Berita Bali

Aborsi Akibat Korban Pemerkosaan Diperbolehkan, Pemerhati Perempuan di Bali Dukung

Budawati menerangkan, sebetulnya PP tersebut disahkan berdasarkan dari catatan-catatan para pendamping hukum dan pemerhati perempuan serta anak

tribun bali/dwisuputra
ilustrasi - Aborsi Akibat Korban Pemerkosaan Diperbolehkan, Pemerhati Perempuan di Bali Dukung 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Usai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 disahkan oleh Presiden RI Joko Widodo pada 26 Juli 2024, tindakan aborsi aman dapat dilakukan pada korban yang hamil akibat pemerkosaan.

Menanggapi hal tersebut, Pendiri LBH Bali (WCC) sekaligus Pemerhati Anak dan Perempuan, Ni Nengah Budawati pun mendukung pengesahan PP tersebut.

Melalui PP ini semua pihak berharap dapat menyelamatkan khususnya perempuan sebagai korban pemerkosaan.

“Pada prinsipnya orang hamil harus dengan pemikiran juga psikologis yang siap. Kita sebagai seorang ibu harus siap mempersiapkan segala sesuatunya. Korban pemerkosaan yang sampai hamil pasti sangat tidak siap, terlebih ada ancaman penyakit seksual yang dibawa oleh pelaku,” jelas Budawati, Kamis 1 Agustus 2024.

Baca juga: Dugaan Pemerkosaan IRT di Buleleng, Terduga Pelaku Mengaku Suka Sama Suka

Korban pemerkosaan yang hamil sangat rentan secara psikologisnya.

Belum lagi penolakan pada anak yang dikandungnya oleh lingkungan sekitar.

Budawati juga menerangkan, sebetulnya PP tersebut disahkan berdasarkan dari catatan-catatan para pendamping hukum dan pemerhati perempuan serta anak di Indonesia.

“Iya kami mendukung karena hasil dari diskusi kita dari seluruh Indonesia. Kalau kami biasanya yang melakukan pendampingan hukumnya, biasanya polisi yang melakukan mekanisme itu. Jadi polisi memeriksakan secara cepat apakah korban hamil dari dampak pemerkosaan. Protapnya memang seperti itu juga dibantu oleh Lembaga yang biasanya menangani aborsi aman sesuai UU,” paparnya.

Terkait hukuman kebiri pada pelaku pemerkosaan, kata Budawati, memang masih banyak menimbulkan kontroversi.

Terlebih dengan kebiri belum dipastikan benar-benar efektif untuk menimbulkan efek jera pada pelaku.

“Sebab walaupun orangnya di kebiri orangnya tapi kalau tidak punya hati dan pikiran kan memang tidak bisa. Yang pasti bisa dilakukan saat ada yang berbuat salah kita hukum dan mau melakukan perbaikan bahkan berkampanye untuk tidak melakukan kekerasan kan itu yang kita harapkan. Memang pemulihan pelaku menjadi titik pentingnya. Bagaimana merehabilitasi pelaku dari kejiwaan agar tak berbuat seperti itu lagi,” tutupnya.

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved