Pemilu 2024
Suarakan 7 Tuntutan, BEM PM Unud Bakal Gelar Aksi, Kritisi Demokrasi Selama Proses Pemilu 2024
Suarakan 7 Tuntutan, BEM PM Unud Bakal Gelar Aksi, Kritisi Demokrasi Selama Proses Pemilu 2024
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Udayana (BEM Unud) bakal menggelar aksi guna mengkritisi jalannya demokrasi selama proses Pemilu 2024.
Wakil Ketua BEM Unud Ricardo Constantio Elim menuturkan, aksi tersebut akan berlangsung pada 8 Februari 2024 besok.
Aksi ini disebut akan dirangkaikan dengan long march dari Kantor KPU Bali yang dilanjutkan ke Kantor DPRD Bali dan berakhir di Kantor Gubernur Bali.
“8 Februari (2024). Untuk waktunya masih konsolidasi. Kemungkinan besar besok (gelar aksi).”
“Kita bakal long march dari KPU Bali, terus ke Gedung DPRD dan berakhir di gubernur. Menyampaikan hasil konsolidasi kemarin,” ungkapnya saat dihubungi Tribun Bali, Rabu 7 Februari 2024.
Disinggung soal tuntutannya, Ricardo menerangkan pihaknya akan menyampaikan kesepakatan dari konsolidasi akbar yang digelar oleh BEM PM Unud pada Selasa 6 Februari 2024 kemarin.
Pasalnya, terdapat tujuh tuntutan yang menjadi hasil kesepakatan dalam konsolidasi akbar yang menggandeng BEM Fakultas se-Unud hingga organisasi eksternal kampus itu.
Sejumlah tuntutan yang menjadi sorotan yakni mendesak Presiden Joko Widodo, menteri, hingga kepala daerah yang ikut menjadi simpatisan paslon Pilpres 2024 agar mengajukan cuti.
Baca juga: Tidak Melakukan Korupsi Dana SPI Unud, Tim Hukum Minta Prof Antara Dibebaskan
Bila perlu, kata Ricardo, mereka mengundurkan diri demi menjaga netralitas dan independensinya dalam menjalankan pemerintahan.
“Ada 7 tuntutan. Kami mendesak Presiden Jokowi, menteri, kepala daerah, atau pun ASN yang ikut berkampanye yang ikut menjadi simpatisan untuk cuti.”
“Atau bahkan mengundurkan diri demi menjaga netralitas dan independensi dalam menjalankan pemerintahan,” ujarnya.
Tuntutan lainnya, yakni mendesak Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari agar mundur dari jabatannya. Hal ini dilakukan demi menjaga netralitas para penyelenggara Pemilu.
Sementara KPU dan Bawaslu, dalam menyelenggarakan Pemilu diminta tetap berasaskan Luberjurdil.
“Kami mendesak Ketua KPU untuk diturunkan karena kami rasa untuk menjaga netralitas dan independensi dari penyelenggara Pemilu.”
“Mendesak KPU dan Bawaslu untuk tetap berlandaskan Luberjurdil,” imbuhnya.
BEM PM Unud juga meminta para presiden dan wakil presiden terpilih, agar bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, hingga praktik privatisasi dan komersialisasi pendidikan.
Pasalnya, tuntutan ini dibuat lantaran BEM PM Unud muak terhadap proses kepemiluan yang kini tengah berjalan.
Mereka menilai, Pemilu kali ini sarat akan intervensi pemerintah dan adanya pengkondisian.
Mulai dari Putusan MK yang membuat Gibran Rakabuming Raka dapat melenggang sebagai Cawapres, Presiden Joko Widodo yang dinilai tak netral, hingga sanksi kepada KPU RI yang dilayangkan oleh DKPP.
“Kami pun resah, muak terkait proses Pemilu 2024 yang sangat sarat akan intervensi pemerintah, sangat sarat akan kondisinya dipolitisasi,” pungkas Wakil Ketua BEM Unud, Ricardo Constantio Elim.
Aksi BEM di Jakarta
Ratusan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut penggulingan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.
Mereka memandang jika Jokowi tidak mencerminkan sikap netral dalam Pemilu 2024, bahkan cenderung memihak salah satu pasangan calon.
Dari pantauan Wartakotalive.com di lokasi, Rabu 7 Februari 2024, seratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta long march atau berjalan dari Tugu Reformasi Universitas Trisakti hingga kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
Mereka berjalan dengan membawa satu mobil komando yang ditumpangi beberapa mahasiswa sambil menyanyikan mars perjuangan mahasiswa.
Sementara ratusan mahasiswa lainnya berjalan kaki menggunakan almamaternya masing-masing, sembari membawa spanduk yang bertuliskan "Makzulkan Jokowi, Tolak Pemilu Curang".
Tak hanya itu, peserta aksi juga membawa bendera dari organisasi mahasiswa masing-masing.
Selain spanduk, ada pula poster kertas yang ditempel mahasiswa di mobil komando bergambar sosok mirip Presiden Jokowi.
Poster itu bertuliskan "Presiden" lalu tercoret, kemudian ditulis ulang dengan kata "Jubir Capres".
Sementara, Jalan Letjen S Parman tampak padat merayap kala mahasiswa melintas.
Terkait aksi tersebut, Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Lamdahur Pamungkas menyampaikan, peserta aksi merupakan gabungan dari beberapa kampus dan organisasi nonprofit atau NGO.
"Kami melakukan aksi atau demonstrasi dengan tagline yang kami bangun yaitu 'Tolak Pemilu curang dan juga makzulkan Jokowi'," ujar Lamdahur di lokasi, Rabu.
Selain itu, ada tiga tuntutan lain yang dibawa para mahasiswa dalam tersebut.
Di antaranya memboikot partai politik yang tidak mendukung pemakzulan Jokowi, mendesak agar para menteri mundur dari kabinet pemerintahan kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Serta menyerukan protes di seluruh wilayah Indonesia sampai Presiden Joko Widodo benar-benar dimakzulkan dari jabatannya.
"Kami sama-sama paham bahwa memakzulkan Jokowi ini kan diproses di legislatif, DPR," kata Lamdahur.
"Cuma secara pesan politik yang disampaikan oleh kami semua, ingin menyampaikan kepada pemerintah baik itu legislatif dan eksekutif, berhak untuk untuk mengevaluasi Presiden Republik Indonesia," lanjutnya.
Untuk diketahui, selain 4 tuntutan, para mahasiswa yang melakukan aksi itu juga membawa 10 isu.
Yakni, terkait pemilu curang, korupsi, kolusi dan nepotisme. Lalu soal konflik agraria, monopoli sumber daya alam, kerusakan lingkungan, pendidikan dan kesehatan mahal, serta kebebasan sipil.
Mereka juga menyoroti soal kadilan ekonomi dan gender, kemudian kekerasan aparat, dan produk hukum bermasalah.
Aksi BEM di Bandung
Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi dan elemen masyarakat di Bandung Raya berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu 7 Februari 2024 sore.
Mereka berkali-kali berupaya mendobrak pagar Gedung Sate untuk bisa masuk.
Dikutip dari Tribun Jabar, Para pengunjuk rasa ini mengeluarkan maklumat dan tuntutan kepada pemerintah atas kondisi demokrasi dan reformasi yang dinilai terganggu akibat sejumlah sikap pemerintah pada Pemilu 2024.
Di sela orasinya, mereka mengibarkan bendera setengah tiang dan membakar ban di depan Gedung Sate.
Hal ini sebagai ungkapan duka atas demokrasi yang mereka nilai sedang terganggu di negeri ini karena munculnya politik dinasti di tubuh pemerintahan.
Menjelang petang, mereka pun berkali-kali menggoncang pagar depan Gedung Sate.
Namun, aksi ini sia-sia karena kuatnya pagar tersebut. Pukul 18.00, mereka berangsur mundur dan meninggalkan Gedung Sate.
Sebelumnya, melalui orasi-orasinya, mereka menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi dan reformasi mulai dirusak sejak Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan mengenai batas usia capres dan cawapres.
Salah satu orator dalam kegiatan tersebut, Ilyasa Ali Husni, mengatakan aksi ini merupakan akumulasi kekesalan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah di masa pemilu ini. Juga sebagai upaya menyambung protes dan ungkapan keprihatinan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia atas kondisi demokrasi saat ini.
Adapun lima maklumat yang dibacakan bersama ini adalah, menolak pemilu curang 2024, pemakzulan Presiden Joko Widodo, menuntut seluruh kabinet Joko Widodo mundur, menuntut pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan Hakim Konstitusi Anwar Usman, serta mendesak DPR untuk mengaktifkan hak angket dan hak interplasi.
"Ini adalah yang paling buruk selama adanya sejarah demokrasi Indonesia, dengan pembajakan amanat reformasi dan amanah konstitusi oleh Jokowi," kata Ilyasa.
Aksi ini digelar dalam rangka penyelamatan demokrasi dengan menuntut untuk mengadili seluruh pihak yang dinilai mengkhianati konstitusi serta pejabat yang menghancurkan negeri ini demi kepentingan individu, keluarga dan kelompok.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.