Berita Karangasem

Siat Api Sarana Untuk Menetralisir Kekuatan Negatif

Ratusan krama berkumpul di Pertigaan Jalan, tepatnya Jembatan Tukad  Sang - Sang, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Fenty Lilian Ariani
Saiful Rohim
Ratusan krama berkumpul di Pertigaan Jalan, tepatnya Jembatan Tukad Sang - Sang, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Kamis (8/2/2024) sore hari 

AMLAPURA, TRIBUN-BALI.COM - Ratusan krama berkumpul di Pertigaan Jalan, tepatnya Jembatan Tukad  Sang - Sang, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Kamis (8/2/2024) sore hari.

Krama yang datang riuh. Suara semakin bergema saat kebudayaan  (tradisi) siat api atau perang api hendak akan dipentaskan.

Satu persatu warga yang ikuti perang api masuk. Mereka kumpul sekitar jalan, tengah kerumunan warga.

Jumlahnya capai puluhan orang. Menggunakan pakaian adat sarung, berserta udeng.

Tanpa  mengenakan baju. Membawa  satu ikat daun kelapa yang dibakar api yang merupakan sarana tradisi perang api.

Bendesa Adat Duda,Komang Sujana, mengatakan, tradisi ini rutin  gelar tiap tahun menjelang Usaba Dalem di Sasih Kesanga.

Tradisi ini sudah di gelar dari dulu.  Kemudian sempat terhenti saat erupsi Gunung Agung Tahun 1963.

Lalu dilaksanakan kembali Thn. 2017 hingga saat ini tradisi sakral dilakukan.

Tradisi ini  sebagai upaya untuk  menetralisir kekuatan negatif.

Baca juga: Disdukcapil Bangli Tetap Buka Pelayanan Di Hari Libur

Dimaknai sebagai pembersihan alam semesta, dan mengembalikan unsur alam yang ada di lingkungan desa setempat.

Tujuannya supaya tercipta keseimbangan menjelang dilaksanakannya upacara usaba dalem pada saat sasih kesanga nanti.

"Melalui tradisi ini diharapkan agar masyarakat sekitar desa terhindar dari suatu hal yang tak diinginkan. Perang api juga dimaknai  sebagi  ujian untuk  mengendalikan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia,"kata  Bendesa Desa Adat Duda, Jro Komang Sujana.

Ditambahkan, tradisi ini dilakukan sandikala. Sarana yang digunakan prakpak. Daun kelapa tua yang diikat, dan dibakar. Kemudian sarana itu digunakan untuk saling pukul. Pesertanya yakni krama lanang.

"Tradisi yang dilakukan saat sandikala diiringi juga  pementasan fragmen tari,"imbuh Komang Sujana. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved