Bisnis

BANGKRUT! Jadi Bahaya Industri Penerbangan,  Jika Revisi Tarif Batas Atas Tak Dilakukan

Banyak rute yang tidak menguntungkan pun harus dipangkas atau frekuensinya dikurangi, atau bahkan dihentikan sama sekali.

KONTAN/Cheppy A Muchlis
TERANCAM BANGKRUT - Sebuah pesawat terbang komersil di bandara di Jakarta, belum lama ini. Industri penerbangan dalam negeri terancam bangkrut jika revisi Tarif Batas Atas tak kunjung dilakukan. 

TRIBUN-BALI.COM - Pengamat penerbangan, Alvin Lie mengatakan, revisi tarif batas atas (TBA) yang saat ini belum dinaikkan sejak 2019, menjadi perdebatan krusial dalam industri penerbangan.

Menurutnya, kebijakan ini mulai tidak realistis mengingat biaya operasional maskapai telah meningkat drastis selama lima tahun terakhir.

Apalagi, biaya seperti gaji pekerja yang meningkat hingga lima kali lipat, biaya sewa fasilitas bandara yang signifikan, serta tarif pelayanan Airnav yang naik. Semuanya telah memaksa maskapai untuk melakukan penyesuaian drastis.

Banyak rute yang tidak menguntungkan pun harus dipangkas atau frekuensinya dikurangi, atau bahkan dihentikan sama sekali.

"Pelemahan nilai tukar Rupiah juga memberikan pukulan berat bagi maskapai, karena sekitar 30 persen dari biaya operasional, termasuk sewa pesawat, perawatan, asuransi, dan pendanaan semuanya terkait langsung dengan nilai tukar Rupiah," ujar Alvin Lie kepada Kontan, Senin (1/7).

Lie mengatakan, penolakan untuk menaikkan TBA oleh Kementerian Perhubungan (Menhub) berpotensi mengakibatkan kebangkrutan beberapa maskapai dalam waktu dekat.

Beberapa maskapai bahkan telah beralih untuk fokus melayani rute internasional yang tidak terikat oleh aturan TBA, karena penghasilan dalam mata uang asing (Dolar) lebih menguntungkan.

Baca juga: JUDI Online Lebih Susah Diawasi Dibanding Tajen! Ketua DPRD Bali Akan Sanksi Anggota yang Main Judol

Baca juga: Koster Tunggu Rekomendasi DPP PDIP, Terkait Pendamping di Pilgub Bali, Juga Jalin Komunikasi ke KIM

Ilustrasi Pesawat - BANGKRUT! Jadi Bahaya Industri Penerbangan,  Jika Revisi Tarif Batas Atas Tak Dilakukan
Ilustrasi Pesawat - BANGKRUT! Jadi Bahaya Industri Penerbangan,  Jika Revisi Tarif Batas Atas Tak Dilakukan (Pixabay)

"Kenaikan TBA sudah melalui kajian mendalam dan telah diajukan kepada Menhub, namun hingga kini belum disetujui. Keputusan MenHub untuk tidak menyetujui kenaikan ini mungkin dapat diinterpretasikan sebagai strategi untuk memaksa beberapa maskapai mengalami kegagalan," ungkap Lie.

Situasi ini juga telah mengarah pada pengurangan layanan maskapai dalam rute domestik, dengan fokus dialihkan ke layanan internasional yang lebih menguntungkan. Untuk itu, kebijakan revisi TBA yang tertunda harus segera diimplementasikan agar tidak memberi dampak negatif yang signifikan terhadap industri penerbangan.

"Kebijakan revisi TBA yang tertunda harus segera diimplementasikan untuk menjaga kelangsungan hidup industri penerbangan domestik yang semakin terancam," pungkasnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati memastikan penyesuaian TBA tiket pesawat masih belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Dia juga belum dapat memastikan penyesuaian TBA tiket pesawat ini akan direalisasikan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau pemerintahan selanjutnya.

Menurutnya, aturan mengenai TBA tiket pesawat tidak hanya mempertimbangkan kondisi maskapai, tetapi juga masyarakat. Kemenhub ingin apabila nantinya regulasi TBA harus direvisi, aturan tersebut dapat menjaga keberimbangan antara kepentingan maskapai, industri penerbangan, dan masyarakat.

Sementara itu, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menjelaskan, banyaknya pesawat yang tidak beroperasi disebabkan karena tekanan biaya avtur dan tekanan kurs mata uang rupiah terhadap dolar.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) INACA, Bayu Sutanto menjelaskan, alasan beberapa maskapai mengandangkan pesawat dan mengurangi rute penerbangannya.

"Saat ini maskapai menghadapi tekanan dari kurs USD/Rp dan harga avtur yang meningkat signifikan. Sementara itu, pendapatan yang diterima dalam rupiah dan masih dibatasi pula oleh Tarif Batas Atas (TBA) yang belum direvisi sejak 2019," kata Bayu saat dihubungi oleh Kontan, Senin (1/7).

Bayu menegaskan, faktor-faktor di atas menjadi penyebab sejumlah maskapai mengurangi jumlah penerbangan dan bahkan tidak menerbangkan pesawatnya.

INACA mengatakan, penghapusan TBA untuk tiket pesawat memang sulit dilakukan, namun hal tersebut dapat dibahas oleh Pemerintah secara komprehensif.
Perubahan TBA untuk tiket pesawat harus merevisi UU No 1/2009 tentang Penerbangan sebelum menghapus TBA.

Melihat hal ini, INACA berharap Pemerintah dapat mengeluarkan revisi TBA tiket pesawat secepat mungkin. INACA menambahkan, pihaknya semakin tertekan dengan Permendag 8 Tahun 2024. Aturan tersebut merupakan revisi atas nomor 3 dan 7 sebelumnya.

Bayu menjelaskan, aturan ini mengatur kemudahan impor suku cadang atau komponen pesawat udara dengan mencabut atau menghilangkan larangan dan pembatasan (Lartas) sejumlah komponen yang sebelumnya diberlakukan.

Dia menambahkan, aturan Permendag 8 Tahun 2024 hanya menghilangkan larangan dan pembatasan (Lartas) atas sejumlah komponen, bukan membebaskan bea masuk dan PPN. Dengan demikian, pihaknya masih terbebani dengan pajak yang dikenakan, selain tekanan kurs mata uang. (kontan)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved