bisnis
BAHAYA Utang Pemerintah yang Kian Besar! Analis Ingatkan Risiko yang Perlu Diwaspadai
Mengingat pengalaman krisis moneter 1997-1998, risiko ini tidak bisa dianggap remeh dan perlu diantisipasi dengan kebijakan yang bijak.
Ketergantungan pada utang luar negeri juga menempatkan Indonesia pada posisi rentan terhadap tekanan eksternal. Negara-negara kreditur atau lembaga keuangan internasional dapat memaksakan syarat-syarat pembiayaan yang mungkin bertentangan dengan kebutuhan domestik Indonesia.
"Ketergantungan pada utang luar negeri juga menempatkan Indonesia dalam posisi rentan terhadap tekanan eksternal, sesuatu yang tidak boleh diabaikan dalam pengelolaan utang jangka panjang," ungkap Kusfiardi.
Dengan mempertimbangkan berbagai risiko ini, diperlukan kebijakan pengelolaan utang yang lebih hati-hati, transparan, dan berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi yang kuat. Hanya dengan demikian, stabilitas fiskal jangka panjang dan kemandirian ekonomi Indonesia dapat terjaga. (kontan)
Penarikan Utang Baru Naik 36,6 persen
KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi pembiayaan utang atau penarikan utang baru telah mencapai Rp 266,3 triliun hingga Juli 2024. Realisasi ini melonjak 36,6 persen bila dibandingkan dengan periode sama tahun 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, realisasi pembiayaan utang tersebut baru mencapai 41,1 persen dari yang ditargetkan tahun ini sebesar Rp 648,1 triliun. “Ini baru bulan ketujuh ya. Meski tumbuhnya cukup tinggi, karena tahun lalu dengan penerimaan kita yang cukup tinggi, dari berbagai komoditas boom, kita mengerem pembiayaan utang sangat dalam,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa pekan lalu.
Lebih rinci, penarikan utang pemerintah tersebut berasal dari surat berharga negara (SBN), yakni sebesar Rp 253 triliun. Nilai ini lebih tinggi 37,5 persen bila dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp 184,1 triliun.
Sementara itu, realisasi pembiayaan utang yang berasal dari pinjaman mencapai Rp 13,3 triliun. Lebih tinggi 21,6 persen dari penarikan pinjaman periode sama tahun lalu sebesar Rp 11 triliun. Dalam rangka menjaga kesehatan fiskal, pemerintah tidak hanya mengandalkan utang untuk membiayai kebutuhan defisit anggaran.
Kemenkeu mencatat, realisasi pembiayaan non utang pemerintah mencapai Rp 49,3 triliun, atau mencapai 39,4 persen dari yang ditargetkan sebesar Rp 125,3 triliun. Realisasi pembiayaan non utang ini tumbuh 61,8 persen secara tahunan.
Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan realisasi pembiayaan anggaran hingga Juli 2023 sudah mencapai Rp 217 triliun atau 41,5 persen dari porsi yang ada dalam APBN 2024 sebesar 522,8 triliun. Realisasi tersebut tumbuh 31,9 persen dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 164,5 triliun.
“Tumbuhnya cukup tinggi dibanding tahun lalu, tapi itu relatif on track terhadap postur kita. Tahun lalu itu exceptional karena penerimaan luar biasa baik,” ungkapnya. (kontan)
Gabungkan Konsep Skandinavia, Jepang dan Bali dalam Sebuah Hunian, Hadirkan Nuansa Rumah Nyaman! |
![]() |
---|
DIREKSI Anyar Telkom, Langkah Strategis Akselerasi Transformasi Digital Kontribusi Bagi Bangsa! |
![]() |
---|
DAMPAK Penyaluran Rp200 T ke Bank Himbara, Optimistis Bunga Pinjaman Turun, Setoran Pajak Nambah? |
![]() |
---|
Minyak Jelantah Jadi Berkah, Lewat Program Sobat Hijau, Sudamala Resort Sanur Daur Ulang |
![]() |
---|
Membuka Pasar Baru, TOCGY Exchange Masuk ke Daftar Kripto Exchange Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.