Berita Bali
Gaji dan Fasilitas Arya Wedakarna Dihentikan, Ternyata Anggota DPD RI Tak Dapat Mobil Dinas
Gaji dan Fasilitas Arya Wedakarna Dihentikan, Ternyata Anggota DPD RI Tak Dapat Mobil Dinas
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Beredar surat penghentian hak-hak keuangan, administratif, dan fasilitas terhadap Anggota DPD RI, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna.
Surat yang beredar melalui grup WhatsApp itu ditandatangani oleh Deputi Bidang Administrasi, Lalu Niqman Zahir atas nama Pimpinan DPD RI tertanggal 5 Maret 2024.
Pada pokoknya, dalam surat tersebut memberitahukan bahwa AWK-sapaan akrab Arya Wedakarna telah resmi diberhentikan sebagai Anggota DPD RI atas dasar Keputusan Presiden tertanggal 22 Februari 2024 lalu.
Sehingga, segala hak keuangan, administratif, serta fasilitas lainnya akan dihentikan.
Bahkan, AWK tak diperkenankan lagi menggunakan fasilitas gedung/ruang kerja lainnya, termasuk menggunakan kop surat dan administrasi lainnya yang mengatasnamakan Anggota DPD RI Provinsi Bali.
Baca juga: AWK Resmi Dipecat Jadi Anggota DPD RI, Ini Nih Fasilitas yang Dihentikan untuk Arya Wedakarna
Sementara itu, ruang kerja AWK di Jakarta dan Bali, akan dipersiapkan untuk Anggota DPD RI yang mem-PAW AWK.
AWK dipersilahkan untuk membenahi barang pribadinya di ruang kerja tersebut paling lambat 12 Maret 2024 mendatang.
Lantas, apa saja fasilitas dan besaran gaji seorang Anggota DPD RI?
Meski menjadi pejabat negara, pasalnya seorang Anggota DPD RI tak mendapat fasilitas mobil dinas.
Kepala Kantor DPD RI Provinsi Bali, Putu Rio Rahdiana mengatakan, toyota Alphard putih yang kerap digunakan oleh AWK, merupakan mobil pribadinya.
“Mobil dinas nggak ada. Yang dipakai beliau sekarang itu kan mobil pribadi beliau,” ungkapnya saat dihubungi Tribun Bali, Rabu 6 Maret 2024.
Disinggung soal staf yang kerap membersamai AWK dalam setiap kegiatannya, Putu Rio menuturkan seorang Anggota DPD RI memang diperbolehkan untuk mempekerjakan staf.
Honornya, dikatakan diatur di lembaga DPD RI, bukan menggunakan dana pribadi seorang Anggota DPD RI.
“Setiap anggota memang berhak memperkerjakan staf. Ada memang dialokasikan untuk staf. Memang resmi dari DPD RI.”
“Untuk besarannya, tiang (saya) kurang begitu detail tahunya,” jelasnya.
Rio mengaku tak mengetahui secara detail besaran gaji dan tunjangan yang diperoleh anggota DPD RI.
Namun, bila surat tersebut menyangkut soal penghentian hak keuangan, maka AWK disebut tak akan mendapat gaji maupun tunjangan sebagai Anggota DPD RI.
“Kalau besaran tiang (saya) kurang tahu. Yang jelas kalau keuangan, berarti gaji dan tunjangan itu disetop,” terangnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Bali, hak keuangan/administrasi seorang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPD RI diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2008.
PP tersebut menerangkan bahwa hak keuangan/administrasi seorang DPD RI sama dengan DPR RI sebagaimana yang diatur dalam UU. Nomor 12 Tahun 1980.
Sehingga, gaji pokok DPD RI yakni Rp5.040.000 untuk Ketua DPD RI, Rp4.620.000 untuk Wakil Ketua DPD RI, dan Rp4.200.000 untuk Anggota DPD RI.
Selain itu, mereka juga mendapat tunjangan melekat dan tunjangan lainnya yang diperoleh setiap bulannya.
Tunjangan suami/istri sebesar 10 persen dari gaji yakni Rp420.000, tunjangan anak sebesar 2 persen yakni Rp84.000 setiap anak dengan maksimal 2 anak.
Baca juga: Bakal Ada Drama di Kantor DPD RI Bali? Putu Rio Arahkan Kemasi Barang, AWK Ngotot Berkantor
Tunjangan jabatan sebagai anggota sebesar Rp9.700.000, tunjangan beras Rp30.090 setiap jiwa dengan maksimal 4 jiwa.
Tunjangan Pph sebesar Rp.2.699.813, serta tunjangan uang sidang/paket sebesar Rp2.000.000.
Sementara tunjangan lainnya setiap bulan yakni tunjangan kehormatan sebesar Rp5.580.000, tunjangan komunikasi Rp15.554.000, tunjangan fungsi pengawasan dan anggaran Rp3.750.000, bantuan listrik dan telepon sebesar Rp.7.700.000, serta asisten anggota sebesar Rp2.250.000.
Sehingga, bila gaji dan tunjangan dihentikan, diperkirakan pendapatan AWK berkurang senilai lebih dari Rp50.000.000 setiap bulannya.
Di akhir, Kepala Kantor DPD RI Provinsi Bali Putu Rio menerangkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan AWK soal penghentian haknya ini.
Kantor DPD RI Provinsi Bali dikatakan mendapat sinyal positif.
Sebab, AWK dinilai memahami hukum dan mengikuti prosedur.
Namun, Putu Rio mengaku tetap menunggu hingga batas waktu terakhir untuk pengosongan ruang kerja AWK pada 12 Maret 2024 mendatang.
Bila tak sesuai prosedur, pihaknya akan melaporkan hal tersebut kepada Kantor Pusat DPD RI.
“Yang jelas beliau sudah terima suratnya. Saya sudah komunikasi dengan beliau. Positif sih (komunikasi). Ini salah satu prosedur yang harus dilewati. Beliau sudah paham.”
“Kalau di tanggal 12 (Maret 2024) itu kondisinya seperti apa, itu akan saya laporkan. Saya menunggu arahan dengan pimpinan,” pungkasnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.