Berita Buleleng

Ribuan Orang Ikuti Iring-iringan Tradisi Pekakak di Sudaji Buleleng, Jro Made: Bentuk Rasa Syukur

Arak-arakan Pekakak diiringi dengan alunan gambelan (gong) dan daun kelapa kering yang dibakar, menghadirkan suasana yang semarak.

istimewa
Suasana tradisi Pekakak di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Senin 22 Juli 2024 - Ribuan Orang Ikuti Iring-iringan Tradisi Pekakak di Sudaji Buleleng, Jro Made: Bentuk Rasa Syukur 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Salah satu tradisi unik yang dimiliki masyarakat Desa Sudaji, Kecamatan Sawan adalah tradisi Ngusabha Pekakak.

Tradisi tahunan ini merupakan wujud syukur masyarakat atas karunia kesuburan tanah dan hasil panen yang melimpah.

Klian Subak Dukuh Gede, Jro Made Darsana mengungkapkan, tradisi Pekakak melibatkan dua ekor babi (celeng) berukuran berbeda, yang diikat dengan bambu.

Untuk babi berukuran besar disebut Pekakak Ageng, sedangkan yang berukuran kecil disebut Pekakak Alit.

Baca juga: Bali dan Jateng Harus Kader Partai, PDIP Ingin Pertahankan Tradisi di Kandang Banteng

"Pekakak Ageng memiliki berat 100 kilo lebih, sedangkan Pekakak Alit memiliki berat 90 kilo," ucap Jro Made Darsana.

Kedua Pekakak ini diarak dari Pura Desa Sudaji menuju Pura Mas Pait Bedugul Subak Dukuh Gede, yang merupakan tempat persembahan Pekakak akan dilaksanakan.

Arak-arakan Pekakak diiringi dengan alunan gambelan (gong) dan daun kelapa kering yang dibakar, menghadirkan suasana yang semarak.

Uniknya, pembawa Pekakak Ageng dan Alit mengenakan tanda pengenal yang berbeda.

Mereka yang mengusung Pekakak Ageng memakai ikat berwarna hijau di leher.

Jro Made Darsana mengatakan, ikat leher hijau melambangkan dewi kesuburan.

Suasana tradisi Pekakak di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Senin 22 Juli 2024 - Ribuan Orang Ikuti Iring-iringan Tradisi Pekakak di Sudaji Buleleng, Jro Made: Bentuk Rasa Syukur
Suasana tradisi Pekakak di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Senin 22 Juli 2024 - Ribuan Orang Ikuti Iring-iringan Tradisi Pekakak di Sudaji Buleleng, Jro Made: Bentuk Rasa Syukur (istimewa)

Sedangkan pembawa Pekakak Alit mengenakan ikat berwarna merah, yang merupakan simbol dewa Brahma.

"Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas karunia kesuburan tanah dan melimpahnya hasil panen yang diwariskan leluhur dan dilestarikan hingga saat ini," ujarnya.

Tidak hanya sebagai bentuk rasa syukur, tradisi Ngusabha Pekakak, imbuh Jro Made Darsana, juga sebagai momen untuk mempererat tali persaudaraan antar warga desa.

Seluruh warga bahu membahu dalam mempersiapkan dan melaksanakan upacara ini.

"Selama prosesi berlangsung warga dari berbagai kalangan usia bergotong royong mempersiapkan segala keperluan upacara," ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved