Pelebon Tjokorda Bagus Santaka di Ubud
Palebon Tjokorda Santaka di Ubud Bali, Libatkan 4.000-an Krama Adat, Cok Wah Persembahkan Lembu Ungu
Pelebon Tjokorda Bagus Santaka dari Puri Agung Ubud, Cok Wah mengatakan, mendiang Cok Santaka merupakan kakak tertuanya.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Melalui lembu tangi ini, pihaknya ingin mengajak keluarga yang ditinggalkan agar tidak terus-menerus larut dalam kesedihan.
"Dalam bahasa Bali, ungu adalah tangi, tangi juga berarti bangun. Jadi, dalam suasana sedih, dalam suasana keterpurukan kita tidak boleh terlalu larut untuk down, kita harus bangkit dan harus metangi. Semuanya pasti berlalu dengan baik, jadi saya persembahkan yang terbaik untuk kakak," ujarnya.
Terkait prosesi pelebon, Cok Wah mengatakan, petulangan, seperti lembu, bade, naga banda dan iringin seni budaya, akan berjalan dari catuspata Ubud menuju Setra Dalem Puri di Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud di atas pukul 12.00 Wita.
"Prosesi ke setra setelah jam 12. Dalam hal ini kita libatkan 11 banjar adat, dan astungkara saya juga meminta bantuan wong samar. Mudah-mudahan berjalan dengan baik, mohon doa restunya," ujar Cok Wah.
Adapun banjar adat yang terlibat dalam pelebon ini, mulai dari Banjar Bale Agung Ubud (terdiri dari 4 banjar), Banjar Bentuyung Sakti, Banjar Taman Kelod, di mana banjar-banjar ini merupakan banjar pokok dari Puri Agung Ubud. Lalu ada Banjar Junjungan, Banjar Tegalantang. Juga ada Banjar Gagah Tegalalang dan Pejengaji Tegalalang. Terakhir Banjar Abianseka di Desa Mas, Ubud.
"Krama yang terlibat kurang lebih 4.000-an. Peran masyarakat dalam pelebon sangat luar biasa. Sebenarnya, banjar yang mengusulkan untuk ngayah sangat banyak. Tapi karena keterbatasan tempat, sehingga kami sepakati 11 banjar saja," ujar Cok Wah. (*)
Kumpulan Artikel Gianyar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.