Berita Klungkung
Ritual Nyejek Api Iringi Tradisi Nyepi Desa di Pundukaha Kaja Nusa Penida
Desa Adat Pundukaha Kaja, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida memiliki tradisi Nyepi Desa.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Fenty Lilian Ariani
SEMARAPURA,TRIBUN-BALI.COM - Desa Adat Pundukaha Kaja, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida memiliki tradisi Nyepi Desa.
Menariknya, sebelum masyarakat melaksanakan tradisi nyepi di wilayah desa adat, terlebih dahulu digelar ritual nyejek api atau menginjak api.
Nyepi Desa di Desa Adat Pundukaha Kaja, Desa Bunga Mekar dilaksanakan Minggu (25/2/2024) atau sehari setelah Purnama Kesanga.
Seperti nyepi pada umumnya, pada Nyepi Desa ini masyarakat juga menggelar amati karya (tidak beraktifitas), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak menggelar hiburan). Hanya saja yang melaksanakan ritual ini, hanya masyarakat di Desa Adat Pundukaha Kaja.
"Ritual ini dimaksudkan agar antara bhuana agung (alam) dan bhuana alit (diri manusia) bisa sinkron dan harmonis, sehingga apa yang diharapkan dalam kehidupan berikutnya tercapai,” ungkap Tokoh adat Desa Adat Pundukaha Kaja, Jero Gede Mangku Dalem I Made Lastrawan.
Menariknya, sebelum masyarakat melaskanakan penyepian, terlebih dahulu digelar ritual nyejek api atau menginjak api.
Prosesi ini, merupakan rangakian ritual mecaru sebelum pelaksanaan nyepi dan diikuti oleh semua warga di Desa Adat Pundukaha Kaja.
Mecaru ini dilaksanakan, Minggu (25/2/2024) sekitar pukul 03.00 Wita, diawali dengan suara kentongan dan denting genta para jero mangku di desa adat setempat.
Seusai mecaru, pemuda maupun tetua di Desa Adat Pundukaha Kaja berkumpul di Jabe Pura Puseh - Bale Agung, untuk memgikuti ritual tradisi nyejek api.
Baca juga: Kerap Terjadi Tindakan Kriminalitas, Kapolres Badung Langsung Turun Pimpin Patroli
Warga laki-laki membuat sarana kobaran api dari kayu bakar yang sudah disiapkan, yang disebut Sanghyang Api, yang digunakan untuk ritual nyejek api (menginjak Api).
Sesuai namanya, nyejek api, pemuda sambil menari-nari mendatangi api dan menginjaknya.
Mereka seakan tidak takut dengan kobaran api.
Iringan gamelan gong yang menghentak, membuat mereka kian bersemangat. Ada berlari mengitari api, memukul api dengan kayu, dan melompatinya.
"Disitulah uniknya ritual ini, meskipun mereka yang ikut menginjak api dalam keadaan sadar (tidak kesurupan) tetapi tidak ada rasa sakit yang dirasakan,” ungkap Jero Gede Mangku.
Menurutnga hal itu lantaran warga melaksanakan ritual itu dengan rasa ikhlas, gembira dan niaran suci.
“Tradisi sudah kami laksanakan turun temurun, dan terus kami gelar hingga saat ini,” jelasnya
.
Prosesi nyejek api ini dilaksanakan sampai marahari terbit, menjelang pukul 06.00 wita. Lalu dilanjutkan dengan Nyepi Desa sampai pukul 16.00 Wita.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.