusianya, ketiga tata pengelolaan pemerintahannya yang baik. Terus masalah harus menyeimbangkan pertumbuhan, menyeimbangkan pertumbuhan itu adalah kalau kita ngomong pertumbuhan, maka pertumbuhan itu harus ada syarat-syaratnya.
Pertumbuhan yang berkualitas itu ada syaratnya yaitu pemerataan, dan timbul pelaku baru. Kalau tidak ada pemerataan, maka rasio semakin lebar.
Kemudian kalau tidak juga timbul pelaku baru, konglomerasi, yang kaya itu-itu saja. Ini penting jangan sampai pertumbuhannya tidak merata, hanya di Denpasar saja pertumbuhannya. Bagaimana dengan Bali utara, Bali timur, bagaimana dengan Bangli di Bali tengah.
Di situlah sebenarnya pemerintah hadir. Kenapa dibentuk pemerintahan, tujuannya adalah untuk mengatur pemerataan.
Maksudnya adalah dengan melalui peraturan-peraturan, dengan perundang-undangan, salah satunya juga instrumennya pajak.
Majakin orang kaya, mensubsidi orang miskin. Majakin juga di orang-orang yang mempunyai ekonomi tinggi, pergerakan ekonomi tinggi, membuat infrastruktur di tempat lain.
Kalau saya lihat di Bali ini, penting pemerataan itu karena kita tahu bahwa pemerataan itu sangat erat hubungannya dengan adat istiadat.
Bagaimana hubungannya dengan adat istiadat?
Ngomongin Bandara Bali Utara, airport itu bukan sekedar lapangan untuk mendaratkan pesawat. Cuma multiplier efeknya luar biasa.
Kalau dulu ada namanya budaya air, kalau budaya air itu penduduk itu bercocok tanam di aliran sungai, sehingga ada air dan sebagainya.
Kalau sekarang itu budaya Jalan aspal. Jalan aspal apa sumbernya? Airport.
Misalnya, namanya Celuk, yang hidup dengan perak. Perak itu yang duluan itu di Beratan, di Buleleng.
Cuma karena mereka tidak pada budaya jalan aspal, turisnya kurang dan sebagainya, ini enggak berkembang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.