Berita Bali

Panitia PWF Lapor ke Polda Bali, Usut Keterlibatan Pejabat-Aparat Mobilisasi Ormas dan Satpol PP

Panitia The People’s Water Forum (PWF) bersama Koalisi Bantuan Hukum Bali untuk Demokrasi akhirnya mengambil langkah hukum.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ady Sucipto
Ist
Mantan Hakim MK, Dewa Palguna tak diperbolehkan masuk ke tempat diskusi Pro Demokrasi (Prodem) Bali yang membahas forum air untuk rakyat (people’s water forum) pada, Selasa 21 Mei 2024. ist 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Panitia The People’s Water Forum (PWF) bersama Koalisi Bantuan Hukum Bali untuk Demokrasi akhirnya mengambil langkah hukum.

Mereka melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali, Selasa (28/5).

Kedatangan mereka untuk melaporkan sejumlah dugaan tindak pidana yang dilakukan sekelompok ormas yang menamai diri PGN saat pelaksanaan The People’s Water Forum di Hotel Oranjje Denpasar pada pada 20-23 Mei 2024 lalu.

Baca juga: Pertemuan PWF Dibubarkan Ormas, Menteri Basuki: Kalau Ada Aspirasinya Akan Saya Tanya

Tim Advokasi Koalisi Bantuan Hukum dari LBH Bali, Ignatius Rhadite membantah dalih yang sempat dilontarkan PGN bahwa tindakan yang dilakukan oleh ormas tersebut berdasarkan imbauan dari Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya.

"Dalihnya mereka ingin kami bubar. Kan imbauan Pj Gubernur selama WWF berlangsung tidak boleh ada kegiatan-kegiatan lain. Nah pada 22 Mei Pemprov Bali mengeluarkan rilis resmi yang menyatakan tidak ada imbauan apapun, tidak ada instruksi apapun untuk pembubaran. Jadi tindakan pembubaran itu memang tidak jelas, semau mereka sendiri," kata Ignatius.

"Kedatangan kami ke Polda Bali ini dalam rangka melaporkan peristiwa perampasan hak atas kemerdekaan, hak atas tanggung jawab kami sebagai warga negara, perampasan properti, kekerasan dan intimidasi oknum ormas PGN," sambungnya.

Ia mengatakan diskusi akademis secara tertutup tanpa melibatkan keramaian dan dipertontonkan ke publik, serta tidak adanya keramaian atau arak-arakan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2017 tidak memerlukan izin dari pihak kepolisian tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum.

"Kami tekankan bahwa ini diskusi akademis secara tertutup, tidak ada arak-arakan, tidak ada kegiatan tontonan, tanpa melibatkan keramaian. Ini tidak perlu izin, salah kaprah kalau berdalih harus izin, ini sudah diatur dalam PP 60 Tahun 2017," paparnya menjelaskan.

Ignatius Rhadite mengatakan, melalui laporan ke Polda Bali ini, panitia dan tim hukum mendesak agar penegakan hukum segera dilakukan termasuk pengusutan keterlibatan pejabat atau aparat dalam memobilisasi ormas, Satpol PP, dan kelompok lainnya di lokasi.

"Di sana ada Satpol PP, pihak kepolisian malah terjadi pembiaran bukannya mengamankan. Kepada Komnas HAM segera melakukan pengusutan mengenai mobilisasi massa represif yang diduga dilakukan oleh pejabat atau aparat pemerintah di PWF 2024," bebernya.

Baca juga: Soroti Soal Pembubaran PWF di Bali, Kesbangpol: Ormas Tak Berhak Bubarkan Acara

Dalam pelaporan ini, pihaknya juga membawa sejumlah barang bukti visum tindak penganiayaan, serta sejumlah video dan foto hingga bukti perampasan karya seni dengan sertifikat yang dimiliki.

Ia membeberkan, tindakan semacam ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, tindakan represi dan premanisme juga terjadi pada event-event internasional sebelumnya.

Tercatat pada tahun 2018 dalam acara tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (WB-IMF) di Bali, aksi doa bersama secara massal di Renon dibubarkan aparat kepolisian. Berikutnya, pada 2022 sejumlah kegiatan masyarakat sipil mengalami serangkaian pembungkaman di tengah KTT G20 di Bali. 

Tindakan Represif

Tim kuasa hukum lainnya, Rezky Pratiwi menyampaikan, ormas tersebut bertindak secara represif dengan menutup akses masuk keluar lokasi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved